Kegiatan ABI
Agama dan Kemaslahatan Publik: Kolaborasi Umat dan Negara Mewujudkan Keadilan Sosial
Jakarta, 31 Mei 2025 — Konsep “Agama Maslahat” kembali menjadi sorotan dalam Diskusi Tematik Seri II yang digelar oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dewan Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia (DPP ABI), Sabtu (31/5). Para narasumber menekankan pentingnya menjadikan ajaran agama sebagai kekuatan transformatif yang inklusif, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demi terciptanya kehidupan berbangsa yang harmonis dan berkeadilan.
Diskusi ini bertujuan mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam dengan semangat kebangsaan dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Nasional.
Agama dan Pancasila, Dua Pilar yang Saling Menguatkan
Ketua Departemen Litbang DPP ABI, Dr. Sabara, dalam sambutannya menyatakan bahwa agama semestinya tidak hanya dipahami sebagai urusan personal, tetapi juga sebagai instrumen yang berperan besar dalam membangun kemaslahatan sosial.
“Agama maslahat adalah agama yang tidak berhenti di ruang ibadah, melainkan hadir dalam setiap dimensi kehidupan sosial. Ini sejalan dengan RPJMN dan RPJPN pemerintah,” jelasnya.
Senada dengan itu, Ketua Dewan Syura ABI, Ustadz Husein Shahab, menegaskan bahwa nilai-nilai dalam Islam memiliki titik temu yang kuat dengan Pancasila. “Sila pertama dan kelima; Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial, merupakan refleksi dari Maqasid Syariah, yang menekankan perlindungan atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,” jelasnya.
Menjawab Tantangan Pluralisme dan Intoleransi
Dalam forum tersebut, Wahyuddin Halim, Ph.D., dosen Studi Agama dari UIN Alauddin Makassar, mengingatkan bahwa Indonesia dibangun di atas fondasi pluralitas. Wahyudin menolak keras upaya kelompok tertentu yang ingin memaksakan dogma secara sepihak.
“Ini tidak hanya bertentangan dengan sejarah bangsa kita, tetapi juga bertentangan dengan semangat Islam yang menjunjung tinggi toleransi,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. KH. Abdul Jamil Wahab dari Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN, menyoroti maraknya penyalahgunaan media sosial sebagai alat penyebaran fitnah dan pembunuhan karakter. “Al-Quran mengingatkan bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Ini adalah tantangan besar bagi kita dalam menjaga etika publik dan martabat kemanusiaan,” tegasnya.
Baca juga : Beragama dengan Prinsip Maslahat untuk Kehidupan Sosial yang Harmonis
Peran Strategis Agama dalam Pembangunan Sosial
Wakil Ketua Umum ABI, Ustadz Ahmad Hidayat, yang hadir sebagai pembicara kunci sebagai pembuka acara, menyoroti kontribusi agama dalam menjawab ketimpangan sosial-ekonomi. Ia mencatat bahwa sebagian besar kekayaan nasional masih dikuasai oleh kelompok minoritas.
“Zakat dan baitul mal harus dikelola secara strategis dan transparan untuk mengurangi ketimpangan yang semakin tajam. Ini adalah bentuk nyata dari ajaran agama yang maslahat,” ujarnya.
Waketum juga mengkritisi penyelenggaraan ibadah haji yang dinilai belum berhasil membentuk kesadaran sosial yang kuat. “Setiap tahun lebih dari 200.000 jemaah haji berangkat, tetapi apakah mereka pulang dengan semangat persatuan dan tanggung jawab sosial, atau sekadar menjalankan ritual individual?” tanyanya retoris.
Kolaborasi Lintas Organisasi Islam dan Negara
Menjawab dinamika sosial dan keagamaan nasional, ABI menegaskan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi dengan organisasi keislaman lain seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta pemerintah.
“Kami tidak dalam misi menyebarkan syi’ahisasi, tetapi ingin membangun persatuan umat dan bangsa. Agama maslahat adalah agama yang mempererat, bukan memecah,” tegas Ustadz Ahmad Hidayat.
Integrasi Nilai: Agama sebagai Solusi, Bukan Sumber Konflik
Diskusi ini mempertegas bahwa nilai-nilai keislaman, jika dipahami secara mendalam melalui perspektif Maqasid Syariah, dapat berjalan seiring dengan Pancasila sebagai dasar negara. Integrasi ini, menurut para narasumber, adalah kunci dalam membangun tatanan masyarakat yang adil dan damai di tengah keberagaman.
“Agama yang maslahat adalah agama yang memanusiakan manusia,” pungkas Ustadz Husein, seraya mengutip Al-Quran.
Di tengah tantangan globalisasi, radikalisme, dan krisis sosial-ekonomi, para pembicara sepakat bahwa nilai-nilai agama yang berorientasi pada kemaslahatan publik perlu terus diperjuangkan sebagai fondasi kehidupan berbangsa yang inklusif dan berkeadilan. []
Baca juga : Warga Jepara Gelar Aksi Solidaritas Palestina, Tolak Solusi Dua Negara dan Peragakan Genosida Gaza
