Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

#PODCAST | Billboard Prabowo di Tel Aviv, Untuk Apa?

Jakarta, 4 Oktober 2025 – Podcast Ahlul Bait Indonesia (ABI) kembali hadir pada Kamis malam (2/10) dengan tema yang langsung menyita perhatian publik: “Billboard Prabowo di Tel Aviv, Untuk Apa?”. Episode ini dipandu oleh Billy Joe dan menghadirkan Wakil Ketua Umum ABI, Ustadz Ahmad Hidayat, yang secara mendalam mengulas fenomena di balik pemasangan baliho yang memicu polemik di tanah air.

Kontroversi ini berawal dari pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di akhir September lalu. Hanya sehari setelah pidato tersebut, sebuah baliho raksasa bergambar Presiden Indonesia muncul di pusat kota Tel Aviv. Dalam baliho itu, wajah Prabowo dipajang sejajar dengan tokoh-tokoh dunia seperti mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, serta sejumlah pemimpin Arab.

Kemunculan baliho tersebut sontak memantik perdebatan luas di dalam negeri. Publik mempertanyakan pesan politik yang hendak disampaikan, bahkan muncul berbagai analisa bahwa pemasangan baliho itu dapat ditafsirkan sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap Israel, sebuah isu yang sensitif di tengah penderitaan berkepanjangan yang dialami rakyat Palestina.

Palestina: Isu Keadilan, Bukan Sekadar Perdamaian

Menjawab pertanyaan host tentang bagaimana melihat fenomena billboard di Tel Aviv, Ustadz Ahmad Hidayat membuka analisisnya dengan menekankan bahwa konflik Palestina tidak bisa dipahami secara sempit atau hanya dilihat dari peristiwa hari ini.

“Hampir delapan dekade rakyat Palestina hidup dalam kondisi mengenaskan. Kata ‘damai’ tanpa keadilan hanyalah pembenaran untuk pembunuhan dan penindasan,” tegasnya.

Menurut Ustadz Ahmad, kemunculan billboard Presiden Prabowo di Tel Aviv merupakan bagian dari propaganda yang menggunakan retorika damai, namun pada praktiknya justru menguntungkan kepentingan Zionis Israel.

Beliau menegaskan, bangsa Indonesia seharusnya menempatkan isu Palestina dalam kerangka kemanusiaan dan ajaran universal semua agama, yakni menolak penjajahan dalam bentuk apa pun. Sikap ini, lanjutnya, juga sejalan dengan konstitusi Indonesia yang sejak awal berdiri menegaskan penolakan terhadap segala bentuk kolonialisme.

Respon Netizen dan Alasan Kritik

Menurut Ustadz Ahmad, kemunculan billboard Presiden Prabowo di Tel Aviv segera memicu perdebatan sengit di ruang publik. Beliau mencatat, mayoritas warganet justru menolak, bahkan tak sedikit yang melontarkan kritik keras terhadap kepala negara. Fenomena ini, katanya, wajar terjadi karena memiliki landasan yang jelas.

Salah satunya adalah isi pidato Prabowo di Sidang Umum PBB akhir September lalu. Dalam pidato itu, Presiden menegaskan dukungan terhadap solusi dua negara dengan syarat Israel mendapat jaminan keamanan. Bagi Ustadz Ahmad, narasi tersebut memberi ruang legitimasi kepada Israel tanpa menyentuh aspek paling mendasar, yaitu penegakan keadilan bagi rakyat Palestina.

Kedua, tak lama setelah pidato itu, sebuah baliho raksasa terpampang di pusat kota Tel Aviv. Baliho tersebut menampilkan foto Presiden Prabowo berdampingan dengan tokoh-tokoh negara yang tergabung dalam kelompok Abraham Accord. Menurut Ustadz Ahmad, pemasangan baliho itu seolah menjadi respons langsung atas pernyataan Prabowo di PBB.

Langkah tersebut, lanjutnya, membangun kesan kuat bahwa Indonesia kini digiring untuk berdiri di barisan pro-Zionis, meskipun maksud awal pidato Presiden mungkin berbeda.

Alasan ketiga yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah pertimbangan politik yang dinilai terlalu tergesa. Ustadz Ahmad menegaskan, perdamaian sejati tidak akan pernah tercapai bila prinsip keadilan ditanggalkan.

“Semua resolusi damai yang digagas selama puluhan tahun selalu gagal karena tidak didirikan di atas fondasi keadilan,” ujarnya.

Ustadz Ahmad juga mengingatkan, sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini, hampir 70 ribu rakyat Palestina telah menjadi korban, mulai dari anak-anak, perempuan, hingga orang tua. “Pertanyaan besar kita: benarkah para pemimpin dunia, termasuk Presiden Prabowo, benar-benar ingin menghadirkan damai, sementara prinsip keadilan diabaikan?” katanya.

