Ikuti Kami Di Medsos

Mutiara Hikmah

Imam Khomeini: Kemajuan dengan Bergantung pada Barat Hanya Mitos

Imam Khomeini: Kemajuan dengan Bergantung pada Barat Hanya Mitos

Ahlulbait Indonesia – Di hampir setiap zaman dan negeri Islam, selalu ada gerakan yang menyerukan Amar Makruf Nahi Munkar. Namun, semua itu tidak banyak mengubah penetrasi Barat di negeri-negeri mereka. Sebagian gerakan hanya terbatas dalam lingkup teritorial masing-masing, sebagian lain hanya berfokus pada penyadaran spiritual Islam, dan ada pula yang sekadar mengubah cara berpikir umat. Secara umum, dunia Islam dirundung rasa frustrasi. Harapan untuk bangkit dan menegaskan identitas diri semakin jauh dan kabur.

Di tengah kelesuan dan pudarnya harapan itu, dunia Islam dikejutkan oleh Revolusi Islam Iran pada tahun 1979. Revolusi ini secara total mengubah tatanan politik Iran, baik dalam maupun luar negeri. Dominasi Barat (baca: Amerika Serikat), yang begitu kuat, hilang seketika tanpa bekas. Sistem pemerintahan monarki Pahlevi pun tumbang. Melalui revolusi yang spektakuler ini, Imam Khomeini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Iran yang Islami mampu berdiri sendiri tanpa bersandar pada dua kekuatan besar dunia saat itu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Ia menganggap Amerika Serikat sebagai “Setan Besar”—negara yang rakus dalam menguasai dunia dengan cara-cara licik dan jahat. Yang lebih menarik, sistem pemerintahan Iran pasca-revolusi menjadi sangat unik bagi Barat dan kebanyakan politisi dunia. Konsep Wilayatul Faqih, yang menjadi dasar pemerintahan Iran, tidak pernah ada dalam kamus politik mereka. Dengan demikian, Imam Khomeini benar-benar mengubah sebuah pemerintahan yang tadinya sangat bergantung pada Barat menjadi pemerintahan yang sepenuhnya mandiri.

Baca juga : Cara Memperkuat Hubungan dengan Allah Menurut Pemimpin Revolusi Islam

Imam Khomeini ingin menegaskan bahwa anggapan bahwa kemajuan suatu negara bergantung pada Barat hanyalah mitos yang menyesatkan. Beliau bertekad untuk menghancurkan mitos tersebut dan membuktikan bahwa negara Islam dapat berkembang tanpa ketergantungan pada kekuatan asing.

Analisis

Revolusi Islam Iran menjadi titik balik yang membuktikan bahwa sebuah negara dapat melepaskan diri dari pengaruh Barat dan membangun sistem pemerintahan yang berlandaskan nilai-nilai sendiri. Namun, kemandirian yang diperjuangkan Imam Khomeini juga menghadapi tantangan besar, termasuk embargo ekonomi, isolasi politik, dan tekanan militer dari negara-negara Barat.

Lebih dari empat dekade setelah revolusi, Iran tetap bertahan sebagai negara yang menolak dominasi Barat, meskipun menghadapi berbagai sanksi dan tekanan geopolitik. Hal ini menimbulkan perdebatan: apakah model kemandirian total seperti yang dianut Iran dapat diterapkan di negara lain, atau justru menciptakan tantangan baru? Sementara beberapa negara mencoba menempuh jalur serupa, banyak yang tetap memilih jalur kerja sama dengan Barat sebagai strategi pembangunan.

Revolusi Iran bukan hanya tentang perlawanan terhadap pengaruh asing, tetapi juga tentang bagaimana suatu bangsa mendefinisikan kemajuan berdasarkan prinsip dan identitasnya sendiri. Ini menjadi refleksi bagi banyak negara berkembang: apakah mereka akan terus bergantung pada kekuatan besar atau mencari jalan alternatif untuk membangun kemandirian yang sejati?[]

Sumber: Yayasan Al-Jawad, Pesan Sang Imam

Baca juga : Mengurai Dampak Kekikiran, Ketakutan, Kemiskinan, dan Keterasingan dalam Nahjul Balaghah