Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Kemandirian Ekonomi sebagai Pilar Kebebasan Sejati

Kemandirian Ekonomi sebagai Pilar Kebebasan Sejati

Oleh: Ustadz Zahir Yahya (Ketua Umum Ahlulbait Indonesia)

Kebebasan adalah fitrah. Ia merupakan dambaan universal yang tumbuh dari dalam diri setiap insan maupun komunitas. Kecenderungan alami manusia untuk hidup bebas bukanlah sebatas mimpi ideologis, melainkan realitas eksistensial yang terus diperjuangkan sepanjang sejarah peradaban. Setiap orang, dalam kerangka personal maupun sosial, senantiasa mencari kebebasan dalam arti seluas-luasnya: bebas untuk meyakini, memilih jalan hidup, serta mengejar cita-cita dan tujuan hidupnya. Komunitas pun demikian, mereka menghendaki kebebasan untuk membentuk sistem nilai, membangun budaya, dan menentukan orientasi sosial serta arah perjuangannya secara mandiri.

Namun, dalam konteks perjuangan kolektif menuju kebebasan tersebut, muncul pertanyaan mendasar yang menentukan: di atas fondasi macam apa kebebasan itu dibangun? Apakah kebebasan yang dimaksud hanya ilusi yang ditopang oleh ketergantungan struktural terhadap kekuatan eksternal? Ataukah ia merupakan buah dari proses panjang kemandirian yang otonom, jernih, dan berdaulat?

Kami meyakini bahwa kebebasan sejati hanya mungkin lahir dari kemandirian yang kokoh; kemandirian dalam berpikir, dalam mengambil keputusan, dan dalam bertindak, tanpa tunduk pada hegemoni pihak lain. Dan salah satu pilar terpenting dari kemandirian tersebut adalah Kemandirian Ekonomi dan Finansial. Tanpa daya ekonomi yang mandiri, mustahil bagi individu maupun komunitas untuk benar-benar bebas dalam menentukan langkah dan visinya.

Pandangan ini selaras dengan pemikiran Syahid Murtadha Mutahhari, seorang pemikir Islam terkemuka, yang menekankan bahwa kebebasan bukan hanya kebebasan dari dominasi lahiriah, tetapi terutama kebebasan dari ketergantungan batiniah dan struktural yang melemahkan harga diri umat. Dalam karyanya Kebebasan Manusia, Syahid Mutahhari menyatakan bahwa “kebebasan adalah kesempurnaan manusia dalam kehendak dan tindakan; ia tidak diberikan dari luar, tetapi tumbuh dari dalam, melalui kesadaran dan penguasaan diri” (Mutahhari, 1990: 37–39).

Baca juga : Makna Esoteris Haji dalam Perspektif Imam Ali Zainal Abidin as

Dalam bukunya yang lain, Masyarakat dan Sejarah, Syahid Mutahhari menegaskan bahwa “umat yang tergantung dalam ekonomi dan budaya tidak mungkin bebas dalam kehendak dan keputusan” (Mutahhari, 1981: 112).

Pemikiran ini mempertegas pentingnya kemandirian ekonomi sebagai syarat kebebasan umat yang sejati.

Inilah latar belakang filosofis dari kerja-kerja pemberdayaan ekonomi yang menjadi mandat utama Departemen Pemberdayaan Ekonomi ABI. Di tengah berbagai perdebatan tentang definisi dan pendekatan pemberdayaan (empowerment), kami menegaskan bahwa pemberdayaan bukan semata wacana, melainkan gerakan praktis yang berorientasi pada peningkatan kapasitas dan kedaulatan komunitas. Melalui berbagai program pemberdayaan, kami bertujuan untuk mentransformasikan komunitas menjadi entitas yang memiliki, mengelola, dan mengontrol faktor-faktor produksi; memperkuat sistem distribusi dan pemasaran yang adil, serta mengembangkan ekosistem pengetahuan, keterampilan, dan informasi strategis.

Kami juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengelola, penulis, peneliti, dan praktisi yang telah berkontribusi dalam edisi perdana jurnal ini. Gagasan, riset, dan pengalaman mereka menjadi nadi dari perjuangan ekonomi umat yang merdeka. Tanpa sumbangsih pemikiran dan dedikasi mereka, jurnal ini takkan dapat hadir sebagai bagian dari dokumentasi, refleksi, dan inspirasi praksis.

Kami berharap jurnal ini tidak hanya menjadi catatan akademik, tetapi juga menjadi bahan bakar gerakan; sebagai sumber daya strategis bagi setiap elemen yang terlibat dalam perjuangan ekonomi yang adil dan mandiri. Karena bagi kami, kebebasan bukanlah tujuan akhir, ia adalah prasyarat agar manusia dan komunitas dapat hidup bermartabat, menentukan pikiran dan nasibnya sendiri, menapaki visi dan misinya dengan kepala tegak.

Sumber: Jurnal Iqtishaduna

Baca juga : Gerbang Makrifat dan Wilayah Ilahiah