Kegiatan ABI
ABI Jepara dan Maiyahan “Sambatan Roso” Tegaskan Pentingnya Ruang Lintas Agama di Jepara
Jepara, 3 Desember 2025 — Semangat dialog lintas agama yang diwariskan almarhum Iskak Wijaya kembali mendapat ruang dalam diskusi “Sambatan Roso #7” bertema Paska Manusia, yang digelar pada 29 November 2025 di Kampung Kranjangan, Troso, Pecangaan. Forum ini menegaskan pentingnya keharmonisan antarmazhab, penguatan literasi, serta refleksi peran manusia di era digital sebagai fondasi kehidupan sosial di Jepara.
Acara menghadirkan empat narasumber dari latar berbeda: Danang Kristiawan (Pendeta GITJ Jepara), Hadi Priyanto (budayawan dan penulis), Ali Burhan (Ketua Forum TBM), dan Jihad Mukmin perwakilan Ahlul Bait Indonesia (ABI) Jepara. Diskusi dipandu oleh Agung Tri dan berlangsung dinamis dengan partisipasi dominan dari generasi muda.
Tema, Warisan, dan Relevansi
Moderator Agung Tri menjelaskan bahwa tema Paska Manusia dipilih sebagai penghormatan bagi almarhum Iskak Wijaya, yang semasa hidup aktif menghidupkan dialog lintas iman.
Ketua DPD ABI Jepara, Abdul Nasir, menegaskan bahwa Jepara tetap menjadi ruang aman bagi komunitas minoritas. “Kami muslim yang bermazhab Syiah. Meski minoritas, kami bisa berkumpul dan berdialog dengan kelompok lain. Ini berkah masyarakat Jepara,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa menjaga persatuan dan kerukunan adalah bagian dari kewajiban beragama. “Acara keagamaan boleh meriah, tetapi kewajiban menjaga harmoni jangan sampai diabaikan,” tambahnya.

Perspektif Narasumber
Budayawan Hadi Priyanto menyoroti tipisnya pemahaman masyarakat terhadap gagasan para tokoh besar Jepara. Menurutnya, peringatan Hari Kartini sering kehilangan substansi pemikirannya. Ia juga mengingatkan keberadaan tokoh nasional kelahiran Pecangaan, Dr. Cipto Mangunkusumo dan Dr. Gunawan yang jarang dikenal generasi kini.
Ali Burhan mengurai tantangan rendahnya minat baca dan lemahnya gerakan literasi berbasis swadaya. Ia menyebut upaya Forum TBM dilakukan terus-menerus, tetapi perlu dukungan agar jangkauannya lebih luas.
Dari perspektif tafsir, Mukmin M. Jihad (Perwakilan ABI Jepara) menjelaskan bahwa tugas utama manusia adalah li ya’budun, mengabdi kepada Tuhan. Para Nabi, katanya, datang untuk mengajar cara ibadah yang benar, dan para ulama mewarisi tugas membina umat.
Pendeta Danang Kristiawan memetakan persoalan manusia di era digital. Ia mengenalkan konsep “Manusia Profetik Digital”, manusia yang sadar menggunakan jarinya (digitus) untuk kebaikan. Mengutip pesan Iskak Wijaya, ia mengatakan, “Ibadah pengukir adalah mengukir; ibadah petani adalah bertani.” Menurutnya, setiap orang sebaiknya fokus pada kerja terbaik sesuai kemampuan dan panggilan hidupnya.
Dinamika Peserta
Suasana diskusi semakin hidup ketika peserta turut menyampaikan pandangan. Kafi dari Pecangaan menyebut forum ini penting untuk merawat kerukunan sekaligus merumuskan kembali narasi Jepara sebagai ruang intelektual dan spiritual.
Haris menambahkan bahwa cahaya keberagaman harus dijaga agar “terang semakin terang.”
Dominasi generasi Z tampak mencolok. Syafrie dan Hadi memaparkan aktivitas komunitas literasi seperti Bookclub Jepara yang rutin mengadakan bedah buku setiap Minggu. Syafrie juga menceritakan aktivitas membuat zine bertema sepak bola hingga penelusuran makam tua dan mata air di Jepara.
Hadi menyoal sulitnya akses buku di daerahnya. Dalam percakapannya dengan petugas Perpusda, ia mengetahui bahwa anggaran perpustakaan desa lebih besar daripada perpustakaan daerah. Namun, informasi mengenai cara mengakses fasilitas desa tersebut masih minim.
Mengukuhkan Ruang Damai Jepara
Menanggapi pertanyaan peserta mengenai kehadiran pembicara Syiah (ABI), panitia menjelaskan bahwa forum ini digelar untuk memperkuat saling mengenal antara kelompok mayoritas dan minoritas.
“Dengan saling mengenal, akan lahir kedamaian, pemahaman, dan penghormatan,” jelas Agung.
Abdul Nasir menutup dengan optimisme. “Jepara tidak pernah mengalami gesekan antarmazhab. Ini kearifan masyarakat kita. Saya yakin masyarakat Jepara adalah calon penghuni surga karena penduduk surga hidup dalam damai.”
Budayawan Hadi Priyanto menyampaikan pandangan serupa. “Kerukunan ini warisan para pemimpin Jepara di masa lalu. Kita hanya perlu meneruskan dan merawatnya.” []
