Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

Ketua DPW ABI Jateng: Menyelamatkan Gen Z dari Jerat Gadget lewat Edukasi dan Gerakan Positif

Ketua DPW ABI Jateng: Menyelamatkan Gen Z dari Jerat Gadget lewat Edukasi dan Gerakan Positif

Membangun Jembatan Antargenerasi, Menyalurkan Energi Pemuda, dan Menemukan Harapan Baru di Era Digital

Semarang, 24 Agustus 2025 — Hiruk-pikuk dunia digital telah mengubah wajah pergaulan generasi muda. Kehadiran gawai tak sekadar menjadi alat komunikasi, tetapi sudah merasuk ke dalam hampir setiap ruang hidup. Generasi Z tumbuh di tengah derasnya arus informasi, sementara generasi sebelumnya kerap tertinggal dalam menyesuaikan diri. Di balik dinamika itu, muncul jurang komunikasi antargenerasi yang kian lebar.

Di sela proses seleksi anggota ABI Responsif yang berlangsung di Husainiyah Al-Mahdi, Semarang, Media ABI pada Minggu (24/8), mewawancarai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Ahlulbait Indonesia (ABI) Jawa Tengah, Sayyid Mustofa Al-Jufri, M.Psi. Selain sebagai pimpinan organisasi, Mustofa juga turut menjadi tim psikotes dalam seleksi kali ini. Dalam perbincangan tersebut, ia mengulas persoalan serius yang dihadapi generasi muda, sekaligus menawarkan solusi berbasis edukasi, psikologi, dan gerakan kolektif.

Jurang Antargenerasi dan “Serangan 3F”

Menurut Mustofa, generasi sekarang hidup dengan pola pergaulan yang berbeda drastis dari generasi sebelumnya. “Generasi dulu cukup dengan handphone, tapi sekarang smartphone. Anak-anak Gen Z punya banyak akun di berbagai platform media sosial, berteman luas di dunia maya, tapi minim relasi nyata. Kehangatan keluarga pun ikut berkurang,” ujarnya.

Ia menambahkan, generasi muda juga rentan terperangkap dalam fenomena food, fashion, dan fun (3F). Daya tarik tiga hal itu membuat mereka lebih mudah terbawa arus perilaku imitasi dan kehilangan jati diri. Orang tua pun tak luput dari pengaruh gawai. “Banyak orang tua sibuk mengejar informasi, padahal belum tentu penting. Anak-anak terjebak kecanduan game atau tontonan. Akhirnya, keduanya terdistraksi, sulit fokus, bahkan rawan depresi dan kecemasan,” jelasnya.

Jalan Tengah: Pengorbanan Ego dan Edukasi Sejak Dini

Mustofa menekankan, kunci utama ada pada pengorbanan ego orang tua. Pada masa emas tujuh tahun pertama, orang tua harus berani tegas melarang anak menggunakan ponsel sekaligus memberi teladan dengan membatasi diri. “Di fase ini, kedekatan emosional dan komunikasi hangat dibangun. Selanjutnya, anak diarahkan pada pemanfaatan gadget secara positif, seperti tontonan edukatif dan religius,” katanya.

Ia juga mendorong aktivitas yang mengasah psikomotorik dan kognitif, mulai dari permainan tradisional hingga rekreasi alam. “Anak-anak perlu pengalaman bergerak, berinteraksi, dan berpikir. Remaja pun sebaiknya difasilitasi dalam kelompok sebaya. Sebab, menurut Imam Ali, nasihat dari teman seusia lebih mudah diterima daripada dari orang tua,” tambahnya.

Baca juga : DPW ABI Jawa Tengah Jalin Sinergi Kebangsaan Bersama Kesbangpol

Inisiatif ABI Jawa Tengah: Dari Outbond hingga Teaching Point

Sebagai Ketua DPW, Mustofa telah menginisiasi sejumlah kegiatan di Solo, Tegal, dan Pekalongan. Outbond, pendakian gunung, hingga diskusi santai dilakukan untuk menyalurkan energi remaja sekaligus memberi ruang refleksi. “Namun sekadar outbond tidak cukup. Harus ada teaching point dan pesan karakter yang ditanamkan, termasuk nilai aqidah. Barulah mereka bisa membawa pulang pelajaran hidup yang mengubah diri,” tegasnya.

ABI, lanjutnya, juga mengoptimalkan peran Muslimah ABI sebagai lembaga otonom yang fokus pada isu keluarga, perempuan, dan anak. Program parenting, konten edukasi digital, hingga kerja sama dengan organisasi perempuan seperti Fatayat NU dan Aisyiyah Muhammadiyah menjadi strategi untuk memperkuat ketahanan keluarga di tengah arus digital.

ABI Responsif: Relawan Muda yang Menyelamatkan Diri dan Orang Lain

Menyinggung peran ABI Responsif (AR), Mustofa menilai lembaga ini bisa menjadi wadah strategis penyelamatan generasi muda. Berbasis kerelawanan, AR mendorong pemuda mengaktualisasikan fitrahnya sebagai makhluk sosial yang peduli.

“Ketika ditanya mengapa ingin bergabung, hampir semua menjawab: karena ingin membantu orang lain. Itu fitrah manusia. Dengan menjadi relawan, mereka menyelamatkan orang lain sekaligus menyelamatkan diri dari dampak negatif gadget,” paparnya.

Ia optimis, AR di Jawa Tengah akan tumbuh menjadi gerakan pemuda yang kuat, berenergi positif, dan berorientasi pada pengabdian. “Energi pemuda itu melimpah. Jika diarahkan untuk hidmat, insyaAllah mereka akan menemukan kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain,” pungkasnya.

Di tengah gempuran teknologi yang kian masif, upaya menyelamatkan generasi Z bukan pekerjaan sekejap. Butuh kesabaran, keseriusan, dan kerja kolektif lintas generasi. Pesan yang ditawarkan Mustofa Al-Jufri sederhana namun mendalam: anak muda bisa selamat dengan pedoman hidup yang benar, dukungan keluarga yang hangat, dan wadah pengabdian yang positif.

Seperti yang ia tegaskan menutup perbincangan:
“Musuh punya sistem untuk merusak pemuda kita. Maka kita pun harus melawan dengan sistem yang lebih baik. Dengan bersama, saya yakin kita bisa menyelamatkan generasi ini dan mengembalikan mereka kepada jati dirinya.”[Ali/MT]

Baca juga : DPW ABI DKI Jakarta Bersilaturahmi ke PW Muhammadiyah: Bangun Kolaborasi dan Persatuan Umat