Internasional
Hizbullah Tegaskan Kelanjutan Perlawanan dalam Peringatan Hari Syuhada
BEIRUT — Dalam upacara peringatan Hari Syuhada yang diadakan di sejumlah wilayah Lebanon, Sekretaris Jenderal Hizbullah Sheikh Naim Qassem menegaskan kembali komitmen kelompok itu untuk mempertahankan kekuatan militernya sebagai alat menghadapi apa yang disebutnya sebagai “musuh Israel”. Dalam pidatonya, Sheikh Qassem mengaitkan peringatan hari itu dengan operasi bunuh diri yang dilakukan Ahmad Qassir, dan menggambarkan peristiwa tersebut sebagai titik simbolis dalam sejarah perlawanan kelompok tersebut.
Acara yang berlangsung di sekurang-kurangnya sebelas lokasi — termasuk kawasan selatan Lebanon, Beirut, Baalbek dan Hermel — dipenuhi dengan pengibaran bendera dan sambutan yang menekankan pengorbanan para pejuang dan pentingnya kelanjutan “jalur perlawanan”. Qassem menyebut keputusan untuk menjadikan tanggal tersebut sebagai Hari Syuhada sebagai penghormatan terhadap “model pengorbanan” yang menurutnya ditunjukkan oleh Ahmad Qassir.
Dilansir Al-Manar, Selasa (11/11), dalam pidatonya yang panjang, Sheikh Qassem memaparkan kronologi operasi Qassir dan mengklaim bahwa serangan itu menimbulkan kerugian besar bagi pasukan Israel serta berdampak pada penarikan pasukan Israel dari Lebanon pada 2000. “Ketika kita memperingati Ahmad Qassir, kita memperingati semua syuhada—mereka yang memilih jalan pengorbanan, gugur di medan pertempuran, atau syahid dalam tugas,” ujarnya, sebagaimana dikutip dalam pernyataan yang dirilis oleh pihaknya.
Sheikh Qassem juga memanfaatkan forum tersebut untuk mengkritik peran internasional, khususnya AS dan Israel, dalam mengatur nasib politik dan keamanan Lebanon. Ia menuduh adanya campur tangan eksternal yang bertujuan “melemahkan kemampuan perlawanan” dan menekan pemerintah Lebanon agar mengutamakan pengurangan peran kelompok bersenjata di negara itu. Menurutnya, tekanan ini termasuk upaya untuk memperkuat tentara Lebanon dengan tujuan yang, kata Sheikh Qassem, bukan untuk menghadapi Israel tetapi untuk membendung pengaruh kelompok perlawanan.
Baca juga : Doa Hujan Digelar di Berbagai Negara Timur Tengah di Tengah Krisis Kekeringan
Pernyataan Sheikh Qassem menyinggung peristiwa besar lainnya, termasuk konflik yang disebutnya “The Formidable in Might,” serta gencatan senjata yang dicapai pada 27 November 2024. Ia menegaskan bahwa perjanjian gencatan senjata yang dimaksud — yang menurutnya mencakup penarikan pasukan Israel di selatan Sungai Litani dan penempatan tentara Lebanon — adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan para pejuang.
Walau memuji “keteguhan dan iman” para pejuang, pidato Sheikh Qassem juga mengandung peringatan keras terhadap siapa pun yang dianggap mengancam keberlangsungan perlawanan. “Kita tidak akan menyerah; kita akan bertahan demi martabat dan kebebasan,” ujarnya dalam bagian pidato yang mengandung nuansa retorika keras. Ia juga menyampaikan salam solidaritas kepada rakyat Palestina, Iran, dan kelompok-kelompok yang disebutnya sekutu dalam perjuangan regional.
Para pengamat mengatakan pidato-pidato semacam ini berfungsi ganda: memperkuat dukungan domestik dan mengirim pesan politik kepada aktor-aktor regional serta internasional. Sementara pendukung melihatnya sebagai penguatan semangat dan legitimasi gerakan, kritikus mempertanyakan dampak retorika militan terhadap stabilitas nasional dan hubungan Lebanon dengan komunitas internasional.
Pernyataan Sheikh Qassem juga menyinggung kontroversi dalam politik domestik Lebanon, termasuk pernyataan kabinet yang menurutnya menempatkan fokus pada “pelucutan senjata perlawanan.” Ia menilai penyederhanaan isu menjadi masalah penjinakan senjata berpotensi menjadi pintu bagi tekanan lebih lanjut terhadap organisasi dan sumber daya yang menopang mereka.
Acara peringatan yang diadakan di berbagai kota itu menutup dengan seruan agar “perlawanan” tetap menjadi garis kebijakan bagi komunitas pendukungnya, sembari menegaskan bahwa segala opsi akan tetap dipertimbangkan selama yang mereka sebut “pendudukan dan ancaman” belum selesai. Pidato-pidato seperti ini, kata sejumlah analis, kemungkinan akan terus memperkuat polarisasi internal Lebanon dan mempengaruhi dinamika politik serta keamanan di wilayah tersebut.
Baca juga : Membantu Orang Lain Terbukti Memperlambat Penurunan Kognitif
