Kegiatan ABI
#PODCAST Spesial HUT ke-80 RI: ABI Optimistis Menatap Masa Depan Indonesia
Jakarta, 16 Agutus 2025 – Memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Ahlul Bait Indonesia (ABI) menggelar podcast spesial bertajuk “ABI Optimis Menatap Masa Depan Indonesia” pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Podcast yang dipandu Billy Joe ini menghadirkan Wakil Ketua Umum ABI, Ustadz Ahmad Hidayat, sebagai narasumber.
Dalam perbincangan, Ustadz Ahmad menyampaikan refleksi kritis atas perjalanan bangsa: merefleksikan makna kemerdekaan, mengulas persoalan kemiskinan dan korupsi, hingga menekankan pentingnya persatuan serta toleransi.
80 Tahun Kemerdekaan: Syukur dan Catatan Kritis
Ustadz Ahmad membuka diskusi dengan ungkapan syukur atas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang masih bertahan hingga usia 80 tahun. Namun, beliau menilai cita-cita besar Pancasila belum sepenuhnya terwujud.
Salah satu masalah mendasar adalah kemiskinan. Data BPS 2024 mencatat 8 persen penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan hanya Rp2.000 per hari. Laporan Bank Dunia bahkan menyebut 68 persen warga masih tergolong miskin, setara 180–190 juta jiwa.
“Ini perlu kajian serius, apakah data resmi sudah sesuai dengan realitas sosial,” ujarnya.
Korupsi juga menjadi sorotan. Beliau menyebut praktik korupsi sebagai “penyakit kronis” yang merusak sendi bangsa sekaligus bentuk pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan dalam Pancasila.
Persatuan, Toleransi, dan Ancaman Disintegrasi
Menyinggung sila “Persatuan Indonesia,” Ustadz Ahmad menyoroti rendahnya indeks toleransi nasional. Ia menilai penegakan hukum terhadap ujaran kebencian berbasis agama, suku, maupun budaya masih lemah, bahkan jika pelakunya aparatur negara.
“Kalau masyarakat hanya dipandang mayoritas dan minoritas demi kepentingan politik, maka perilaku politik kita akan kacau,” tegasnya.
Beliau juga menyinggung kontroversi penggunaan bendera bergambar tengkorak saat perayaan kemerdekaan. Menurutnya, fenomena itu melambangkan masalah sosial yang belum tuntas di balik kemeriahan simbolik kemerdekaan.
Oligarki dan Kebijakan yang Meminggirkan Rakyat
Ustadz Ahmad menyebut oligarki sebagai hambatan utama penyelesaian masalah bangsa. Menurutnya, banyak kebijakan pemerintah masih terlalu kompromistis terhadap kepentingan kelompok elit.
“Rakyat kecil justru sering dikorbankan, misalnya melalui penggusuran dalam proyek strategis nasional,” kritiknya.
Baca juga : Wawancara Eksklusif: Syiah, Pesantren, dan Ormas ABI di Jepara sebagai Ruang Harmoni
Kontribusi ABI: Pemberdayaan dan “Agama Maslahat”
Sebagai organisasi masyarakat, ABI berkomitmen aktif dalam pembangunan nasional melalui pemberdayaan. Salah satu programnya adalah pendidikan politik bagi komunitas Syiah agar memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
ABI juga merumuskan konsep “agama maslahat,” paradigma Islam yang bermanfaat bagi seluruh kehidupan masyarakat dan sejalan dengan Pancasila.
“Kita ingin menghadirkan tafsir Pancasila dari perspektif teologis Islam, tanpa bertentangan dengan dasar negara,” jelasnya.
Partisipasi dan Hak yang Setara
Ustadz Ahmad menegaskan seluruh warga negara, termasuk minoritas, berhak berkontribusi dalam pembangunan. Waketum ABI itu menyerukan regulasi yang mendukung rekonsiliasi antar-kelompok untuk mencegah diskriminasi dan stigma yang berpotensi mengganggu persatuan maupun iklim investasi.
“Bayangkan kalau pemerintah memberi ruang bagi semua pihak, termasuk ABI. Itu akan memperkuat harmoni sosial,” ujarnya.
Harapan ke Depan
Menatap masa depan, Ustadz Ahmad menekankan konsolidasi nasional, transparansi pemerintah, pendidikan politik rakyat, serta penegakan hukum yang tegas. Beliau juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap prostitusi dan narkoba.
Meski banyak kritik, optimisme tetap ia pegang.
“Dengan segala kesulitan selama 80 tahun, faktanya kita masih bertahan hidup. Saya percaya rakyat Indonesia mampu menghadapinya,” tegasnya.
Pesan untuk Masyarakat
Kepada masyarakat, khususnya komunitas Syiah, Ustadz Ahmad berpesan agar menjadikan pengabdian kepada bangsa sebagai bentuk ibadah.
“Membangun kehidupan harmonis sama pentingnya dengan ibadah puasa atau haji,” ujarnya.
Beliau menutup dengan pesan Imam Husain: “Kalau kamu melihat ada orang yang terusir dari kampungnya, maka ingatlah aku.”
Penutup
Podcast ini menegaskan wajah ABI sebagai ormas yang tak hanya kritis terhadap persoalan bangsa, tetapi juga menawarkan optimisme dan jalan keluar. Pandangan Ustadz Ahmad Hidayat merangkum dua pesan besar: bangsa ini masih menyimpan luka yang dalam, termasuk kemiskinan, korupsi, intoleransi, dan oligarki, namun di saat yang sama, masih punya daya tahan dan modal sosial yang besar untuk bangkit.
Menurutnya, keterlibatan ormas, keterbukaan pemerintah, dan partisipasi rakyat adalah kunci untuk memastikan 80 tahun kemerdekaan tidak berhenti pada seremoni, melainkan menjadi momentum perbaikan besar-besaran.
“Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jangan sampai terjadi kekecewaan. Tetapi kalau negara ini dibiarkan tanpa keterbukaan antara aparatur dan rakyatnya, maka kekecewaan massal bisa terjadi,” ujarnya tegas.
ABI melihat harapan bukan pada elit yang berkuasa, melainkan pada keberanian rakyat dan pemerintah untuk membuka ruang dialog, membangun keadilan, dan menghidupkan kembali cita-cita pendiri bangsa. Dengan konsolidasi nasional yang inklusif, Indonesia diyakini mampu menapaki jalan menuju kemerdekaan yang sejati: negara yang adil, beradab, dan harmonis. []
