Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

Dapur ABI di Gaza: Nyala Kecil yang Menolak Padam di Tengah Lapar dan Reruntuhan

Dapur ABI di Gaza: Nyala Kecil yang Menolak Padam di Tengah Lapar dan Reruntuhan

Jakarta, 10 Oktober 2025 — Di tengah reruntuhan bangunan dan aroma asap yang tak pernah benar-benar hilang dari udara Gaza, ada aroma lain yang menandakan kehidupan, masakan hangat dari Dapur Ahlulbait Indonesia (ABI). Pada 9 Oktober 2025, ormas ABI kembali membuka dapur dan menyalurkan hidangan bagi warga di Dair Al-Balah, Gaza.

Bagi sebagian orang, mungkin ini tampak seperti kegiatan sosial biasa. Namun, di Gaza yang telah dua tahun hidup dalam kepungan perang dan kelaparan, satu piring nasi bisa berarti satu napas kehidupan.

Baca juga : Ustadz Zahir Yahya: Badai Al-Aqsa Menumbangkan Mitos “Israel Tak Terkalahkan”

Dapur ABI sendiri pernah hancur akibat serangan bom Zionis. Peralatan musnah, bahan makanan terbakar, dan relawan terpaksa mengungsi. Tapi semangat mereka tidak padam. Dalam waktu singkat, tim di Gaza mengumpulkan kembali peralatan, menemukan lokasi baru, dan menghidupkan kembali tungku harapan itu.

“Alhamdulillah, teman-teman di lapangan setelah mendapat bom yang merusak dapur dan peralatan, kini sudah bisa mencarikan solusi untuk membuka dan mengaktifkan kembali Dapur ABI di Gaza,” ujar Sekjen ABI, Sayyid Ali Ridho, kepada Media ABI di Jakarta.

“Insya Allah, ABI akan secara reguler menyalurkan donasi melalui Dapur ABI untuk memberi hidangan bagi warga di Al-Balah dan sekitarnya,” tegasnya lagi.

Baca juga : ABI dan ITB Ahmad Dahlan Jajaki Kerja Sama Beasiswa dan Kolaborasi Ekonomi

Pernyataan itu bukan semata kabar gembira, melainkan cerminan keteguhan hati di tengah tragedi kemanusiaan yang belum usai. Laporan terbaru World Food Programme (WFP), tertanggal 6 Oktober 2025, mencatat bahwa dua tahun perang telah menjerumuskan jutaan warga Gaza ke kelaparan ekstrem. Separuh penduduk kini hidup tanpa kepastian makanan, dan sekitar 500.000 orang berada dalam kondisi “famine”, sebuah kelaparan parah dan kronis.

WFP menyebut satu-satunya jalan keluar adalah gencatan senjata penuh. Dalam masa gencatan sebelumnya, hingga 600 truk bantuan per hari berhasil masuk dan menekan angka kelaparan. Kini, ketika jalur bantuan kembali tersendat, inisiatif masyarakat sipil seperti Dapur ABI menjadi penopang terakhir kehidupan.

Baca juga : Waketum ABI: “Kekuatan ABI Terletak pada Keyakinan Total dan Konsolidasi yang Rapi”

Dair Al-Balah, lokasi Dapur ABI saat ini, merupakan salah satu wilayah yang masih bisa dijangkau tim kemanusiaan. Sementara di Gaza utara, ribuan keluarga hidup tanpa suplai makanan dan air bersih sejak penutupan perbatasan Zikim pada September lalu. Dalam kondisi demikian, Dapur ABI berdiri sebagai simbol harapan, kecil, tapi berarti besar bagi mereka yang kehilangan segalanya.

Donasi masyarakat Indonesia kini menjelma menjadi roti hangat di tangan anak-anak Gaza, semangkuk sup untuk para ibu, dan sepiring nasi bagi para lansia di pengungsian. Dalam setiap hidangan itu, tersimpan pesan sederhana namun mendalam, bahwa rakyat Indonesia tidak diam, dan kemanusiaan tidak mengenal batas.

Dapur ABI bergerak tanpa menunggu situasi sempurna atau perintah lembaga besar. Keyakinannya sederhana, bahwa memberi makan orang lapar adalah bentuk tertinggi dari kemanusiaan.

Baca juga : Beragama Maslahat dalam Pelestarian Lingkungan: Dari Spiritualitas ke Kesadaran Publik

Mungkin rakyat Gaza tak mengenal siapa itu Ahlulbait Indonesia (ABI). Tapi mereka mengenal rasa lapar, dan mereka mengenal rasa syukur. Mereka tahu, dari jauh di Indonesia, ada tangan-tangan yang memilih peduli ketika sebagian dunia berpaling.

Selama tungku Dapur ABI masih dan terus menyala, ada bukti bahwa nurani bangsa besar ini belum padam. Bahwa solidaritas lintas batas bukan slogan, melainkan napas panjang keadilan yang diyakini bersama. Di tengah reruntuhan Gaza, Indonesia masih hadir, lewat aroma masakan hangat yang menyalakan harapan. []

Baca juga : Kesbangpol Hadiri Pelantikan Muslimah ABI Samarinda dan Rakercab 2025