Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

Ikatan Alumni Jamiah Al-Musthafa Kaji Pesan Pemimpin Revolusi Islam Iran

Ikatan Alumni Jamiah Al-Musthafa Kaji Pesan Pemimpin Revolusi Islam Iran

Ahlulbait Indonesia – Ikatan Alumni Jamiah Al-Musthafa (IKMAL) menggelar kajian khusus membedah pesan Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dengan tema “Ngaji Pesan Rahbar”, dalam rangka memperingati Satu Abad Hauzah Ilmiah Qom. Acara berlangsung pada Kamis, 29 Mei 2025, di Pondok Pesantren Al-Quran Al-Musthafa, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat.

Menurut laporan dari laman resmi IKMAL, kegiatan ini merupakan respons para alumni Jamiah Al-Musthafa terhadap pesan Rahbar (sebutan untuk Pemimpin Revolusi Islam Iran dalam bahasa Persia) yang disampaikan pada peringatan satu abad Hauzah Ilmiah Qom.

Tiga pembicara hadir sebagai narasumber:
1. Dr. Hossein Mottaghi, Direktur Universitas Internasional Al-Musthafa untuk Perwakilan Indonesia,
2. Dr. Umar Shahab, alumnus Jamiah Al-Musthafa dan anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI),
3.Ustadz Abdullah Beik, M.A., juga alumnus Al-Musthafa dan anggota Dewan Syura ABI.

Acara dipandu oleh Ustadz Muhammad Ilyas.

Kedalaman Spiritual Pesan Rahbar

Menurut laporan laman IKMAL, Dr. Umar Shahab menyoroti bobot spiritual pesan Rahbar. Menurutnya, belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia yang mampu mewakili makna dan urgensi pesan tersebut sepenuhnya. Istilah seperti manifesto atau watsiqah pun dinilai terlalu ringan.

“Yang istimewa adalah cara pesan ini disusun,” ujarnya. “Tidak seperti dokumen strategis pada umumnya yang dirancang oleh tim ahli, Rahbar menulisnya sendiri dalam keadaan khalwat, yaitu menyepi dan menyendiri beberapa hari tanpa menerima kunjungan. Ini menunjukkan bahwa pesan ini lahir dari perenungan batin yang mendalam.”

Dr. Umar menekankan bahwa pesan tersebut merupakan seruan agar Hauzah melakukan lompatan besar di tengah derasnya arus perubahan zaman. Jika tidak, Hauzah berisiko tertinggal.

Beliau mengutip dua fondasi utama dalam pesan Rahbar:
1. Talim wa Tahzib. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada ilmu, tetapi juga pembentukan karakter dan semangat perjuangan (harakah). Penuntut ilmu harus menjadi agen perubahan dan penolak kezaliman.
2. Amil al-Zaman wa al-Makan. Dalam Ushul Fiqih, dimensi waktu dan tempat harus dipertimbangkan dalam istinbath hukum. Ijtihad harus relevan dengan realitas sosial dan konteks zaman.

“Sebagai alumni Hauzah, tugas kita adalah menerjemahkan pesan ini menjadi gerakan nyata di masyarakat Indonesia, khususnya dalam membina komunitas Syiah dan umat Islam secara luas,” tegasnya.

Baca juga : Mansyur-e Ruhaniyat Imam Khamenei: Cetak Biru Revolusi Pendidikan Hauzah di Era Modern

Hauzah sebagai Pelopor Perubahan

Narasumber kedua, Ustadz Abdullah Beik, memaparkan dua poin kunci:
1. Hauzah harus menjadi saromad. Sebagai pelopor perubahan di masyarakat. Beliau menyayangkan bahwa banyak makalah kajian pesan Rahbar di Qom hanya tersedia dalam bahasa Persia, sehingga tidak terjangkau umat Islam global.
2. Pentingnya pengakuan akademik Hauzah, baik dalam bentuk gelar (S1, S2, S3) atau ijazah ilmiah. “Tanpa legitimasi formal, alumni kesulitan berkiprah di institusi pendidikan tinggi di Indonesia,” jelasnya.

Ustadz Beik juga menekankan perlunya rekrutmen murid Hauzah dari kalangan muda. “Dengan lebih dari 300 kabupaten dan 3.000 kecamatan di Indonesia, kita butuh ribuan dai yang siap turun ke masyarakat,” ujarnya.

Hauzah dan Pesantren, Perspektif Komparatif

Dr. Hossein Mottaghi memberikan analisis komparatif antara Hauzah di Qom dan pesantren di Indonesia. Menurutnya, inti pesan Rahbar bukan sekadar untuk dipahami, tapi harus diwujudkan dalam program nyata.

“Indonesia justru lebih dahulu mengkaji pesan ini dibanding Hauzah di Qom sendiri. Ini menunjukkan semangat luar biasa alumni di sini,” ujarnya.

Ketua Perwakilan Jamiah Al-Musthafa Indonesia ini menjelaskan tiga tugas utama Hauzah:
1. Menjaga esensi Islam dari distorsi,
2. Mencetak ulama pewaris Nabi,
3. Merumuskan pandangan baru yang relevan dengan zaman.

Dr. Mottaghi juga menyamakan perjuangan Hauzah Qom, melawan rezim Qajar dan Pahlevi dengan pesantren di Indonesia yang bertahan di bawah penjajahan Belanda dan tekanan misi Kristen.

“Alumni Hauzah hari ini harus meneladani tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari, Ayatullah Burujerdi, dan Imam Khomeini, bukan hanya berilmu, tapi juga mampu menggerakkan masyarakat,” tegasnya.

Di akhir acara, Mottaghi menyerukan: “Kita semua adalah Mutahhari, Burujerdi, Khomeini, bahkan Ustadz Husain Al-Habsyi zaman ini.”

Mottaghi berharap IKMAL membentuk forum kajian rutin agar pesan Rahbar tidak berhenti pada wacana, melainkan melahirkan aksi strategis.

Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi IKMAL untuk memperkuat peran alumni Hauzah sebagai katalisator transformasi umat. Dengan merespons pesan Rahbar secara serius, alumni tidak hanya menjaga tradisi ilmiah Hauzah, tetapi juga membuka jalan bagi gerakan intelektual dan spiritual yang relevan dengan tantangan zaman. []

Sumber: https://ikmalonline.com/refleksi-strategi-satu-abad-hauzah-qom/

Baca juga : Gubernur Taliban: Imam Ali a.s, dan Keturunannya Mengorbankan Diri Demi Islam