Opini
Menafsir Ulang Medan & Urgensi Peran Humas: Refleksi atas Kecerdasan Strategis dalam Sambutan Ketum DPP ABI di Jatim
Oleh: Muhlisin Turkan (Ketua Departemen Humas, Media, dan Penerangan DPP ABI)
Ahlulbait Indonesia, 6 November 2025 — Di tengah derasnya arus informasi dan kian kaburnya batas antara ruang pribadi dan ruang publik, fungsi kehumasan dalam sebuah organisasi tidak lagi dapat dipandang sebagai pekerjaan administratif belaka.
Kehumasan bukan petugas pengantar surat, penerima tamu, atau penghubung acara formal. Humas adalah mata, telinga dan kaki organisasi, sebuah unit yang membaca tanda-tanda zaman, menganalisis situasi, dan menafsirkan arah opini publik dengan kecerdasan strategis.
Pandangan inilah yang ditegaskan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia (DPP ABI), Ustadz Zahir Yahya, dalam sambutannya pada “Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan: Menumbuhkan Narasi, Mengokohkan Reputasi“, hasil kolaborasi antara Departemen Humas, Media, dan Penerangan (HMP) DPP ABI dan DPW ABI Jawa Timur, yang digelar di Husainiyah Al-Qurba, Suwayuwo, Pandaan, pada 1–2 November 2025.
Kehumasan: Dari Fungsi Teknis ke Fungsi Strategis
Dalam sambutannya, Ustadz Zahir menegaskan bahwa Humas adalah unsur strategis dalam organisasi. “Dalam manajemen modern,” ujarnya, “kehumasan diakui secara luas sebagai bagian penting yang menentukan arah kebijakan dan citra lembaga.”
Dalam praktik kelembagaan, Humas yang efektif bukan hanya menyampaikan informasi, melainkan juga memahami konteks sosial dan arah kebijakan organisasi. Humas harus mampu membaca perubahan opini publik, mendeteksi dinamika sosial, serta memberikan masukan berbasis data kepada pimpinan organisasi.
Pergeseran paradigma ini menempatkan Humas sebagai fungsi strategis, bukan semata pelaksana teknis. Jika administrasi mencatat keputusan, maka Humas memahami mengapa keputusan itu dibuat dan bagaimana publik akan meresponsnya.
Peran ini menuntut kecerdasan analitis dan intuisi sosial yang tajam, yaitu kemampuan membaca situasi publik sebagaimana seorang analis membaca peta geopolitik.
Baca juga : Siti Fatimah dan Stereotipe ‘Solihah’
Komunikator dan Fasilitator Kebijakan
Kehumasan dalam tubuh ABI diposisikan sebagai komunikator organisasi sekaligus fasilitator kebijakan. Sebagai komunikator, Humas berfungsi memastikan setiap kebijakan tersampaikan secara jernih, kontekstual, dan proporsional kepada publik, baik internal maupun eksternal.
Sebagai fasilitator, Humas menyediakan analisis situasional, riset opini, dan rekomendasi strategis sebagai bahan pertimbangan pimpinan dalam mengambil keputusan.
“Sebelum kebijakan diumumkan,” tegas Ustadz Zahir, “Humas harus sudah memahami potensi persepsi publik, membaca dinamika sosial, dan menyiapkan narasi yang mencerahkan.”
Inilah fungsi yang kerap diabaikan banyak organisasi, tegasnya.
Humas sering dijalankan sebagai biro informasi belaka, padahal sejatinya Humas adalah ruang intelijen komunikasi, tempat di mana data, intuisi, dan narasi bertemu untuk menjaga keberlanjutan reputasi organisasi.
Menjaga Dua Jalur Komunikasi
Menurut Ketua Umum DPP ABI, kehumasan yang sehat bekerja pada dua jalur komunikasi utama: internal dan eksternal.
Komunikasi internal memastikan seluruh jajaran organisasi berbicara dalam satu bahasa yang sama, tanpa celah interpretasi yang dapat menimbulkan disonansi pesan.
Sementara komunikasi eksternal berfungsi membangun jejaring kepercayaan, baik dengan media, lembaga Pemerintah, maupun masyarakat luas.
“Organisasi yang gagal berkomunikasi ke dalam akan kehilangan arah; yang gagal berkomunikasi ke luar akan kehilangan legitimasi,” tegas Ustadz Zahir.
Dalam konteks ABI, kedua bentuk komunikasi ini bukan entitas terpisah, melainkan satu ekosistem kepercayaan. Sehingga Humas berperan menjaga konsistensi internal sekaligus memperluas pengaruh eksternal dengan narasi yang kredibel dan berakar pada nilai-nilai organisasi.
Reputasi: Buah dari Konsistensi dan Kredibilitas
Sisi lain, reputasi organisasi tidak dibangun dari promosi berlebihan atau slogan yang megah.
Reputasi tumbuh dari konsistensi pesan dan kredibilitas tindakan. Karenanya, bidang kehumasan bertugas menjaga kesinambungan antara ucapan dan perbuatan organisasi, antara nilai yang diklaim dan kenyataan yang ditunjukkan.