Baca juga : Beragama Maslahat dalam Pelestarian Lingkungan: Dari Spiritualitas ke Kesadaran Publik

Proposal Trump: Damai yang Menghilangkan Kedaulatan

Billy Joe kemudian menyinggung isi proposal Donald Trump terkait Gaza yang diduga menjadi latar dari pemasangan baliho di Tel Aviv. Menanggapi hal itu, Ustadz Ahmad Hidayat menjelaskan secara rinci mengapa rencana yang disebut Trump’s Peace Plan tersebut tidak bisa disebut adil.

Menurutnya, skema yang ditawarkan justru semakin merugikan rakyat Palestina. Pertama, Israel tetap menguasai sekitar 80 persen wilayah Palestina, sementara pemilik sah tanah itu hanya diberi sisa 20 persen. Kedua, nasib bangsa Palestina tidak ditentukan oleh mereka sendiri, melainkan diserahkan kepada negara-negara lain yang ditunjuk. Ketiga, Palestina bahkan dilarang memiliki pertahanan, senjata dilucuti, dan urusan keamanan diserahkan kepada pihak luar.

Ustadz Ahmad menggambarkan kondisi itu dengan perumpamaan sederhana:

“Bayangkan, saya punya tanah. Tanah ini wajib saya jaga. Tetapi malah harus saya serahkan kepada pihak lain, yang perlahan-lahan justru mencuri sedikit demi sedikit. Apakah ini adil?” tegasnya.

Beliau menekankan, jika pemerintah Indonesia ikut menerima skema seperti ini, berarti secara tidak langsung mengingkari amanat konstitusi.

“Perdamaian dunia dalam UUD 1945 harus berdasarkan keadilan. Proposal Trump jelas tidak berpihak pada keadilan,” ujarnya.

Dukungan Negara Arab: Alasan yang Lemah

Terkait alasan bahwa sejumlah negara Arab juga mendukung proposal Trump, Ustadz Ahmad menilai hal itu tidak relevan. Beliau menjelaskan, sejak kekalahan perang enam hari tahun 1967, para pemimpin Arab hidup dalam trauma politik dan ketergantungan kepada Amerika Serikat.

“Raja-raja Arab tidak lagi berdaulat. Mereka bertahan karena dipelihara Amerika. Pertanyaan kita: apakah Indonesia mau ikut jalan yang sama?” katanya.

Menurutnya, menjadikan dukungan negara Arab sebagai pembenaran adalah sikap ahistoris dan bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia.

Kritik terhadap Sikap Prabowo

Ustadz Ahmad khawatir Presiden Prabowo salah membaca peta geopolitik. Menurutnya, jika Indonesia memilih jalan kompromi dengan Israel, hal itu bisa menjadi:

1. Penghinaan terhadap umat Islam Indonesia, yang 80% dari total penduduk.

2. Pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang menolak penjajahan.

3. Penghilangan sejarah Indonesia yang sejak awal konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.

“Kalau Presiden menerima usulan Donald Trump, itu kiamat besar. Kita seakan-akan menjadi negara ahistoris, mengingkari darah para syuhada bangsa yang menolak penjajahan,” tegasnya.

Seruan kepada Masyarakat

Di akhir sesi, Ustadz Ahmad menyerukan agar elemen bangsa bersatu untuk menegaskan sikap.

“Ormas Islam, kelompok sosial, agama-agama lain yang cinta kemerdekaan harus bersatu. Kalau perlu, rakyat turun dengan damai, demonstrasi besar-besaran dari Aceh sampai Papua. Tegaskan bahwa rakyat Indonesia menolak solusi dua negara,” katanya.

Beliau menegaskan, bahkan Israel sendiri menolak solusi dua negara. Proposal Trump pun tidak lagi menyebutnya. Karena itu, menurutnya, Indonesia tidak punya alasan logis untuk mendukung skema yang hanya menguntungkan Zionis.

Penutup

Episode podcast “Billboard Prabowo di Tel Aviv, Untuk Apa?” menghadirkan perbincangan yang tajam mengenai posisi Indonesia di tengah konflik Palestina–Israel. Ustadz Ahmad Hidayat menegaskan bahwa akar persoalan bukan semata persoalan damai atau tidak damai, melainkan ada atau tidaknya keadilan yang ditegakkan.

Baginya, kemunculan billboard Presiden Prabowo di Tel Aviv mencerminkan ancaman serius: Indonesia berpotensi dipersepsikan sebagai bagian dari legitimasi penjajahan. Karena itu, Ustadz Ahmad mengingatkan agar Presiden berhati-hati dalam menentukan arah politik luar negeri, terutama menyangkut isu Palestina yang sensitif di mata rakyat Indonesia.

Podcast ini pun ditutup dengan pesan yang tegas, bahwa sejak awal berdirinya, bangsa Indonesia berpijak pada prinsip menolak segala bentuk penjajahan. Prinsip itu, kata Ustadz Ahmad, tidak boleh dikompromikan, apalagi atas nama “perdamaian” yang sejatinya palsu. []

Simak videonya secara lengkap dalam tautan ini. Billboard Prabowo di Tel Aviv, Untuk Apa?

Baca juga : Kesbangpol Hadiri Pelantikan Muslimah ABI Samarinda dan Rakercab 2025