Kegiatan ABI
Partisipasi Ahlulbait Indonesia (ABI) dalam Seminar Lintas Iman PGI 2025
Lembang, 24 November 2025 — Ahlulbait Indonesia (ABI) menegaskan posisinya sebagai mitra strategis dalam dialog lintas iman melalui partisipasi aktif dalam Seminar Agama-agama (SAA) ke-39 Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Forum yang berlangsung pada 19–22 November 2025 di GKPB Fajar Harapan, Lembang, ini menjadi ruang bertemunya berbagai komunitas agama, lembaga kepercayaan, akademisi, dan pegiat sosial untuk membahas arah kerukunan Indonesia di tengah dinamika kebangsaan yang terus bergerak.
Kehadiran DPP ABI melalui Ketua Departemen Humas, Media dan Penerangan, Muhlisin Turkan, yang didampingi Ketua DPW ABI Jawa Barat, Ustadz Saeful Yusuf, menjadi penegasan komitmen organisasi untuk memperkuat relasi antaragama dan terlibat langsung dalam agenda strategis yang berpihak pada keadilan, kesetaraan, serta penghormatan martabat manusia.
Hari Pertama: Titik Mulai yang Meneguhkan
Sejak registrasi dibuka, suasana hangat langsung terasa. Peserta dari berbagai provinsi berdatangan, menyemai kesan awal bahwa forum ini menjadi pertemuan lintas iman yang hidup, terbuka, dan inklusif.
Upacara pembukaan berjalan khidmat. Setelah “Indonesia Raya” bergema, sambutan pejabat Kementerian Agama dan Sekretaris Umum PGI menegaskan arah bersama: kerukunan harus bertumpu pada keadilan, bukan sebatas harmoni simbolik.
ABI mendapat kehormatan memimpin doa pembuka lintas agama. Doa yang disampaikan Muhlisin Turkan memberi warna baru di forum ini, sebuah penegasan bahwa keberagaman mazhab dalam Islam tidak menjadi halangan untuk tampil bersama dalam agenda kebangsaan.
Hari pertama ditutup dengan catatan penting: negara hadir, masyarakat sipil bergerak, dan komunitas agama menegaskan tekad untuk memperkuat ruang dialog yang setara.
Baca juga : DPD ABI Bondowoso Gelar Fogging Gratis Cegah DBD di Kelurahan Kademangan

Hari Kedua: Gagasan, Data, dan Peta Jalan Keadilan Beragama
Hari kedua menjadi nadi intelektual seminar. Paparan Pdt. Darwin Darmawan tentang “keadilan relasional” menggeser cara pandang terhadap kerukunan, dari semata retorika menuju kerja berbasis data, analisis, dan advokasi berbasis bukti.
Panel ahli kemudian menyajikan gambaran komprehensif tentang kebebasan beragama di Indonesia: regulasi yang multitafsir, problem PBM 2006, dinamika pendirian rumah ibadah, hingga relasi negara–warga yang masih menyimpan banyak ruang perbaikan.
ABI memandang bahwa akar persoalan KBB lebih terletak pada struktur kebijakan ketimbang hubungan antarumat, sebuah sorotan yang sejalan dengan pengalaman lapangan di berbagai daerah.
Sesi best practices memperkaya diskusi. Dari Poso hingga Banjarmasin, peserta menyaksikan bagaimana budaya lokal, kepemimpinan komunitas, serta kerja sosial jangka panjang menjadi fondasi kerukunan yang bertahan dalam ujian waktu.
Talkshow mengenai peran kepala daerah mengangkat isu yang selama ini sering terabaikan: kerukunan tidak boleh menggantung pada semangat warga semata; dibutuhkan keberanian pemangku kebijakan untuk hadir sejak awal dalam setiap potensi konflik.
Hari kedua ditutup dengan peluncuran buku “Kursus Pembuat Perubahan Lokal”sebuah perangkat praktis untuk memperkuat kapasitas komunitas akar rumput.
