Ikuti Kami Di Medsos

Mutiara Hikmah

Makna dan Hikmah di Balik Doa Percepatan Kemunculan Imam Zaman a.s.

Makna dan Hikmah di Balik Doa Percepatan Kemunculan Imam Zaman a.s.

Ahlulbait Indonesia – Dalam ajaran Islam, konsep tergesa-gesa sering dikaitkan dengan sikap yang kurang bijak dan dianggap sebagai sesuatu yang perlu dihindari. Namun, dalam beberapa riwayat, terdapat anjuran untuk bersegera dalam hal-hal tertentu, seperti shalat dan taubat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa kita dianjurkan untuk memohon percepatan kemunculan Imam Zaman a.s., padahal setiap peristiwa memiliki waktunya sendiri dalam ketetapan Ilahi? Apakah permohonan ini bertentangan dengan prinsip kebijaksanaan, atau justru memiliki makna yang lebih mendalam?

Dengan memahami konteks yang lebih luas, kita dapat menghindari kesalahpahaman tentang konsep ini serta memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai sikap yang seharusnya diambil oleh para penanti Imam Zaman a.s.

1. Makna “Tergesa-gesa” dalam Konteks Islam

Dalam Islam, sikap tergesa-gesa sering kali dipandang negatif karena mencerminkan kurangnya kebijaksanaan dan kesabaran. Al-Qur’an menegaskan:

“Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11)

Namun, tergesa-gesa dalam beberapa konteks justru dianjurkan, seperti dalam perintah untuk segera melaksanakan shalat dan bertaubat sebelum ajal menjemput. Dalam hal ini, bersegera bukanlah tindakan yang sembrono, tetapi merupakan kesiapan untuk melakukan sesuatu secara optimal pada waktunya.

Dalam Islam, ada perbedaan mendasar antara tergesa-gesa yang merusak dan tergesa-gesa yang membangun:

1. Tergesa-gesa yang merusak terjadi ketika seseorang melakukan sesuatu tanpa persiapan atau pemahaman yang cukup, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Tergesa-gesa yang membangun berarti mempersiapkan segala sesuatu sebelumnya agar ketika waktunya tiba, seseorang dapat segera bertindak dengan efektif.

Dalam konteks permohonan percepatan kemunculan Imam Zaman a.s., kita tidak meminta agar beliau datang sebelum waktunya, tetapi agar diri kita dan masyarakat dipersiapkan secara spiritual, sosial, dan intelektual untuk menyambut kemunculan beliau.

Baca juga : Imam Khomeini: Kemajuan dengan Bergantung pada Barat Hanya Mitos

2. Konsep Takdir dan Waktu dalam Islam

Islam mengajarkan bahwa setiap peristiwa memiliki “ajal” atau waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Al-Qur’an menegaskan:

“Dan bagi tiap-tiap umat ada ajalnya. Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. Al-A’raf: 34)

Dari ayat ini, jelas bahwa kemunculan Imam Zaman a.s. tidak akan terjadi lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Maka, mengapa kita tetap dianjurkan untuk memohon percepatan?

Jawabannya terletak pada kesiapan manusia. Meskipun waktu kemunculan telah ditentukan, kondisi sosial dan spiritual umat berperan dalam menentukan apakah mereka siap menerima kepemimpinan Imam Zaman a.s. Permohonan percepatan bukanlah upaya mengubah takdir Ilahi, melainkan permohonan agar umat dipersiapkan untuk menyambut keadilan yang akan ditegakkan oleh beliau.

Sebagaimana seorang atlet tidak bisa berpartisipasi dalam perlombaan tanpa persiapan fisik dan mental, umat manusia juga harus mempersiapkan diri secara kolektif agar layak menerima kepemimpinan Imam Zaman a.s. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka kemunculan beliau tetap akan terjadi, tetapi kita mungkin tidak akan mampu menjadi bagian dari perubahan yang beliau bawa.

