Ikuti Kami Di Medsos

Kegiatan ABI

Ustadz Zahir Yahya: Keteladanan sebagai Metode Utama Pendidikan Anak dalam Islam

Jakarta, 21 Desember 2025 — Pendidikan menempati posisi sentral dalam Islam sebagai sarana merawat, menumbuhkan, dan mengaktualisasikan potensi batin manusia sejak usia dini. Bukan semata transfer pengetahuan, pendidikan dipahami sebagai proses pembentukan perilaku, nilai, dan kesadaran religius yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Karena itu, persoalan pendidikan tidak hanya menyangkut penting atau tidaknya pendidikan itu sendiri, tetapi juga bagaimana pendidikan dijalankan dan metode apa yang digunakan dalam proses tersebut. Pada titik inilah, pendidikan bersentuhan langsung dengan hakikat manusia: bagaimana manusia belajar, meniru, dan membentuk dirinya melalui interaksi dengan lingkungan serta figur-figur yang dihadapinya.

Berangkat dari pemahaman tersebut, Ustadz Zahir Yahya menegaskan bahwa metode teladan dan keteladanan merupakan pendekatan paling efektif dalam pendidikan anak sejak dini menurut perspektif Islam. Di antara berbagai metode pendidikan seperti imitatif, indoktrinatif, gradual, dan praktis, keteladanan dinilai paling selaras dengan kecenderungan dasar manusia serta paling berpengaruh dalam pembentukan perilaku religius.

Pandangan tersebut disampaikan Ustadz Zahir Yahya dalam webinar bertema “Pendidikan Sejak Dini dalam Perspektif Islam ala Sayyidah Fatimah a.s.” yang diselenggarakan Yayasan Mutiara Ilmu Boarding School (MI CAMP) bekerja sama dengan Pimnas Muslimah ABI dan DPP ABI, Sabtu (20/12), pukul 15.00 WIB.

Pendidikan Islam: Penting dan Harus Tepat Metode

Dalam pemaparannya, Ustadz Zahir menjelaskan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses merawat dan menumbuhkan potensi batin yang telah ada dalam diri setiap manusia. Pendidikan, baik secara umum maupun keagamaan, sejak dahulu hingga kini selalu menjadi perhatian lintas zaman, masyarakat, dan bangsa. Pendidikan agama, menurutnya, diarahkan untuk membentuk dan mengaktualisasikan perilaku religius dalam diri seseorang.

Islam menaruh perhatian besar pada pendidikan sebagai sarana aktualisasi potensi batin manusia. Namun, Ustadz Zahir menegaskan bahwa selain urgensi pendidikan itu sendiri, terdapat aspek lain yang tidak kalah penting, yakni metode pelaksanaannya.

“Masalah utama bukan hanya apakah pendidikan itu penting, tetapi bagaimana pendidikan itu dijalankan,” ujarnya.

Karena itu, pemilihan metode pendidikan menjadi persoalan krusial yang harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, mulai dari orang tua, keluarga, guru, praktisi pendidikan, hingga lembaga dan yayasan pendidikan.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa dalam praktik pendidikan dikenal beragam pendekatan, mulai dari yang bersifat imitatif, indoktrinatif, gradual, hingga praktis. Di antara berbagai metode tersebut, beliau menekankan pentingnya metode teladan dan keteladanan, yakni pendidikan melalui contoh nyata, sebagai pendekatan yang paling fundamental.

Keteladanan dan Fitrah Meniru Manusia

Menurut Ustadz Zahir, metode teladan dan keteladanan dipandang efektif karena selaras dengan kecenderungan alami manusia untuk meniru figur yang dianggap ideal atau sempurna. Kecenderungan ini berlaku lintas bidang, baik agama, sosial, politik, seni, maupun olahraga.

“Metode keteladanan sejalan dengan kecenderungan paling mendasar dalam diri manusia, karena setiap orang secara fitri dibekali kecenderungan untuk menyukai dan menuju kesempurnaan,” terangnya.

Manusia, lanjutnya, secara naluriah akan mencari dan mengejar apa yang dipandang sebagai kesempurnaan. Karena itu, ketika melihat kelebihan pada sosok panutan, setiap orang cenderung berusaha meneladani mereka dalam kehidupan pribadi dan sosial. Dorongan untuk meniru tersebut bukanlah kebetulan, melainkan kecenderungan yang melekat pada diri setiap manusia.

Al-Qur’an, menurutnya, secara konsisten menggunakan pendekatan teladan dan keteladanan. Allah SWT menghadirkan figur-figur teladan positif seperti Rasulullah SAW, Nabi Ibrahim a.s., Asiah istri Fir’aun, dan Sayyidah Maryam. Sebaliknya, Al-Qur’an juga menyebut teladan negatif, seperti istri Nabi Nuh dan Nabi Lut, sebagai peringatan bagi umat manusia.

