Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

Ketum ABI: Kebaikan Tidak Bergantung pada Apresiasi Manusia

Ketum ABI: Kebaikan Tidak Bergantung pada Apresiasi Manusia

Jakarta, 29 Oktober 2025 — Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI), Ustadz Zahir Yahya, menyerukan pentingnya keteguhan dan keikhlasan dalam perjuangan sosial dan keagamaan. Hal itu disampaikan dalam rapat reguler Dewan Pimpinan dan seluruh pengurus DPP ABI di kantor pusat DPP, Selasa (28/10).

Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa setiap amal kebaikan tidak akan pernah sia-sia di sisi Allah, dengan meneladani peran agung Sayyidah Zainab dalam peristiwa Karbala.

“اَنِّىۡ لَاۤ اُضِيۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ اَوۡ اُنۡثٰى​​ۚ
“Tidak akan ada kebaikan yang sia-sia. Dalam kamus Tuhan, semua amal, baik dari laki-laki maupun perempuan, pasti berbuah”,” ujar Ustadz Zahir Yahya menegaskan, mengutip prinsip Al-Quran Surat Ali Imran 195, yang menegaskan janji Allah untuk tidak menyia-nyiakan amal perbuatan hamba-Nya.

Sayyidah Zainab dan Kebangkitan Karbala

Mengambil momentum peringatan kelahiran Sayyidah Zainab pada 5 Jumadil Ula, beliau menguraikan relevansi keteladanan putri Imam Ali dan Sayyidah Fatimah itu bagi perjuangan sosial umat. Beliau menegaskan, sosok Zainab tidak dapat dipisahkan dari kebangkitan Imam Hussein di Padang Karbala.

Menurut beliau, meskipun peristiwa Karbala berlangsung singkat, hanya dalam hitungan jam dan diperankan oleh puluhan orang melawan puluhan ribu pasukan, gaungnya justru abadi dan mendunia. Keabadian itu, kata beliau, tidak lepas dari peran sentral Sayyidah Zainab sebagai penyampai pesan perjuangan Imam Hussein.

“Sayyidah Zainab sengaja dihadirkan untuk menjadi media kebangkitan. Melalui beliaulah peristiwa itu hidup, disampaikan, dan diwariskan lintas generasi,” jelasnya.

Ustadz Zahir Yahya menilai, kemampuan peristiwa Karbala bertahan dalam kesadaran umat selama berabad-abad merupakan bentuk nyata dari janji Allah dalam Al-Qur’an: bahwa kebaikan yang dilakukan di jalan-Nya akan selalu hidup dan tidak pernah sia-sia.

Kebaikan Tidak Bergantung pada Apresiasi Manusia

Beliau juga menyoroti dinamika yang dihadapi para aktivis sosial dan penggerak organisasi masyarakat. Dan menegaskan pentingnya membangun motivasi berdasarkan kesadaran spiritual, bukan reaksi publik.

“Biarkan orang memuji atau mencela. Yang penting, kita tahu bahwa yang kita lakukan adalah kebaikan, dan itu harus dijalankan,” ujarnya.

Baca juga : Muslimah ABI Samarinda Peringati Milad Sayyidah Zainab as di SLB Untung Tuah: Menebar Inspirasi dan Kepedulian

Ustadz Zahir mengingatkan bahwa perjuangan membangun masyarakat dan memberdayakan komunitas adalah proses jangka panjang yang mungkin tidak langsung membuahkan hasil. Menurutnya, seorang mukmin tidak boleh terburu-buru ingin memetik hasil dari perjuangan yang baru ditanam.

“Kita jangan tergolong orang yang ingin menuai tanaman di sore hari dari benih yang ditanam di pagi hari,” ucap beliau. “Kerja besar membutuhkan waktu, bisa bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun.”

Teladan dari Para Nabi dan Imam

Ustadz Zahir Yahya mencontohkan perjalanan para Nabi dan Imam yang tetap teguh menjalankan tugas Ilahi tanpa menuntut hasil instan. Beliau menyebut bahwa kebanyakan dari mereka tidak sempat menyaksikan kemenangan perjuangan mereka sendiri semasa hidup. Namun hasilnya tetap nyata, seperti kemenangan abadi Imam Hussein dibanding musuh-musuhnya.

“Sekarang orang bisa mengatakan bahwa Imam Hussein adalah pihak yang menang. Namanya dikenang, dicintai, dan diziarahi oleh jutaan manusia, sementara nama Yazid hilang ditelan waktu,” tuturnya.

Peneguhan Komitmen Pengurus ABI

Menutup sambutannya, Ketua Umum ABI mengajak seluruh pengurus dan aktivis organisasi untuk meneguhkan komitmen terhadap kerja-kerja kebaikan dalam ormas yang mereka cintai. Beliau menegaskan bahwa kerja organisasi harus dilandasi oleh keyakinan spiritual, bukan hanya pencapaian atau penghargaan duniawi.

“Yang paling utama adalah menjalankan tugas yang sudah dikomitmenkan. Karena kita sudah berkomitmen, maka kita harus melaksanakannya,” pungkasnya.

Ustadz menambahkan, masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat yang menghargai kebaikan. Namun apresiasi bukanlah tujuan utama, melainkan buah dari ketulusan dan konsistensi.

“Masyarakat kita relatif baik; sedikit saja kita berbuat, mereka sudah memuji. Tapi yang penting bukan pujian itu, yang penting, kita sadar apa yang kita lakukan adalah kebaikan, dan kita melaksanakannya,” tegas beliau.[]

Baca juga : Ditengah Kesepakatan Damai yang ‘Fragile’, ABI Terus Mengulurkan Bantuan ke Warga Gaza