Internasional
Ulama Dunia: Diam atas Tragedi Gaza adalah Pengkhianatan
Ahlulbait Indonesia, 29 Desember 2025 – Sheikh Ali Muhyiddin Al-Qaradaghi, Ketua Persatuan Ulama Muslim Dunia, menyebut sikap bungkam dunia terhadap krisis kemanusiaan di Gaza sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai agama dan kemanusiaan, di tengah memburuknya kondisi warga Palestina yang berjuang melawan pembunuhan, pengepungan, dan kelaparan.
Sheikh Ali Muhyiddin Al-Qaradaghi menegaskan bahwa membantu kaum tertindas adalah kewajiban agama dan moral yang tidak bisa ditawar. Dalam wawancara dengan Kantor Berita Shahab yang dilaporkan IRNA, Minggu (28/12), ia menyatakan Gaza kini menjadi tolok ukur moral untuk mengukur posisi bangsa-bangsa dan hati nurani seluruh umat manusia.
“Mendukung kaum tertindas adalah bagian dari agama, dan berdiam diri dalam menghadapinya sama saja dengan pengkhianatan,” tegas Al-Qaradaghi.
Pernyataan ini muncul di tengah situasi mengerikan yang menimpa penduduk Jalur Gaza. Musim dingin dan badai memperparah kondisi warga yang telah mengalami dua tahun perang genosida. Pemandangan tenda-tenda roboh, banjir akibat hujan lebat, serta perempuan dan anak-anak yang kehilangan tempat tinggal menunjukkan dalamnya bencana kemanusiaan yang terjadi.
Al-Qaradaghi menilai tragedi ini bukan hanya menguji kesabaran para korban, tetapi juga menantang posisi seluruh dunia. Ia menyerukan kepada negara-negara, pemerintah, serta lembaga keagamaan dan kemanusiaan untuk menerima tanggung jawab mereka dengan melakukan upaya serius menghentikan agresi dan memberikan bantuan kepada para korban.
Infrastruktur Hancur, Bencana Mengancam
Ismail Al-Thawabta, kepala kantor informasi pemerintah di Jalur Gaza, melaporkan situasi kritis akibat kerapuhan infrastruktur. Hujan terus-menerus, angin kencang, dan kemungkinan banjir bandang memperumit kondisi yang sudah sangat sulit.
“Mengingat kerapuhan infrastruktur akibat genosida dan kehancuran yang terus berlanjut, peringatan akan terjadinya bencana di Jalur Gaza kemungkinan besar akan terjadi,” ujar Al-Thawabta.
Organisasi pemerintah telah menyediakan tempat penampungan bagi sejumlah keluarga yang terkena dampak cuaca buruk, namun fasilitas yang tersedia sangat terbatas. Sejumlah besar keluarga masih tinggal di pusat-pusat akomodasi sementara tanpa kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak.
Kerusakan infrastruktur yang luas, termasuk jaringan air minum dan drainase air hujan, menciptakan risiko kesehatan dan lingkungan yang berkelanjutan. Situasi diperparah oleh pengepungan Gaza dan penutupan perbatasan yang mencegah masuknya material untuk perumahan dan tempat berlindung.
Komitmen Gencatan Senjata Diabaikan
Situasi kritis terus berlanjut karena rezim Israel tidak melaksanakan komitmennya berdasarkan gencatan senjata, termasuk kegagalan memasukkan 300.000 tenda dan rumah prefabrikasi ke wilayah tersebut.
Perang yang dimulai pada 7 Oktober 2023 dengan dukungan Amerika telah menyebabkan lebih dari 70.000 orang tewas dan 171.000 orang terluka. Sekitar 90% infrastruktur sipil Gaza telah hancur dalam konflik yang berlangsung selama dua tahun ini. [HMP]
Sumber: IRNA
