Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

ABI Berangkatkan Tim Susulan ABI Responsif untuk Tangani Bencana di Sumatera

Malang, 17 Desember 2025 — Ahlulbait Indonesia (ABI) kembali memberangkatkan tim susulan ABI Responsif untuk misi kemanusiaan penanganan bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Pelepasan tim dilakukan pada Rabu (17/12) di Kota Malang.

Berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 17 Desember 2025, bencana banjir di tiga provinsi tersebut telah menyebabkan 1.053 orang meninggal dunia, 200 orang dinyatakan hilang, dan sekitar 7.000 orang mengalami luka-luka. Dampak bencana tercatat meluas di 52 kabupaten/kota.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia sekaligus Pembina ABI Responsif, Ustadz Zahir Yahya, menyatakan bahwa bencana tersebut merupakan duka mendalam, tidak hanya bagi korban langsung, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Menurut beliau, para korban tidak hanya kehilangan anggota keluarga, tetapi juga kehilangan rumah dan ruang hidup yang selama ini menjadi bagian penting dari identitas serta kehidupan mereka.

“Derita para korban sangat berat, baik secara lahir maupun batin. Proses penanggulangan, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi ke depan, juga tidak mudah,” ujar Ustadz Zahir dalam upacara pelepasan tim.

Beliau menegaskan bahwa dalam situasi bencana besar, keterlibatan seluruh elemen masyarakat menjadi sebuah keharusan. Pemerintah, organisasi kemasyarakatan, kelompok sosial, hingga individu warga negara diharapkan turut menyampaikan simpati dan empati, serta terlibat aktif dalam upaya kemanusiaan.

Dalam pandangan spiritualnya, Ustadz Zahir menyampaikan bahwa para korban yang meninggal dunia dalam bencana tersebut dipandang sebagai syuhada. Sementara itu, mereka yang terluka, hilang, maupun terdampak secara ekonomi dan sosial tetap berada dalam lingkup kepedulian dan tanggung jawab kemanusiaan bersama.

“Cara Tuhan memberi kesempatan kepada manusia sering kali unik, termasuk melalui peristiwa musibah. Di dalamnya selalu ada ruang bagi manusia lain untuk menunjukkan nilai kemanusiaannya,” kata beliau.

Menurut beliau, bencana bukan hanya ujian bagi para korban di lokasi terdampak, tetapi juga ujian bagi mereka yang berada jauh dari lokasi. Kesempatan untuk membantu, hadir langsung, dan merasakan penderitaan korban merupakan wujud konkret dari solidaritas kemanusiaan.

Ustadz Zahir menilai kehadiran relawan di lokasi bencana memiliki makna tersendiri dibandingkan bantuan dari kejauhan. Relawan dapat menyaksikan secara langsung kondisi korban dan berkontribusi nyata dalam meringankan beban mereka.

Beliau menambahkan, kepuasan tertinggi dalam misi kemanusiaan justru muncul ketika seseorang mampu meringankan kesulitan orang lain. Pada titik tersebut, relawan tidak lagi memandang diri lebih tinggi atau lebih rendah, melainkan setara dengan mereka yang dibantu.

“Ketika kehadiran kita memberi manfaat dan membuat orang lain merasa terbantu, di situlah puncak kemanusiaan itu dirasakan,” ujar beliau.

Dalam pesannya kepada tim, Ustadz Zahir mengutip pesan Imam Ali bin Abi Thalib kepada gubernurnya di Mesir, Malik al-Ashtar, agar kebaikan diberikan kepada seluruh manusia tanpa membeda-bedakan. Beliau menegaskan bahwa manusia, jika bukan saudara seagama, adalah sejawat dalam kemanusiaan dan memiliki kemuliaan yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Laqad karramnā banī Ādam.

“Semua manusia adalah makhluk yang mulia di mata Tuhan. Karena itu, kebaikan harus disampaikan kepada siapa pun tanpa membeda-bedakan,” tegas beliau.

Menutup sambutannya, Ustadz Zahir Yahya menyampaikan harapan agar seluruh relawan dapat menjalankan misi kemanusiaan secara maksimal, selamat sampai tujuan, selama bertugas, dan kembali ke daerah masing-masing dalam kondisi baik. Beliau juga mengungkapkan perasaan pribadinya yang merasa iri karena tidak dapat turut serta langsung dalam misi tersebut.

Beliau berpesan agar para relawan memanfaatkan setiap waktu selama berada di lokasi bencana untuk berbuat sebaik-baiknya kepada sesama. Menurut beliau, kesempatan tersebut merupakan ruang nyata untuk mendekati kesempurnaan nilai kemanusiaan dan spiritual, sesuatu yang sangat mungkin diwujudkan.

“Gunakan setiap detik di sana untuk berbuat sebaik-baiknya kepada sesama. Insya Allah, itu akan menjadi perjalanan kemanusiaan dan spiritual yang bermakna,” pungkas beliau. [HMP ABI]

Continue Reading