Ikuti Kami Di Medsos

Persperktif ABI

#PODCAST | ABI Tawarkan Blueprint “Beragama Maslahat” sebagai Fondasi Pembangunan Nasional

Jakarta, 22 Desember 2025 — Dewan Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia (DPP ABI) mendorong perumusan Blueprint Nasional Beragama Maslahat agar agama tidak berhenti sebagai jargon kebijakan, melainkan hadir sebagai fondasi nyata pembangunan sosial, budaya, dan ekologi bangsa. Gagasan tersebut disampaikan Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) DPP ABI, Dr. Sabara Nuruddin, dalam podcast bertajuk “Beragama Maslahat? Green Religion?” yang tayang di kanal YouTube Media ABI, Minggu (21/12/2025).

Dalam podcast yang dipandu Billy Joe itu, Dr. Sabara menjelaskan bahwa beragama maslahat merujuk pada praktik keberagamaan yang berorientasi pada kebermanfaatan publik. Ia menegaskan perbedaan mendasar antara agama sebagai doktrin normatif dan beragama sebagai tindakan sosial yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

Buku Beragama Maslahat yang dibahas dalam podcast tersebut merupakan hasil dari lima seri diskusi tematik yang diselenggarakan Departemen Litbang DPP ABI. Diskusi ini menjadi bagian dari pengembangan wacana strategis ABI sekaligus respons terhadap arah pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

“Kami berpikir bahwa Ahlulbait Indonesia adalah organisasi kemasyarakatan. Di tingkat DPP, wacana yang dikembangkan tentu harus sinergis dengan agenda pembangunan bangsa, karena salah satu peran ormas adalah ikut serta dalam pembangunan,” ujar Dr. Sabara.

Dalam dokumen RPJPN, Beragama Maslahat dan Berkebudayaan Maju ditetapkan sebagai salah satu dari 17 arah pembangunan nasional dalam misi ketahanan sosial, budaya, dan ekologi. Menurut Dr. Sabara, hal ini menandai pergeseran penting dalam cara pandang negara, yakni menempatkan agama tidak semata sebagai urusan privat, melainkan sebagai modal spiritual, etika, dan moral pembangunan.

Ia menjelaskan, dalam kerangka perencanaan negara, beragama maslahat mencakup lima aspek utama: internalisasi nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat; pembangunan kehidupan beragama yang inklusif dan berorientasi modernisasi; penguatan dana sosial keagamaan, filantropi, dan pemberdayaan umat; peningkatan layanan kehidupan beragama yang adil dan nondiskriminatif; serta jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kelima aspek tersebut kembali ditegaskan dalam RPJMN 2025–2029.

Meski telah menjadi agenda resmi negara, Dr. Sabara menilai hingga kini belum tersedia rujukan konseptual yang komprehensif mengenai beragama maslahat. Berbeda dengan moderasi beragama yang telah memiliki buku putih dan buku saku sejak 2019, beragama maslahat masih sebatas terminologi dalam dokumen perencanaan.

“Karena itu, ABI menginisiasi diskusi ini agar beragama maslahat tidak berhenti sebagai slogan kebijakan,” tegasnya.

Lima tema utama dibahas dalam rangkaian diskusi tersebut, meliputi landasan teologis dan epistemologis; isu sosial-kemanusiaan; supremasi hukum dan tata kelola pemerintahan; ekonomi dan kesejahteraan; serta ekologi.

Setiap sesi diskusi menghadirkan tiga narasumber dan satu keynote speaker yang berasal dari unsur Dewan Syura, Dewan Pimpinan, dan Dewan Pakar ABI. Narasumber berasal dari berbagai latar belakang, baik internal ABI maupun eksternal, termasuk Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, akademisi, peneliti, dan praktisi.

Hasil diskusi tersebut dihimpun dalam sebuah buku setebal lebih dari 400 halaman yang memuat 20 tulisan dari 15 narasumber dan lima keynote speaker, dilengkapi dengan prolog Dewan Syura ABI dan epilog oleh Dr. Sabara.

Buku ini ditujukan tidak hanya bagi komunitas internal ABI, tetapi juga bagi masyarakat luas serta para pemangku kepentingan pembangunan kehidupan beragama, seperti Bappenas, Kementerian Agama, BRIN, dan BPIP. ABI memposisikannya sebagai kontribusi masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan publik berbasis nilai agama.

“Buku ini tidak merepresentasikan satu pandangan tunggal ABI karena ditulis oleh berbagai pihak dengan latar belakang yang beragam. Pada 2026, kami akan melanjutkannya dengan penerbitan buku Berislam Maslahat yang secara khusus merepresentasikan pemikiran keagamaan ABI,” jelasnya.

Peluncuran dan pembedahan buku Beragama Maslahat direncanakan bertepatan dengan Milad ABI pada awal Februari 2026, sekitar 2 atau 3 Februari. Setelah itu, diskursus akan dilanjutkan melalui sosialisasi kepada para pengambil kebijakan. Pada tahun yang sama, Litbang DPP ABI juga merencanakan perumusan konsep berislam maslahat yang lebih spesifik.

Dr. Sabara menegaskan bahwa orientasi utama agama adalah pembentukan kesalehan sosial dan komunal. Dalam konteks krisis lingkungan, agama dituntut hadir melalui internalisasi nilai yang mendorong pelestarian alam, bukan berhenti pada kesalehan ritual semata.

Melalui buku ini, ABI menegaskan perannya tidak hanya sebagai organisasi pembinaan internal, tetapi juga sebagai aktor masyarakat sipil yang berkontribusi pada pembangunan bangsa melalui praktik keberagamaan yang maslahat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

“Harapannya, gagasan beragama maslahat tidak berhenti pada buku, tetapi benar-benar hadir di tengah masyarakat. Kami menginisiasinya melalui wacana dan penerbitan buku, lalu mengupayakan penyampaian kepada para pemangku kepentingan serta sosialisasi kepada masyarakat,” pungkasnya.

Untuk penjelasan yang lebih mendalam, diskusi lengkap dapat disimak melalui tayangan podcast “Beragama Maslahat? Green Religion?” di kanal YouTube Media ABI. []

 

Continue Reading