Kegiatan ABI
DPW ABI DKI dan DPD Jakarta Barat Hadiri Konferensi Tunas Gusdurian 2025: Energi Baru dari Warisan Gus Dur
Jakarta, 31 Agustus 2025 – Temu Nasional (Tunas) Gusdurian 2025 kembali menjadi salah satu perhelatan masyarakat sipil paling berwarna tahun ini. Selama tiga hari, ratusan peserta dari berbagai daerah yang mayoritas adalah anak muda, berkumpul untuk merawat nilai-nilai Gus Dur sekaligus menimbang ulang arah demokrasi Indonesia.
Baca juga : Musda ABI Jember: Ustadz Nasir Dimyati Terpilih, Serukan Tekad Kuat dan Persatuan

DPD ABI Kota Malang sejatinya dijadwalkan hadir. Namun karena berhalangan, mandat kehadiran dialihkan kepada DPW ABI DKI Jakarta. “Saya bersama Rio Alvin (Wakil Ketua Departemen Litbang DPW ABI DKI), dan Adi Reynaldi (DPD ABI Jakarta Barat) berkesempatan mewakili ABI mengikuti acara ini sejak pembukaan hingga penutupan,” ujar Ahmad Taufiq kepada Media ABI (31/8).
Wajah Baru Masyarakat Sipil
Fenomena paling mencolok dari Tunas 2025 adalah mayoritas peserta justru berasal dari generasi yang tidak pernah mengalami langsung kepemimpinan Gus Dur. Meski begitu, ide-ide Gus Dur justru menemukan relevansi baru di tangan mereka. Nilai-nilai ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, hingga kearifan lokal dihidupkan kembali, menjadi basis gerakan lintas agama, etnis, dan daerah.
Membaca Ulang Demokrasi
Di hari pertama, sejumlah tokoh menyoroti kondisi demokrasi kontemporer. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengingatkan tentang gejala legislative autocracy, di mana parlemen lebih sering berfungsi sebagai stempel kekuasaan ketimbang penjaga keadilan. UU Cipta Kerja disebutnya sebagai contoh regulasi strategis yang minim partisipasi publik namun sarat kepentingan rezim.
Sementara itu, KH Helmi Ali, ketua Lakpesdam NU pertama, menegaskan bahwa reformasi 1998 belum sepenuhnya memutus warisan Orde Baru. Kekuatan politik lama, menurutnya, hanya bermetamorfosis ke partai-partai baru, dari Golkar, Gerindra hingga NasDem yang kini mendominasi parlemen. “Reformasi yang digadang-gadang justru melahirkan Orba jilid II,” ujarnya.
Catatan ini, kata Ahmad Taufiq, menjadi peringatan penting: tanpa basis masyarakat sipil yang kuat, demokrasi akan terjebak sebagai ritual elektoral semata. Di titik inilah, peran Gusdurian menjadi krusial.
Baca juga : Memperingati HUT ke-80 RI dan Bulan Maulid Nabi, ABI Salurkan Donasi untuk Palestina

Generasi Baru, Politik Baru?
Wajah peserta Tunas 2025 sendiri menjadi bukti nyata. Mereka hadir dengan biaya pribadi, bukan karena sponsor politik. Di tengah apatisme anak muda terhadap politik formal, kehadiran ini justru menandai kesadaran baru: politik dipahami sebagai jalan kemanusiaan, bukan sekadar perebutan kursi kekuasaan.
Gus Dur sejak awal mengajarkan, politik adalah keberanian membela yang lemah, meski harus kehilangan jabatan. Spirit inilah yang kini menginspirasi generasi baru. Pertanyaannya, apakah energi moral ini akan berkembang menjadi gerakan politik yang lebih konkret? Ataukah Gusdurian akan tetap menjadi komunitas kultural tanpa masuk ke gelanggang kekuasaan?
Menjaga Api Perlawanan
Di tengah iklim politik 2025 yang kian menutup ruang kritik, Gusdurian tampil sebagai salah satu benteng terakhir masyarakat sipil. Forum ini bukan sekadar nostalgia, melainkan arena perlawanan berbasis dialog, jejaring, dan aksi kolektif.
Muhammad Nuruddin, Sekjen Aliansi Petani, mengingatkan bahwa masyarakat sipil harus jeli membaca peta geopolitik global. “Kalau tidak, rakyat mudah terombang-ambing, hanya menjadi proxy kepentingan elit,” ujarnya.
Baca juga : Musda ABI Jombang Prioritaskan Kekompakan dan Kontribusi Nyata bagi Masyarakat

Penutup
Tunas Gusdurian 2025 yang digelar dari 29-31 Agutus ini membuktikan bahwa warisan Gus Dur tetap hidup, bukan kenangan, melainkan energi politik yang relevan. Di tengah kerapuhan demokrasi, generasi baru membawa optimisme. Mereka belajar dari Gus Dur bahwa politik sejatinya bukan alat memperkokoh kekuasaan, melainkan sarana membebaskan manusia.
Optimisme itu kini menuntut keberanian. Gus Dur telah menanam. Generasi baru ditantang untuk merawat dan menuai. Pertanyaan besarnya: akankah nilai-nilai Gus Dur menjadi fondasi lahirnya politik alternatif yang sungguh berpihak pada rakyat? [Ahmad Taufik DPW DKI]
Baca juga : Ustadz Abdullah Beik: Khumus, Instrumen Keadilan dan Kesejahteraan Umat
