Opini
Jejak Sang Syahid al-Muqawwamah: Mengubah Yaman Menjadi Benteng Perlawanan Arab & Islam

Oleh: Muhlisin Turkan
Ahlulbait Indonesia – Di tengah gejolak perang yang mengguncang Yaman, suara lantang Sayyid Syahid Hassan Nasrallah menggema melintasi batas-batas geografis, membangkitkan harapan dari puing-puing kehancuran. Kata-katanya bukan sekadar retorika, melainkan percikan api yang membakar semangat perjuangan. Sejak agresi militer Arab Saudi dimulai pada 2015, nama Sayyid Hassan Nasrallah muncul sebagai penopang harapan, mengangkat Yaman dari keterasingan menuju panggung perhatian dunia.
Sejak awal konflik, Syahid Nasrallah memaparkan kebenaran yang tersembunyi di balik propaganda global. Dalam pidatonya pada Maret 2015, ia menegaskan bahwa serangan terhadap Yaman bukan demi membela pemerintahan yang sah, melainkan bagian dari strategi besar yang bertujuan mengubah peta Timur Tengah demi kepentingan kekuatan adidaya dan Zionisme. Kata-kata tegasnya kala itu menjadi cahaya yang menembus kegelapan, membuka mata dunia terhadap hakikat perjuangan rakyat Yaman.
Beliau memandang rakyat Yaman bukan hanya sebagai simbol perlawanan lokal, melainkan bagian dari arus besar yang menentang dominasi asing. Setiap kali berbicara tentang Yaman, ia menyerukan bahwa perang ini bukan sekadar pertarungan demi wilayah, melainkan babak penting dalam perjuangan global melawan ketidakadilan.
Pada 2016, dalam salah satu pidatonya yang paling menggugah, Sang Syahid menyebut agresi militer terhadap Yaman sebagai “perang genosida” — upaya sistematis untuk menghancurkan identitas dan kedaulatan bangsa. Di balik dentuman bom dan deru pesawat tempur, tersembunyi motif ekonomi dan politik untuk merampas sumber daya alam Yaman serta mencegah lahirnya kekuatan perlawanan baru yang mampu menginspirasi kawasan.
Ketika krisis kemanusiaan di Yaman semakin parah, beliau dengan tegas menyerukan agar dunia tidak hanya terpaku pada aspek kemanusiaan, tetapi juga memahami akar politik yang menjadi pangkal penderitaan rakyat Yaman. Ia menyingkap bahwa blokade yang mencekik Yaman bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari strategi global untuk merampas hak rakyat Yaman menentukan nasib sendiri. Namun, di balik tirani blokade dan hujan peluru, semangat Yaman justru semakin berkobar, menjelma api yang tak kunjung padam.
Pada puncak konflik pada 2018, Syahid Hassan Nasrallah dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa Yaman telah menjadi “medan baru perlawanan” melawan imperialisme dan Zionisme. Ia memuji keteguhan rakyat Yaman yang, meskipun terpojok di sudut dunia, tetap berdiri tegak bak karang yang tak goyah dihantam gelombang. Ketika tanda-tanda kemenangan mulai tampak, pada 2020, beliau menegaskan bahwa ‘bangsa yang bertahan di tengah badai pasti akan memetik kemenangan pada akhirnya’.
Baca juga : Perang Global Melawan Pemakaman Sayyid Syahid Hassan Nasrallah
Sang Syahid Nasrallah selalu menekankan pentingnya solidaritas dan persatuan di antara seluruh kekuatan yang tergabung dalam Poros Perlawanan. Baginya, kemenangan tidak hanya diraih melalui kekuatan militer, tetapi juga melalui kesadaran politik yang mendalam, berakar pada pemahaman strategis yang terarah.
Lebih dari itu, beliau menghubungkan perjuangan rakyat Yaman dengan perjuangan dunia Islam secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa perjuangan rakyat Yaman dan Palestina adalah dua aliran sungai yang bermuara pada satu samudra: perlawanan terhadap dominasi asing yang tak mengenal batas-batas geografi. Keterkaitan ini menanamkan kesadaran di kalangan rakyat Yaman bahwa perjuangan mereka bukanlah perjuangan yang terisolasi, melainkan bagian dari gelombang besar yang bertujuan membebaskan tanah-tanah Islam dan Arab dari cengkeraman asing dan Zionisme.
Di Yaman, pemilik nama mulia ini bukan hanya dikenal sebagai pemimpin politik, melainkan sebagai legenda hidup — sosok yang membuktikan bahwa dengan tekad dan keberanian, kekuatan yang tampak tak terkalahkan pun dapat dilawan. Kemenangannya atas rezim Zionis dalam Perang 33 Hari menjadi sumber inspirasi bagi rakyat Yaman, mengukuhkan keyakinan bahwa setiap penderitaan adalah langkah menuju kemenangan.
Pidato-pidatonya bukan sekadar rangkaian kata, melainkan nyala obor yang membimbing rakyat Yaman melewati malam-malam kelam. Ia menanamkan keyakinan bahwa perjuangan yang dilandasi keberanian dan solidaritas akan menemukan jalannya menuju kemenangan. Setiap kalimatnya ibarat angin yang meniupkan semangat ke dada-dada yang letih, membangkitkan tekad untuk terus melangkah meski dihadang tembok-tembok penindasan.
Warisan terbesar Sang Syahid al-Muqawwamah ini bukanlah sekadar retorika, melainkan keberanian menyuarakan kebenaran di tengah badai propaganda. Ia telah mengubah cara dunia memandang Yaman, menjadikan tanah yang dahulu terasing sebagai simbol perjuangan dan keteguhan. Kata-katanya melampaui batas-batas politik, merasuk ke dalam jiwa-jiwa yang merindukan kebebasan, menyadarkan mereka bahwa perjuangan ini bukanlah perjalanan sepi.
Rakyat Yaman adalah bagian dari arus besar yang terus mengalir, melintasi batas-batas negeri, membawa pesan bahwa semangat perlawanan tak dapat dipadamkan selama ada hati yang berani bermimpi dan bertindak demi kemerdekaan. Jika rakyat Yaman mampu meneguhkan ketabahan di tengah badai, mungkinkah kita juga dapat memetik percikan cahaya perjuangan dari sana? []
*Sumber: Farsnews Agency
Baca juga : Sang Syahid Sayid Hasan Nasrullah