3. Permohonan Percepatan sebagai Bentuk Kesiapan Spiritual

Permohonan percepatan kemunculan Imam Zaman a.s. sejatinya adalah ekspresi kesiapan spiritual dan komitmen untuk memperjuangkan nilai-nilai yang akan beliau tegakkan. Dalam hadis, dikatakan bahwa menunggu kemunculan Imam adalah bagian dari jihad:

“Sebaik-baik amal umatku adalah menanti kemunculan (Imam Mahdi).” (Bihar al-Anwar, Jilid 52, Halaman 122)

Baca juga : Cara Memperkuat Hubungan dengan Allah Menurut Pemimpin Revolusi Islam

Namun, menunggu di sini tidak berarti pasif, melainkan aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan siap menerima kepemimpinan beliau. Permohonan percepatan mengandung beberapa dimensi penting:

1. Dimensi Spiritual – Seorang mukmin yang memohon percepatan harus meningkatkan kualitas ibadah, moralitas, dan kedekatannya dengan Allah.

2. Dimensi Sosial – Keadilan yang akan ditegakkan oleh Imam Zaman a.s. menuntut masyarakat yang sadar akan pentingnya keadilan. Oleh karena itu, memohon percepatan berarti berusaha menciptakan lingkungan sosial yang lebih berkeadilan.

3. Dimensi Intelektual – Imam Zaman a.s. akan datang untuk membimbing umat dengan ilmu dan hikmah. Oleh karena itu, menunggu beliau juga berarti meningkatkan kualitas ilmu dan pemahaman agama.

Dengan kata lain, permohonan percepatan bukan hanya sebuah doa, tetapi juga sebuah pernyataan komitmen bahwa kita siap menjadi bagian dari perubahan yang akan terjadi.

4. Implikasi Permohonan Percepatan dalam Kehidupan Sehari-hari

Memahami konsep ini dengan benar akan mengubah cara seseorang menjalani kehidupan sehari-hari. Jika permohonan percepatan benar-benar dipahami sebagai upaya persiapan diri, maka seseorang akan:

– Menjadi lebih disiplin dalam ibadah dan peningkatan spiritual.
– Terlibat dalam aktivitas sosial yang mendukung keadilan dan kesejahteraan umat.
– Berusaha meningkatkan ilmu dan wawasan agar siap menghadapi perubahan besar yang akan terjadi.

Sebaliknya, jika permohonan ini hanya diucapkan secara lisan tanpa diiringi dengan usaha nyata, maka doa tersebut akan kehilangan makna. Seperti seorang pelari yang berdoa untuk menang dalam perlombaan tetapi tidak pernah berlatih, hasil akhirnya akan tetap nihil.

Permohonan percepatan kemunculan Imam Zaman a.s. bukanlah permintaan agar takdir diubah, melainkan ekspresi kesiapan dan kesungguhan untuk menyambut kepemimpinan beliau. Dalam Islam, tergesa-gesa yang tidak terarah adalah tindakan yang tidak bijaksana, tetapi tergesa-gesa dalam mempersiapkan diri adalah keharusan.

Sebagaimana seseorang yang ingin meraih kesuksesan dalam bidang apa pun harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, demikian pula seorang mukmin yang benar-benar menanti Imam Zaman a.s. harus aktif dalam memperbaiki dirinya dan lingkungannya.

Dengan demikian, permohonan percepatan ini bukan hanya sekadar harapan, tetapi juga sebuah deklarasi kesiapan bahwa kita ingin menjadi bagian dari transformasi besar yang akan terjadi di dunia. Jika umat Islam benar-benar memahami konsep ini dan menerapkannya dalam kehidupan mereka, maka mereka akan menjadi bagian dari golongan yang siap menyambut Imam Zaman a.s. ketika waktu yang telah ditentukan tiba. [MT]

Baca juga : Mengurai Dampak Kekikiran, Ketakutan, Kemiskinan, dan Keterasingan dalam Nahjul Balaghah