Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Kedaulatan, Konstitusi, dan Dukungan ABI terhadap Sikap Indonesia di Hadapan IOC

Kedaulatan, Konstitusi, dan Dukungan ABI terhadap Sikap Indonesia di Hadapan IOC
Menpora RI Erick Thohir mendukung NOC Indonesia untuk mencari jalan keluar dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC). (Foto Kemenpora.go.id)

Oleh: Redaksi Media ABI

Ahlulbait Indonesia, 26 Oktober 2025“IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Olahraga Internasional”, demikian pernyataan yang dimuat di situs resmi Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora.go.id) pada 23 Oktober 2025.

Keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang melarang Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana prinsip universal dapat membatasi kedaulatan hukum suatu negara?

Dalam situasi ini, Indonesia memilih berdiri tegak di atas konstitusi dan prinsip hukum nasional, menegaskan bahwa kedaulatan negara tidak dapat ditawar oleh tekanan eksternal, seberapa pun kuatnya.

Dukungan Ahlulbait Indonesia (ABI)

Ahlulbait Indonesia (ABI) menyatakan dukungan penuh terhadap sikap tegas Pemerintah Republik Indonesia yang konsisten menegakkan konstitusi dan kedaulatan hukum di hadapan keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Bagi ABI, keputusan Indonesia menolak pemberian visa bagi atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang berlangsung di Indonesia Arena, Jakarta, pada 19–25 Oktober 2025, bukanlah tindakan diskriminatif, melainkan wujud tanggung jawab moral dan hukum sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu “menolak segala bentuk penjajahan di atas dunia.”

Dukungan ini mempertegas posisi Indonesia, bukan sebagai pelanggar prinsip universal, tetapi sebagai negara berdaulat yang setia pada nilai kemanusiaan, hukum, dan martabat bangsa.

Landasan Konstitusional dan Dasar Hukum Nasional

Sikap Indonesia berakar pada Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Itu bukan deklarasi moral, tetapi arah politik luar negeri yang menjadi fondasi setiap keputusan negara.

Secara hukum positif, kebijakan pemerintah memiliki dasar yang kuat:

1. Pasal 75 ayat (1) UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian, yang memberi kewenangan menolak visa demi ketertiban umum dan keamanan nasional;

2. UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yang menegaskan pelaksanaan politik luar negeri berdasarkan konstitusi dan kepentingan nasional.

Dengan demikian, kebijakan ini bukan langkah politis, melainkan pelaksanaan hukum yang sah, rasional, dan proporsional.

Menghormati Olympic Charter dan Prinsip Proporsionalitas

Indonesia tetap menghormati Olympic Charter sebagai norma tertinggi dalam tata kelola olahraga internasional. Namun, dalam hukum internasional, prinsip non-discrimination dapat dibatasi secara proporsional bila terdapat ancaman terhadap ketertiban umum (public order) dan keamanan nasional (national security).

Baca juga : Generasi Beta: Generasi yang Ingin Bertahan, Bukan Hanya untuk Ditoleransi

Langkah Indonesia memenuhi dua unsur penting:

1. Necessity (keperluan); langkah ini bukan semata didorong oleh risiko sosial dan keamanan akibat agresi dan genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina, tetapi juga berakar pada landasan konstitusional serta dasar hukum nasional yang menegaskan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan dan pelanggaran kemanusiaan.

2. Proportionality (proporsionalitas); kebijakan ini bersifat sementara, terbatas, dan tidak menargetkan individu, etnis, atau kelompok agama tertentu, melainkan ditujukan untuk menjaga ketertiban umum dan stabilitas nasional dalam konteks politik global yang sensitif.

Dengan demikian, Indonesia tetap menjunjung nilai Olimpiade, sambil menjalankan kewajiban menjaga stabilitas nasional.

Kepatuhan terhadap Kewajiban Internasional dan Hukum Humaniter

Mahkamah Internasional (ICJ) dalam South Africa v. Israel (26 Januari 2024) menegaskan adanya genosida di Gaza dan memerintahkan semua negara pihak Konvensi Genosida untuk mencegah keterlibatan dalam pelanggaran tersebut. Sebagai negara anggota PBB dan pendukung Palestina, Indonesia memiliki kewajiban erga omnes dan tanggung jawab universal untuk menegakkan hukum humaniter dan mencegah pelanggaran HAM berat.

Keputusan Indonesia bukanlah penolakan terhadap individu, melainkan bentuk kehati-hatian negara yang tunduk pada konstitusi, hukum internasional dan nilai kemanusiaan.

Preseden Internasional

Langkah serupa juga ditempuh oleh sejumlah negara atas dasar keamanan publik dan ketertiban umum, antara lain:

1. Italia, yang menolak partisipasi tim Israel–Premier Tech dalam ajang balap sepeda Giro dell’Emilia pada September 2025, dengan alasan potensi gangguan keamanan dan tekanan sosial di dalam negeri;

2. Belgia, yang menolak keikutsertaan tim frisbee Israel dalam European Youth Ultimate Championships pada Agustus 2025, demi mencegah ketegangan publik yang dapat mengancam ketertiban umum.

Kedua negara tersebut tidak dijatuhi sanksi oleh lembaga olahraga dunia, menunjukkan bahwa kebijakan berbasis keamanan publik diakui secara internasional sebagai tindakan sah dan proporsional.

Artinya, pembatasan berbasis keamanan publik diakui sebagai tindakan sah dan bertanggung jawab.

Framing Kemanusiaan, Bukan Politisasi Olahraga

Kebijakan Indonesia bukanlah bentuk politisasi olahraga, melainkan ekspresi moral dan kemanusiaan bahwa olahraga tidak boleh dijadikan sarana pembenaran atas pelanggaran hak asasi manusia. Negara memiliki kewajiban untuk memastikan setiap ajang olahraga internasional berlangsung aman, tertib, dan tidak melukai rasa keadilan publik.

Indonesia tidak menolak olahraga; Indonesia menolak ketidakadilan, termasuk kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Gaza akibat tindakan Israel.

Penutup

Keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) terhadap Indonesia tampak tidak proporsional. Indonesia telah bertindak dalam koridor konstitusi, hukum nasional, dan kewajiban internasional, tanpa menyimpang dari nilai-nilai Olimpiade itu sendiri.

Dalam dunia yang kerap mengaburkan batas antara politik dan prinsip, Indonesia memilih berdiri di sisi konstitusi, kemanusiaan, dan martabat bangsa.

Ahlulbait Indonesia (ABI) menegaskan bahwa menolak penjajahan bukanlah pelanggaran, melainkan kewajiban moral dan konstitusional yang tidak dapat dinegosiasikan. []

Baca juga : Peringatan Hari Santri dan Luka Santri: Saat Adab Diuji di Ruang Kaca Trans7