Hari Ketiga: Menemukan Irama Antara Kerukunan dan Kebebasan
Talkshow utama di hari ketiga membuka diskursus mendasar: kerukunan tidak akan kokoh bila kebebasan beragama tidak ditegakkan; sebaliknya, kebebasan tanpa etika dialog berpotensi menciptakan jarak sosial.
ABI menegaskan bahwa kedua prinsip ini bukan lawan, melainkan pasangan yang saling menopang, kerukunan memberi ruang perjumpaan, kebebasan memberi perlindungan hukum.
Sesi Call for Papers menghadirkan gelombang baru peneliti muda. Enam belas pemaparan memperlihatkan bahwa generasi muda mulai mengambil posisi strategis dalam membaca isu kerukunan, dengan keberanian intelektual dan kepekaan sosial yang patut dirayakan.
Diskusi kelompok menghasilkan rekomendasi konkret, mulai dari protokol krisis KBB hingga kebutuhan revisi PBM 2006. ABI memandang hasil ini sebagai langkah maju yang dapat langsung diterjemahkan dalam kerja advokasi di lapangan.
Baca juga : ABI Responsif Probolinggo–Lumajang Gelar Fogging Gratis di Pasuruan

Hari Keempat: Deklarasi Lembang dan Penegasan Arah Bersama
Hari terakhir dibuka oleh refleksi lintas iman yang dipimpin perwakilan IJABI, Dini Fauziyah Zahro. Pesan tentang cinta, akhlak, dan martabat manusia menjadi nada penutup yang sejuk, sekaligus menegaskan peran komunitas Syiah Indonesia dalam memelihara etika dialog antaragama.
Deklarasi Lembang 2025 kemudian dibacakan, dokumen yang merangkum empat hari percakapan, kritik, dan harapan. Isinya menyoroti komitmen pada HAM, penolakan terhadap intoleransi, dukungan reformasi regulasi KBB–KUB, serta penguatan pendidikan perdamaian.
Pada sesi ini, Muhlisin Turkan menyampaikan pesan resmi ABI serta salam hangat dari Ketua Umum ABI, Ustadz Zahir Yahya. Ia menegaskan tiga hal: pentingnya kerja sama lintas iman, sebuah praktik yang telah tumbuh sehat di sejumlah wilayah di Kabupaten Jepara, kebutuhan menjadikan keadilan sebagai fondasi kerukunan nasional, dan nilai strategis forum ini sebagai ruang pemulihan relasi antaragama secara jujur, terbuka, dan berkelanjutan.
Acara ditutup dengan ekskursi budaya yang mempertemukan peserta dalam suasana informal, sebuah pengingat sederhana bahwa dialog sering kali bekerja paling efektif dalam ruang kemanusiaan yang sehari-hari.
Posisi ABI dalam Forum: Legitimasi, Kedekatan, dan Masa Depan Kolaborasi
Kehadiran ABI dan IJABI dalam forum PGI tahun ini membawa sejumlah implikasi strategis. Dari doa pembuka hingga sesi pleno, ABI tampil sebagai mitra dialog yang kompeten, inklusif, dan konstruktif. Keterlibatan ini memperkuat legitimasi ABI di mata jaringan lintas agama dan membuka peluang kolaborasi baru dalam pendidikan perdamaian, advokasi kebebasan berkeyakinan, dan rekonsiliasi sosial.
Penutup
Partisipasi ABI dalam SAA ke-39 PGI bukan hanya kehadiran simbolik. Ini adalah bagian dari perjalanan panjang memperkuat kerukunan nasional melalui pendekatan yang jernih, berkeadilan, dan manusiawi.
Forum ini memperlihatkan bahwa ketika komunitas agama bertemu dalam ruang yang aman dan setara, jembatan baru dapat dibangun, sebuah jembatan yang menghubungkan iman dengan kemanusiaan, keadilan dengan kerukunan, dan keberagaman dengan cita-cita Indonesia sebagai rumah bersama. []
Baca juga : Muslimah ABI Kota Pasuruan Jajaki Kerja Sama Pemberdayaan Perempuan dengan GOW
