Kegiatan ABI
Diskusi Nasional ABI: Meneguhkan Agama Maslahat dalam Ekonomi dan Sosial
Ahlulbait Indonesia – Diskusi Nasional ABI Seri IV kembali menghadirkan gagasan segar tentang Beragama Maslahat sebagai etika publik yang menghadirkan keadilan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Bersama para narasumber terkemuka, ABI meneguhkan komitmen bahwa agama bukan hanya ritual spiritual, melainkan juga kekuatan transformatif bagi umat dan bangsa.
Agama Maslahat, Demi Indonesia Berkeadilan dan Sejahtera.
Kegiatan ini diprakarsai oleh Departemen Litbang DPP Ahlulbait Indonesia (ABI) dalam rangka melanjutkan ikhtiar pengembangan wacana Beragama Maslahat. Diskusi Tematik Seri IV bertajuk “Beragama Maslahat: Mewujudkan Keadilan Ekonomi dan Kesejahteraan Umat” digelar pada Sabtu, 23 Agustus 2025, pukul 08.00–12.00 WIB secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung di kanal YouTube ABI.
Tema diskusi berpijak pada dokumen pembangunan nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 menempatkan nilai-nilai agama dan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan karakter bangsa, sekaligus strategi penguatan ekonomi syariah, perlindungan sosial, dan pemberdayaan komunitas berbasis keagamaan.
Pendekatan Beragama Maslahat hadir sejalan dengan visi tersebut: agama bukan sekadar urusan privat, melainkan kekuatan publik yang transformatif, membangun etika sosial, dan mewujudkan kesejahteraan kolektif.
Narasumber dan Subtema
Diskusi ini menghadirkan Sayid Muhamad Assegaf (Bendahara Umum DPP ABI) sebagai keynote speaker, serta tiga narasumber dengan subtema berbeda:
Dr. Mukhaer Pakkanna (Direktur Program Pascasarjana Institut Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan) dengan tema “Ekonomi Syariah: Dari Spirit Maslahat Menuju Ekonomi yang Berkeadilan.”
H. Sarmidi Husna, MA (Katib Syuriyah PBNU) dengan tema “Revitalisasi Zakat dan Wakaf Produktif: Pilar Ekonomi Umat Berbasis Maslahat.”
Ustadz Abdullah Beik, MA (Dewan Syura ABI) dengan tema “Khumus sebagai Instrumen Maslahat: Menata Distribusi Kekayaan demi Keadilan Sosial.”
Pesan Utama Keynote Speaker
Dalam pemaparannya, Sayid Muhamad Assegaf menegaskan bahwa maslahat harus dipahami sebagai etika publik yang menuntun agama hadir secara konstruktif di ruang sosial.
“Konsep maslahat sejatinya merupakan orientasi agama untuk mewujudkan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan bersama. Agama bukan sekadar doktrin ibadah individual, tetapi pandangan hidup yang melahirkan maslahat sosial sebagai fondasi etika publik,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan ekonomi sebagai tantangan besar bangsa:
“Satu persen kelompok masyarakat menguasai hampir separuh kekayaan nasional, sementara jutaan orang masih berjuang untuk hidup layak. Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga krisis moral dan sosial,” tegasnya.
Menurutnya, instrumen keagamaan seperti zakat, wakaf, dan khumus harus dipahami bukan semata ibadah ritual, melainkan sarana strategis distribusi kekayaan.
“Kita memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan pembangunan ekonomi tidak meninggalkan siapa pun. Nobody left behind,” tandasnya.
Baca juga : Pandu ABI Kaltim Lantik Pengurus Wilayah, Teguhkan Komitmen dan Regenerasi Kader
Paparan Para Narasumber
Dr. Mukhaer Pakkanna menekankan peran ganda manusia sebagai abdullah (hamba Allah) sekaligus khalifah fil-ard (pemakmur bumi).
“Sebagai khalifah, tugas kita adalah memakmurkan bumi. Jangan sampai kita menjadi bagian dari masalah, tetapi harus hadir sebagai problem solver,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa ekonomi syariah tidak boleh dipersempit hanya pada aspek bebas riba, melainkan harus menjadi paradigma etis yang menuntut keadilan distributif, transparansi, dan keberpihakan pada kelompok lemah. Mukhaer juga menyoroti kelemahan praktik perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menautkannya dengan Maqashid Syariah.
“Negara gagal menghadirkan maslahat bila kebutuhan dasar rakyat tidak terpenuhi. Kalau ada warga kekurangan pangan, sandang, dan papan, maka negeri ini tidak berkah,” tegasnya.
Ia menutup dengan penegasan:
“Kedaulatan bangsa hanya bisa tegak jika kedaulatan ekonomi tegak.”
H. Sarmidi Husna menegaskan besarnya potensi zakat dan wakaf di Indonesia yang mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun. Namun, menurutnya, tantangan terbesar adalah bagaimana dana tersebut benar-benar memberi manfaat bagi kelompok lemah, bukan sekadar untuk kepentingan segelintir pihak.
“Zakat harus diarahkan pada pemberdayaan produktif, bukan sekadar konsumtif. Wakaf jangan hanya berhenti pada tanah makam atau masjid, tetapi harus berkembang menjadi aset bisnis, pendidikan, dan kesehatan umat,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya pengelolaan yang amanah, transparan, dan inovatif agar zakat dan wakaf berfungsi sebagai instrumen keadilan sosial.
Ustadz Abdullah Beik memaparkan khumus sebagai warisan teologis dalam tradisi Ahlulbait yang berfungsi menyeimbangkan distribusi kekayaan.
“Di negara mayoritas Syiah seperti Iran, khumus sangat efektif menopang kesejahteraan umat,” jelasnya.
Meskipun penerapannya di Indonesia masih terbatas, ia menilai khumus tetap relevan untuk merespons ketimpangan ekonomi.
“Khumus adalah instrumen efektif untuk menipiskan kesenjangan ekonomi. Jika dikelola secara profesional, ia dapat menjadi kekuatan besar bagi kesejahteraan umat,” ujarnya optimistis.
Peneguhan Komitmen
Diskusi yang berlangsung hingga siang hari ini menegaskan komitmen bahwa agama harus menghadirkan maslahat nyata dalam bidang ekonomi, sosial, dan kemanusiaan. Seluruh narasumber sepakat, Beragama Maslahat merupakan jembatan antara kesalehan spiritual dan tanggung jawab sosial.
Sayid Muhamad Assegaf menegaskan kembali:
“Beragama maslahat berarti hadirnya agama di tengah masyarakat sebagai penerang, penggerak, dan pelindung bagi yang lemah. Mari kita buktikan bahwa Islam bukan hanya ritual vertikal, tetapi juga sistem horizontal yang mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.”
Ketua Departemen Litbang DPP ABI, Sabara Nuruddin, menambahkan bahwa forum ini akan menghasilkan keluaran nyata:
“Setiap narasumber diminta menulis artikel sepanjang 3.000–5.000 kata yang nantinya akan dikompilasi menjadi buku Beragama Maslahat. Ini merupakan kontribusi ABI bagi pembangunan keagamaan dan kemanusiaan di Indonesia,” ungkapnya.
Dengan rangkaian diskusi Beragama Maslahat yang direncanakan berlangsung dalam lima seri, ABI meneguhkan perannya dalam memberikan sumbangsih pemikiran keagamaan yang relevan dengan agenda transformasi nasional menuju Indonesia Emas 2045. [Litbang/Sabara]
Baca juga : Afid Hasan Terpilih sebagai Ketua DPD ABI Blitar Periode 2024–2029
