Kegiatan ABI
Peringatan 10 Asyura 6 Juli 2025 di Semarang: Cahaya Al-Husain di Tengah Kezaliman

Semarang, 6 Juli 2025 — Ribuan umat Muslim dari berbagai daerah di Jawa Tengah menghadiri peringatan 10 Muharram 1447 H di MAC Ballroom, Jalan Majapahit No. 168, Gayamsari, Kota Semarang, Minggu (6/7). Acara yang diselenggarakan Yayasan Nuruts Tsaqolain ini berlangsung dari pukul 12.30-17.30 WIB dengan tema “Al-Husain, Cahaya Keadilan dalam Gelapnya Kezaliman”.
Ceramah Ustadz Abdullah Assegaf: Peristiwa Karbala Bukan Konflik Personal
Ustadz Abdullah Assegaf dalam ceramahnya menegaskan bahwa peristiwa Karbala sering disalahpahami sebagai konflik personal semata. “Ada yang terkadang beranggapan bahwa peristiwa yang begitu menyedihkan, peristiwa tragedi yang begitu menyakitkan hati ini, adalah peristiwa permusuhan, peperangan, konflik antara dua individu, dua pribadi, yaitu Imam Husain bin Ali dengan Yazid bin Muawiyah,” ujarnya.
Menurut Ustadz Abdullah, anggapan tersebut sangat keliru karena menganggap peristiwa itu hanya sebagai catatan sejarah masa lalu yang tidak memiliki hubungan dengan kehidupan umat manusia selanjutnya. “Kebangkitan dan perlawanan Aba Abdillah Husain itu bukan perlawanan Al-Husain sebagai individu yang melawan kekuasaan seorang berjubah yang duduk di singgasana di Damaskus. Akan tetapi kebangkitan ini, peristiwa lebih jauh dari hal tersebut,” jelasnya.
Kondisi Masyarakat Muslim Tahun 60 Hijriyah
Ustadz Abdullah menggambarkan kondisi masyarakat Muslim pada tahun 60 Hijriyah ketika Muawiyah bin Abi Sufyan mati. “Muawiyah bin Abi Sufyan mati mewariskan satu hal yang sangat buruk di tengah kehidupan kaum muslimin. Mewariskan moralitas yang jauh dari nilai dan norma yang diajarkan Baginda Rasul,” katanya.
Menurutnya, masyarakat pada masa itu cenderung menjalani kehidupan yang merasa nyaman dan aman, tetapi tidak peduli terhadap segala bentuk kezaliman, kesesatan, dan kejahatan yang berlaku di tengah mereka. “Keterpurukan ini adalah keterpurukan struktural. Artinya kerusakan mental dan moral dari atas turun ke bawah. Dari kekuasaan, yang turun pada kaum muslimin secara mayoritas,” paparnya.
Ustadz Abdullah menambahkan bahwa masyarakat menjauh dari Al-Quran dan enggan beramar ma’ruf nahi munkar, sementara Yazid mengumumkan dirinya sebagai khalifah tanpa melibatkan masyarakat. “Saat itu kaum mukminin bukan tidak mengenal Yazid, bukan tidak mengenal kerusakan gaya hidup domestik yang dianut oleh Yazid. Masyarakat mengenal pelanggaran-pelanggaran Yazid baik itu pelanggaran sisi agama, atau akhlak dan sebagainya,” jelasnya.
Lima Poin Perjuangan Imam Husain
Ustadz Abdullah menguraikan lima poin utama perjuangan Imam Husain:
Pertama, perjuangan Imam Husain terjadi sebagai respons terhadap keterpurukan moral dan kezaliman struktural dalam masyarakat Muslim. Mayoritas masyarakat pada masa itu, meskipun mengetahui kebejatan moral Yazid bin Muawiyah, memilih diam karena diliputi rasa takut dan apatisme, bahkan beberapa mendukung demi mendapatkan keuntungan.