Bagi ABI, reputasi adalah aset strategis: kekayaan tak berwujud yang tidak tercatat di neraca, tetapi menentukan daya tahan organisasi di mata publik. Dalam era kompetisi narasi seperti sekarang, reputasi menjadi benteng yang lebih kokoh daripada slogan apa pun.
Baca juga : Ketika Meja Perundingan di Gaza Tak Cukup, ABI Memilih Bertindak
Kecakapan Digital dan Kepekaan Sosial
“Era digital menuntut kita berpikir seperti jurnalis, bertindak seperti analis, dan berempati seperti komunikator,” tandas Ketua Umum DPP ABI.
Di posisi ini, Humas modern tidak cukup hanya mampu menulis rilis pers; tetapi harus juga piawai membaca pola percakapan publik di media sosial, memahami algoritma penyebaran isu, dan merespons dengan data yang akurat. Namun, teknologi saja tidak cukup. Humas juga memerlukan kepekaan sosial, yaitu kemampuan menangkap getar perasaan publik sebelum berkembang menjadi opini terbuka.
Oleh karena itu, penguatan skill (keterampilan) dan tools (perangkat) menjadi dua fondasi profesionalisme baru.
Skill mencakup kemampuan menulis, berpikir strategis, dan bernegosiasi dengan media. Tools meliputi perangkat analitik digital, sistem pemantauan media (media monitoring), dan pengelolaan konten lintas platform.
ABI menyadari bahwa di era keterbukaan ini, reputasi organisasi hanya sekuat narasi yang dibangun dan data yang dipahami.
Menguasai Ideologi, Mengartikulasikan Nilai
Dalam tubuh ormas keagamaan seperti ABI, kehumasan tidak pernah netral secara nilai. Sebab Humas bukan semata penyampai pesan, melainkan juga penjaga makna. Karenanya, seorang Humas harus memahami Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO), ideologi, dan manifestonya, agar pesan publik yang disampaikan tidak hanya informatif, melainkan juga edukatif dan bernilai moral.
“Komunikasi tanpa pemahaman nilai hanya menghasilkan gema, bukan pengaruh,” tekan Ustadz Zahir.
Pemahaman ini menurut Ketua Umum DPP ABI, membedakan antara Humas ABI dari pola komunikasi umum. Karena Humas ABI, tidak hanya menjawab isu, tetapi membangun kesadaran, dan tidak hanya menyebarkan informasi, tetapi menanamkan nilai-nilai.
Menjawab Tantangan Distribusi Konten
Ketua Umum DPP ABI juga menyoroti lemahnya distribusi konten berkualitas yang dihasilkan para tokoh dan Kader ABI. Banyak karya pencerahan dan materi dakwah bernilai tinggi yang tidak menjangkau publik luas karena hambatan teknis, pembatasan kanal digital, atau kurangnya koordinasi publikasi.
Masalah ini menurut Ustadz Zahir, bukan semata soal teknis media, melainkan strategi komunikasi. Konten berkualitas harus diikuti sistem publikasi yang terencana, kolaboratif, dan berbasis data audiens.
Karenanya, pelatihan jurnalistik dan kehumasan ini menjadi langkah awal untuk memperkuat kemampuan Kader ABI dalam mengelola ekosistem digital yang lebih adaptif dan efektif.
Menuju Profesionalisme Komunikasi Publik ABI
Pelatihan yang berlangsung di Pandaan beberapa hari lalu menandai komitmen ABI untuk menaikkan derajat kehumasan dari tugas administratif menjadi fungsi strategis.
Program dua hari ini tidak hanya menjadi ajang pelatihan teknis, tetapi juga forum penyelarasan paradigma antara DPP dan DPW, bagaimana Humas bekerja sebagai sistem kesadaran, bukan sebatas biro layanan.
“Kehumasan adalah wajah, suara, dan daya tahan organisasi. Tanpa kecerdasan komunikasi, ide sebesar apa pun akan kehilangan daya jangkau,” tutup Ketua Umum DPP ABI di akhir sambutan.
Melalui pelatihan ini, ABI menegaskan satu hal penting: bahwa kekuatan organisasi tidak hanya ditentukan oleh isi gagasan, tetapi juga oleh kemampuan menerjemahkan gagasan itu menjadi narasi yang membangun kepercayaan publik.
Selain merupakan refleksi atas sambutan Ketua Umum DPP ABI, Ustadz Zahir Yahya, dalam Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan ABI Jawa Timur, tulisan ini diharapkan sekaligus dapat menjadi pengingat penting bahwa Humas bukan semata-mata pelengkap organisasi, melainkan pilar strategis dalam menjaga reputasi, kredibilitas, dan daya tahan organisasi di ruang publik. []
Baca juga : IKO dan Refleksi DPW ABI DKI Jakarta: Membangun Ormas Berdaya, Akuntabel, dan Bermartabat
