Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

Prof. Din Syamsuddin Menerima Kunjungan Silaturahmi DPW ABI DKI Jakarta

Prof. Din Syamsuddin Menerima Kunjungan Silaturahmi DPW ABI DKI Jakarta

Jakarta, 05 Oktober 2025 – Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA, tokoh ternama dari Muhammadiyah, menerima kunjungan silaturahmi dari Dewan Pimpinan Wilayah Ahlulbait Indonesia (DPW ABI) DKI Jakarta, yang didampingi oleh sejumlah pengurus dan perwakilan organisasi, pada Jumat, 03 Oktober 2025, pukul 13.30 hingga 16.00 WIB di Dea Malela Fondation, Jakarta.

Kunjungan ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar tokoh agama dan organisasi keagamaan, sekaligus menjajaki peluang kolaborasi dalam bidang pendidikan agama, pemberdayaan masyarakat, dan advokasi keumatan. Acara ini menjadi bukti nyata dari semangat dialog antar elemen umat Islam untuk menciptakan harmoni sosial dan memperkuat persatuan di tengah keberagaman pemahaman agama.

Delegasi dari DPW ABI DKI Jakarta dipimpin oleh Anis Muhamad sebagai Ketua, didampingi oleh Bambang Irianto (Sekretaris), Abdul Hakim (Wakil Sekretaris), Srie Wahyuniatie (Bendahara), Azhar Ady Purna (Ketua Departemen Kaderisasi), dan Pasky Wicaksono (Humas).

Baca juga : Beragama Maslahat dalam Pelestarian Lingkungan: Dari Spiritualitas ke Kesadaran Publik

Kunjungan ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua DPP ABI, Ust Ahmad Hidayat, Sekretaris Dewan Penasihat ABI, Ust Dr. Hasyim Adnan, serta perwakilan dari DPD ABI Kota Jakarta Timur yang dipimpin H. Chalimi (Ketua), DPD ABI Kota Jakarta Utara yang diwakili La Hamade (Humas), Pimwil Muslimah ABI DKI Jakarta yang dipimpin Margie Ismail (Ketua) dan Majzda Zakiyya BSA (Sosekbudhum), serta Pimwil Pandu ABI DKI Jakarta yang diwakili Muhammad Syukri (Ketua). Kehadiran perwakilan lintas tingkatan organisasi ini mencerminkan komitmen ABI untuk membangun sinergi yang inklusif dengan berbagai pihak.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin berbagi pengalaman panjangnya dalam membangun persatuan umat.

“Pada tahun 2014, saya menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga 2015. Pada tahun 2015, saya diangkat menjadi Dewan Pertimbangan MUI yang anggotanya 99 orang, 70 di antaranya Ketua Umum ormas-ormas Islam. Saat itu, saya memasukkan Ust Hasan Dalil (Ketua ABI saat itu). Karena yang saya inginkan adalah seluruh elemen umat Islam bisa duduk bersama, bersatu, walaupun ada perbedaan di antara kita.”

“Namun, sebagai seseorang yang belajar sejarah Islam, saya menyimpulkan, kita umat Islam ini, pada dasarnya, pada akidah itu satu: satu Allah, satu Nabi, satu Kitab Suci Al Qur’an, termasuk kiblat arah sholat. Walaupun ada perbedaan-perbedaan, tidak terlalu berada pada tataran ushuli, asal-asal atau dasar-dasar agama,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Saya merasa, bahkan di forum internasional, saya deklarasikan dua hal: لستُ أَنَا سُنِّيًّا وَلَا شِيعِيًّا بَلْ إِسْلَامِيًّا (lastu anā sunnīyan wa lā shī‘īyan bal islāmīyan). Ini mirip-mirip slogan revolusi Iran: لَا شَرْقِيَّة وَلَا غَرْبِيَّة بَلْ إِسْلَامِيَّة (lā sharqiyyah wa lā gharbiyyah bal islamiyyah). Jadi لَا سُنِّي (lā sunnī) لَا شِيعِي (lā shī‘ī) بَلْ إِسْلَامِي (bal islāmī).”