Baca juga : Peringatan Tragedi Karbala 1447 H di Malang: Menyambut Rencana Ilahi dan Kebangkitan Spirit Perlawanan
Kedua, tujuan perjuangan Imam Husain bukanlah untuk kekuasaan pribadi, melainkan murni melakukan reformasi (ishlah) dan mengembalikan masyarakat kepada nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Imam Husain bangkit untuk menentang penguasa tiran (Yazid) yang secara terang-terangan melanggar ajaran Islam dan norma kemanusiaan.
Ketiga, tindakan Imam Husain dipandang sebagai perwujudan dari perintah ilahi untuk menegakkan keadilan dan merupakan aksi nyata dalam menyeru kebaikan serta mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) pada level tertinggi.
Keempat, perjuangan ini bertujuan melakukan edukasi dan ajaran pedoman untuk mengingatkan kembali masyarakat kepada Islam di tengah kehidupan masyarakat. “Dan ini adalah jalannya para Nabi, Baginda Rasulullah,” tegasnya.
Kelima, penolakan terhadap Yazid dimulai ketika Imam Husain berada di Madinah, kemudian dari Madinah ke Makkah dan menetap di sana. Di Makkah, Imam Husain melakukan tabligh dan perlawanan terhadap kekuasaan yang dipaksakan Yazid, yang kemudian mengancam akan membunuh Imam Husain.
Filosofi Perlawanan dengan “Besi”
Menjelaskan mengapa Imam Husain memilih jalan perang, Ustadz Abdullah mengutip ayat Al-Quran. “Wa anzalna hadid… dan Aku turunkan besi. Fihi baksun syadid… untuk melakukan pertahanan, ataupun melakukan penyerangan, ketika terjadi keadaan dimana peperangan itu harus dilakukan, dan besi itu memiliki banyak manfaat bagi manusia,” katanya.
Ustadz menjelaskan bahwa Al-Husain awalnya melawan kekuatan dengan penjelasan, membawa kitab, dengan mizan (timbangan) perbandingan yang dijelaskan kepada masyarakat. “Tetapi terkadang yang dijelaskan itu tidak berguna, kekuasaan begitu kuat memberikan tekanan kepada masyarakat. Sehingga, mereka tidak mau mendengarkan keterangan. Maka jalan inilah yang dipilih Al-Husain,” jelasnya.
Makna Pengorbanan di Karbala
Ustadz Abdullah menekankan bahwa kematian dan darah yang ditumpahkan di Karbala akan menjadi kenangan sepanjang sejarah. “Ini bukan masalah antara mati dan hidup, ini masalah bagaimana melakukan tugas Allah SWT yang diamanatkan kepada para Nabi dan pengikutnya,” katanya.
Meskipun Imam Husain mengetahui dan dipastikan akan terbunuh dengan pembunuhan yang diawali penderitaan luar biasa, beliau tetap memilih jalan tersebut. “Dengan berbagai konsekuensi, berhasil menunaikan tugas yang ditempuh Al-Husain, yaitu jalan Rasulullah SAW, dan ayahnya Ali bin Abi Thalib,” tambahnya.
Penutup dan Doa
Menutup ceramahnya, Ustadz Abdullah berharap ketika meninggalkan tempat ini, semua peserta diampuni oleh Allah SWT. Beliau juga mendoakan agar Allah memerdekakan Palestina, mempanjangkan usia Imam Ali Khamenei, serta menyegerakan kehancuran kekuasaan batil di muka bumi, Amerika dan Zionis Israel.
Acara peringatan 10 Asyura ini menunjukkan antusiasme tinggi umat Muslim Jawa Tengah dalam memaknai nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan Imam Husain sebagai inspirasi menghadapi tantangan zaman.
Peringatan 10 Asyura di Semarang tahun ini tidak hanya menjadi ajang mengenang tragedi Karbala, tetapi juga momentum untuk memperbarui komitmen terhadap nilai keadilan, keberanian moral, dan persatuan lintas iman. Imam Husain as., dalam pengorbanannya, tetap menjadi simbol cahaya yang menuntun umat manusia menembus gelapnya kezaliman. []
Baca juga : Peringatan Tragedi Karbala di Jawa Timur: Penegasan Spirit Perlawanan terhadap Kezaliman