Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Pertolongan Allah: Sebuah Ikatan Ideologis

Pertolongan Allah: Sebuah Ikatan Ideologis

Oleh: Ustadz Abdollah Assegaf (Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia)

Ahlulbait Indonesia 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong Allah, niscaya (Allah) akan menolong kalian dan meneguhkan pijakan kalian.” (Q.S. Muhammad: 7)

Ayat ini merupakan bentuk ikatan ideologis antara manusia beriman dan Rabb-nya. Dalam ayat tersebut, Allah tidak berkata: “Jika kalian meminta tolong, Aku akan menolong,” melainkan: “Jika kalian menolong Allah…”

Ini menunjukkan bahwa pertolongan Allah adalah konsekuensi langsung dari pembelaan terhadap nilai-nilai Ilahiah, bukan hadiah instan, melainkan buah dari sikap eksistensial, bahwa menjadi pembela kebenaran, bahkan dalam kondisi paling lemah.

Banyak orang menyangka bahwa “menolong agama Allah” berarti berdzikir, berdoa, atau menanti mukjizat. Padahal, menolong Allah berarti menegakkan keadilan, meskipun harus melawan kekuatan besar; menolak kompromi terhadap kebatilan, walau harus dibayar mahal; membangun kekuatan, meski dimulai dari titik nol.

Dalam Nahjul Balaghah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, berkata:

“إن الله فرض عليكم الجهاد، وجعله عزاً للإسلام، وذلاً للكفار.”

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan jihad kepada kalian, dan menjadikannya kemuliaan bagi Islam serta kehinaan bagi para kafir.”

Jihad di sini bukan semata pertempuran bersenjata, melainkan jihad eksistensial, yaitu mempertahankan identitas Iahiah di tengah dunia yang ingin menghapusnya.

Sejak Revolusi Islam 1979, Iran memilih jalan berat: menolak tunduk pada hegemoni global, dan mengusung prinsip:

“لا شرقية ولا غربية، جمهورية إسلامية”

Tidak condong ke Timur maupun Barat, melainkan Islam sebagai fondasi.

Selama puluhan tahun embargo, sabotase, teror, sanksi ekonomi, dan tekanan internasional, Iran tidak pernah menyerah. Sebab perjuangan mereka tidak dibangun atas dasar keuntungan materi, melainkan atas keyakinan ideologis bahwa menolong agama Allah adalah kewajiban mutlak, dan pertolongan Allah adalah sebuah kepastian.

Imam Khomeini RA berkata:

“نحن مكلفون بالقيام بالواجب، ولسنا مكلفين بالنتيجة.”

“Kita bertanggung jawab untuk menjalankan kewajiban, bukan bertanggung jawab atas hasilnya.”

Baca juga : Membaca Strategi Zionis di Balik Topeng Nuklir

Inilah dasar dari sabar dan ketabahan Iran: Iman terhadap perintah Allah, bukan sekadar mencari hasil pragmatis.

Iran tidak menanti pertolongan Allah dengan berpangku tangan. Selama puluhan tahun, mereka membangun industri militer dalam negeri meski di bawah embargo total; membentuk jaringan sosial-politik dan kultural regional (Poros Perlawanan); memperkuat ketahanan ekonomi lewat ekonomi resistensi; memobilisasi rakyat melalui ideologi syahadah dan cinta tanah air.

Yang paling penting mereka membangun ketahanan spiritual dan psikologis rakyat. Selama lebih dari 40 tahun, generasi muda dididik dengan semangat Ashura, semangat Imam Husain as. yang tak pernah menyerah walau dikepung.

Dalam perang 9 hari dengan Penjajah Israel dan Amerika, bersamaan dengan tekanan global yang kita saksikan, Iran menunjukkan tingkat kesiapan yang mengejutkan dunia: rakyat bersatu, sistem komando efisien, jaringan diplomatik waspada, dan kekuatan militer bersiaga.

Semua itu tidak terjadi dalam semalam. Ia adalah buah dari 40 tahun ketekunan dan kesabaran, dari keyakinan bahwa:

“والله لا نُعطيكم بَيدِنا إعطاءَ الذَّليل”

“Demi Allah, kami tidak akan menyerah kepada kalian seperti kaum yang hina.”

Allah berfirman:

“وَلَنَبْلُوَنَّكُم حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ”

Dan Kami akan menguji kalian hingga Kami mengetahui siapa di antara kalian yang berjihad dan bersabar…” (Q.S. Muhammad: 31)

Kesabaran bukanlah pasif. Kesabaran adalah strategi jangka panjang. Iran tidak bereaksi gegabah terhadap setiap provokasi. Mereka menyimpan energi, mengatur langkah, dan mempersiapkan setiap skenario. Mereka tahu bahwa pertolongan Allah datang kepada mereka yang bersabar dan bersiaga.

Imam Ali Zainal Abidin AS berkata:

“الصبر مفتاح الفرج، وجُنّة من الفزع”

Sabar adalah kunci solusi dan perisai dari ketakutan.”

Pertanyaannya bukan: apakah kita akan ditolong oleh Allah? Melainkan: apakah kita layak untuk ditolong?

Kelayakan itu ditentukan sejauh mana kita teguh memegang nilai-nilai ilahiah.
Sejauh mana kita bersabar dalam membangun kekuatan.
Sejauh mana kita siap berkorban demi keadilan.

Iran, dengan segala keterbatasannya, telah membuktikan bahwa ketabahan dan kesabaran yang dibimbing oleh iman ideologis akan membuahkan pertolongan yang melebihi perhitungan logika manusia.

“إِن يَنصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ”

(Q.S. Ali ‘Imran: 160) “Jika Allah menolong kalian, maka tak ada yang bisa mengalahkan kalian.” []

Baca juga : Tiga Hari Sebelum Muhararam: Bahaya Menanti Israel di Bulan Muhararam