“Saya juga pernah mengutip ucapan Syekh Ramadhan Al Buthi: أَنَا شِيعِيٌّ فِي مَحَبَّةِ آلِ رَسُولِ اللَّهِ (anā shī‘īyun fī mahabbati āli rasūlillāh), saya syiah dalam mencintai keluarga Rasulullah, وَأَنَا سُنِّيٌّ فِي مَحَبَّةِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ (wa anā sunnīyun fī mahabbati aṣḥābi rasūlillāh), saya sunni dalam mencintai sahabat Rasulullah.”

Prof. Syamsuddin juga menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan tokoh-tokoh Syiah secara internasional.

“Saya banyak bergaul dengan tokoh-tokoh Syiah. Ketika sekolah di Amerika Serikat, saya mempelajari bahasa Persia, alhamdulillah bahasa Persia saya pernah saya pakai di konferensi مجمع تقريب المذاهب الإسلامية (Majma‘ Taqrīb lil Mazāhib al Islāmiyyah), pada zaman Ayatollah Ali Taskhiri, beliau sering saya undang ke Jakarta dan sering datang.”

“Sekarang digantikan الأمين العام لمجمع تقريب المذاهب الإسلامية (al Amīn al ‘Ām li Majma‘ Taqrīb al Mazāhib al Islāmiyyah) Ayatollah Haamid Syakhriyari, dua kali bertemu dengan saya di Jakarta, dan sering bertemu di forum-forum internasional.”

“Kedutaan Iran sejak 2000an sering datang ke Muhammadiyah, dan jika ada tamu dari Iran, mereka dimampirkan ke Muhammadiyah. Satu waktu, Ayatollah Jannati, orang kedua setelah Imam Ali Khamanei, yang kini menjabat sebagai Ketua مجلس نگهبان (Majlis-i Nigahbān), duduk satu meja makan malam sama saya di rumah duta besar Iran dekat Sunda Kelapa, saya akrab ya,” tuturnya.

Ia juga menceritakan pengalamannya di pertemuan Dewan Penasihat MUI dengan membawakan fatwa Ulama dunia,

“Saya membawa buku, dalam bahasa arab, fatwa dari مجمع الفقه الإسلامي العالمي (Majma‘ al Fiqh al Islāmī al ‘Ālamī) di bawah naungan منظمة التعاون الإسلامي (Munazzamat al Ta‘āwun al Islāmī) dan اكاديمية آل البيت لعلوم الإسلامية (Akādīmiyat Āl al Bayt lil ‘Ulūm al Islāmiyyah) di bawah Raja Abdullah, bahwa fatwa tersebut menyatakan ثمانية المذاهب لا يجوز تكفيرها (tsamāniyatul mazāhib lā yajūzu takfīruhā) ada delapan mazhab, termasuk الإباضية (al Ibāḍiyyah), الشيعة الإثنا عشرية (al Shī‘ah al Ithnā ‘Ashariyyah), الظاهرية (al Ẓāhiriyyah), dan الزيدية (al Zaydiyyah), tidak boleh dikafirkan.”

Prof Syamsuddin melanjutkan, “Jadi saya bilang dalam pertemuan Dewan Penasihat pada Rakernas MUI itu, apa alasan kita menolak saudara-saudara Syiah? Ini ada fatwa ulama dunia!.” tegasnya.

Anis Muhamad, Ketua DPW ABI DKI Jakarta, menyampaikan, “Kunjungan ini merupakan program kerja DPW ABI DKI Jakarta, senang sekali atas sambutan Prof Din Syamsuddin. Kita juga telah melakukan kunjungan ke beberapa ormas seperti MUI DKI Jakarta, PWNU DKI Jakarta, PWM DKI Jakarta, Ansor DKI Jakarta, dan lainnya, serta ke lembaga-lembaga pemerintah seperti Bakesbangpol DKI Jakarta.

“Intinya, kami berbesar hati memiliki tokoh agama seperti Prof Din Syamsuddin, yang memiliki pandangan inklusif dengan jiwa besar serta melihat perbedaan kaum muslimin yang merupakan fakta di dunia Islam ini harus dijaga, bahkan ulama Al Azhar, Ahmad Thoyyib, menyebutkan bagai dua sayap kedua mazhab Islam sunni dan syiah ini.” tambahnya.