Sayyidah Fatimah a.s., Teladan Universal

Dalam konteks keteladanan tertinggi, Ustadz Zahir menempatkan Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s. sebagai figur teladan yang bersifat universal. Menurutnya, Sayyidah Fatimah bukan hanya teladan bagi manusia biasa, tetapi juga bagi manusia-manusia suci.

Ketua Umum ABI itu mengutip sabda Imam Zaman a.j.f.: “Wa fi ibnati Rasulillah SAW li uswatun hasanah” — pada putri Rasulullah SAW terdapat teladan yang baik. Pernyataan ini, menurutnya, menegaskan posisi sentral Sayyidah Fatimah a.s. dalam pendidikan berbasis keteladanan.

Keluarga sebagai Institusi Pendidikan Pertama

Ustadz Zahir menegaskan bahwa keluarga memegang peran paling mendasar dalam pendidikan anak. Karena anak pertama kali tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, maka pendidikan tahap awal menjadi tanggung jawab yang tidak dapat sepenuhnya dialihkan kepada sekolah atau madrasah.

“Pembahasan tentang metode keteladanan dalam pendidikan membawa kita pada kesimpulan bahwa keluarga, sebagai lingkungan pertama tempat anak tumbuh dan dibesarkan, memainkan peran yang sangat mendasar dalam proses pendidikan,” jelasnya.

“Lembaga pendidikan formal berfungsi melengkapi, bukan menggantikan, peran keluarga,” tegasnya.

Beliau merujuk pada Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 tentang kewajiban menjaga diri dan keluarga dari api neraka, serta surat Thaha ayat 132 yang memerintahkan kepala keluarga membimbing keluarganya mendirikan shalat dengan kesabaran.

Tahapan Kesadaran Beragama Anak

Menurut Ustadz Zahir, masih terdapat aspek lain dalam konteks metode keteladanan yang patut diperhatikan, yakni proses dan tahapan munculnya perasaan keagamaan, atau perasaan kebutuhan manusia terhadap agama.

“Perasaan kebutuhan terhadap agama dan nilai-nilai keagamaan tidak muncul secara instan, melainkan berkembang secara bertahap,” paparnya.

Dalam pendidikan agama, kesadaran beragama pada anak tumbuh secara gradual dan tidak bisa dipaksakan. Beliau membagi proses tersebut ke dalam tiga tahap.

Tahap pertama adalah perilaku dan imitasi. Pada tahap ini, anak menjalankan praktik, termasuk praktik keagamaan, dengan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua, terutama pada aspek lahiriah dan fisik.

Tahap kedua adalah emosional. Pada fase ini, anak mulai terpengaruh oleh penghayatan dan sikap emosional orang tua dalam beribadah. Anak tidak hanya mencatat praktik yang dilakukan, tetapi juga merekam suasana batin dan sikap emosional orang tua.

Tahap ketiga adalah nalar keagamaan (intelektual). Pada tahap ini, anak mulai memahami dan menerima ajaran agama secara rasional. Ketika beranjak remaja, kecenderungan yang semula bersifat emosional dan sensori berkembang menjadi penalaran kognitif.

Ketiga tahap tersebut, menurutnya, saling berkaitan. Kegagalan memberikan teladan pada tahap awal akan berdampak pada perkembangan tahap-tahap berikutnya.

Keteladanan Menentukan Efektivitas Pendidikan

Menutup pemaparannya, Ustadz Zahir menegaskan bahwa metode keteladanan merupakan cara paling alami dalam mendidik anak. Nasihat, sanksi, maupun sistem penghargaan akan kehilangan efektivitas jika tidak disertai contoh perilaku nyata dari orang tua dan pendidik.

“Dengan konsisten menampilkan perilaku yang benar di hadapan anak, mereka akan mulai meniru dan bertindak serupa. Sebaliknya, ketika keteladanan gagal ditunjukkan, berbagai teori sanksi dan penghargaan cenderung menjadi kurang efektif,” tegasnya.

Anak belajar perilaku baik dan buruk dengan mengamati dan meniru. Karena itu, setiap orang dewasa, sadar maupun tidak, berperan sebagai panutan.

“Suka atau tidak, orang tua adalah panutan utama bagi anak. Ketika perilaku yang benar tidak ditampilkan, nasihat, kata-kata, bahkan sanksi dan penghargaan pun berpotensi menjadi ikhtiar yang sia-sia,” pungkasnya.

Ustadz Zahir mengapresiasi Yayasan Mutiara Ilmu Unggul, MI CAMP, dan Muslimah Ahlulbait Indonesia (Muslimah ABI) atas terselenggaranya webinar tersebut, seraya berharap gagasan keteladanan ini melahirkan langkah-langkah praktis dalam pengembangan pendidikan Islam berbasis teladan di lingkungan keluarga dan komunitas Ahlulbait Indonesia. []

Continue Reading