Opini
Bersuaralah untuk Palestina, Jangan Hanya Jadi Penonton

Oleh: Tim Media ABI
Ahlulbait Indonesia – Siang ini, Jumat, 30 Mei 2025, notifikasi dari YouTube kembali menghentakkan hati kami. Ahlulbait Indonesia TV dilarang melakukan live streaming. Bukan karena gangguan teknis, melainkan sebagai “hukuman” atas video kami berjudul “Perlawanan Solusi Palestina!”, yang diunggah sejak 13 November 2023. Alasannya? Violent criminal organization policy. Frasa yang dingin dan tak manusiawi untuk menggambarkan konten yang justru lahir dari semangat membela hak hidup rakyat Palestina.
Ini bukan kali pertama. Video-video kami tentang Palestina, yang mengangkat penderitaan warga sipil, hak kemerdekaan, atau keadilan, kerap dihapus tanpa ampun. Seolah kebenaran dari sudut dunia yang tertindas tak layak mendapat ruang. Namun, larangan live streaming kali ini terasa lebih menyakitkan. Ia bukan sekadar pembungkaman teknis, melainkan pemutusan akses komunikasi langsung antara kami dan publik yang haus informasi.
Kami bertanya: Bagaimana mungkin konten tentang Palestina, dibuat di Indonesia oleh warga sipil bersenjatakan kamera dan kata-kata, dikategorikan sebagai “dukungan kekerasan”? Apakah membela hak hidup, hak tanah, dan hak menentukan nasib sendiri kini disamakan dengan kejahatan genosida Israel?
Kami tidak sendirian. Maula TV berkali-kali harus memulai dari nol setelah akunnya ditutup. Sahara TV juga mengalami nasib sama, bahkan kerap mendapat ancaman penghapusan. Tapi kami semua tak menyerah. Sebab bagi kami, membela Palestina bukan sekadar sikap politik, melainkan panggilan nurani, keberpihakan pada nilai kemanusiaan yang tak bisa dikompromikan.
Dunia Digital yang Tak Netral
Di balik klaim netralitas algoritma, ada struktur kuasa yang nyata. Laporan 7amleh (The Arab Center for the Advancement of Social Media) menyebutkan, lebih dari 1.000 konten pro-Palestina dihapus atau dibatasi antara Oktober-Desember 2023. Human Rights Watch dan Al Jazeera juga mendokumentasikan peningkatan sensor terhadap paparan kejahatan Zionis di Gaza dan Tepi Barat.
Baca juga : Kedaulatan Energi: Pelajaran dari Ketegasan Iran untuk Indonesia
Di belahan dunia lain, represi lebih brutal. Di Jerman dan Prancis, aktivis pro-Palestina ditangkap hanya karena aksi damai. Di AS, mahasiswa dipecat karena menyuarakan dukungan. Kampus-kampus seperti Columbia dan Harvard tunduk pada tekanan politik.
Jangan kira Indonesia kebal. Meski tak ada penangkapan, represi berbentuk baru hadir: penghapusan akun, shadow banning, stigmatisasi digital. Ruang yang dulu dianggap bebas, kini menjadi medan kontrol yang canggih dan kejam.
Kami Tak Bisa Berjuang Sendirian
Ahlulbait Indonesia TV, Maula TV, Sahara TV, dan kanal lainnya akan terus bersuara. Tapi tanpa dukungan Anda, suara ini bisa padam. Kami membutuhkan Anda, yang mengaku peduli Palestina, yang memposting bendera Palestina di story, yang menulis “Free Palestine” di kolom komentar untuk bergerak lebih jauh.
Mari jujur: kebanyakan dari kita hanya jadi penonton. Pasif. Marah sesaat, lalu berlalu. Padahal, yang kami butuhkan bukan sekadar simpati, tapi aksi nyata:
1. Tonton video-video kami hingga tuntas (bukan sekadar skip).
2. Like, komen, dan bagikan, karena ini membantu algoritma.
3. Subscribe dan nyalakan notifikasi agar kami tak tenggelam.
Di Eropa, aktivis dipenjara. Di AS, mahasiswa diintimidasi. Di sini? Anda hanya diminta sekedar menekan tombol. Tak ada risiko dipecat, ditangkap, atau di-blacklist. Lalu apa alasan untuk diam?
Jangan biarkan perjuangan ini jadi tontonan belaka. Jika satu suara dibungkam, seribu suara harus menggema. Tapi itu hanya mungkin jika Anda ikut menjadi bagian dari gema itu.
Perjuangan belum selesai. Suara kita tak boleh padam. Bukan karena kita kuat, tapi karena kita harus saling menguatkan. []
Baca juga : Membungkam Cahaya Gaza: Genosida Epistemik dan Serangan terhadap Jurnalisme Kebenaran