Baca juga : Kesbangpol Hadiri Pelantikan Muslimah ABI Samarinda dan Rakercab 2025

“Ini memang dua mazhab yang sudah eksis sejak lama, dan ini harus diterima secara terbuka, dan juga harus didekatkan. Artinya, upaya-upaya untuk menjauhkannya yang dilakukan musuh Islam itu harus dicounter.” lanjutnya.

Ust Ahmad Hidayat, Wakil Ketua DPP ABI, menambahkan, “Alhamdulillah 20 tahun berjalan berdirinya, ABI ini sudah ada di 30 Provinsi, 150 di Kabupaten/Kota. Ini juga atas pertimbangan ukhuwah, hampir-hampir tidak ada Kabupaten/Kota yang tidak ada pengikut Mazhab Ahlulbait atau Syiah di Indonesia.”

“Ada fatwa dari Imam Ali Khamanei, jika kamu menyampaikan kebenaran, tapi kebenaran itu yang kamu sampaikan menimbulkan perpecahan, lebih baik menunda kebenaran itu demi mempertahankan persatuan. Karena beliau mengajarkan kepada kami, yaitu betul-betul mengedepankan persatuan di atas segala-galanya. Persatuan adalah sumber kekuatan.” tegasnya.

Ust Ahmad Hidayat juga menjelaskan tiga pokok utama program kerja ABI, “ABI ini memiliki besaran program. Pertama adalah, membangun hubungan baik dengan negara. Dan alhamdulillah ABI sudah terdaftar secara resmi di Kementerian Dalam Negeri sebagai Ormas Islam berupa SKT, juga diberi rekomendasi dari Kementerian Agama sebagai Ormas Islam. Juga struktur ABI di tingkat wilayah, kabupate dan kota terdaftar di Kesbangpol.

“Program ABI yang kedua adalah, membangun dan memoderasi hubungan sesama masyarakat, yaitu kelompok apapun, agama apapun dll. Ini terinspirasi dari perkataan Imam Ali, samua manusia bersaudara, kalau tidak karena seagama, (maka bersaudara karena) sama-sama makhluk Allah Swt. Ini betul-betul menjadi spirit yang melandasi kerja-kerja kami di ABI.” tambahnya.

Ketiga ialah internal masyarakat pemeluk mazhab Syiah. Kami mencoba menghimpun pemeluk Syiah di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua.” jelasnya.

Prof. Syamsuddin menutup dengan pesan, “Kalau saya boleh berpesan kepada ABI, perlu dirumuskan program yang bersifat dakwah. Dirancang strategi dakwah bil hikmah. Dalam rangka dakwah itu, lebih baik memperbanyak kawan daripada lawan. Bila perlu hindari lawan-lawan. Hindari perdebatan, apalagi di kalangan yang tidak paham.”

“Perlu juga lakukan dakwah yang kelembagaan, seperti membangun lembaga sekolah modern.”

“Yang perlu juga diperhatikan adalah hindari konflik dengan negara dan pemerintah. Pastikan kita berada pada koridor basis negara yaitu Pancasila dan UUD 45. Kalau hukum-hukum negara boleh kita kritik melalui sidang di MK.” jelasnya.

Ust Ahmad Hidayat menambahkan, “Salah satu ciri pemeluk mazhab Syiah di dunia, termasuk Indonesia, ialah kepatuhan pada Marja’. Ada fatwa dari Sayyid Ali Khamanei, yang menyebutkan, bahwa patuh kepada hukum negara dimana anda berada, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka wajib mematuhi hukum yang berada di negara anda. Ini fatwa yang mengikat penganut Syiah.” tutupnya.

Acara pertemuan diawali dengan sambutan hangat dari Prof Din Syamsuddin dengan hidangan makan siang bersama DPW ABI DKI Jakarta beserta rombongan, diakhiri dengan pemberian buku Manifesto ABI dan foto bersama sebagai tanda kesepakatan untuk melanjutkan dialog dan kerja sama di masa depan. []

Baca juga : Pelantikan Pengurus Baru DPD ABI Jakarta Selatan 2024–2029 Resmi Digelar, Diawali Rakerda

Continue Reading