Internasional
Hizbullah Tegaskan Posisi Sebagai Pilar Kedaulatan Lebanon

Ahlulbait Indonesia — Sekretaris Jenderal Hizbullah Syekh Naim Qasim menegaskan kembali posisi strategis organisasinya dalam arsitektur pertahanan Lebanon, melalui pidato peringatan 25 tahun pembebasan Lebanon Selatan yang disiarkan langsung televisi Al-Manar pada Minggu (25/5).
Dalam pidato itu, Syekh Qasim menyebut peristiwa pembebasan wilayah selatan dari pendudukan Israel pada tahun 2000 sebagai “titik balik sejarah” yang tidak hanya mengusir kekuatan asing, tetapi mengakhiri era politik kepasrahan di Lebanon.
“Perlawanan adalah jawaban alami dari bangsa yang bermartabat,” kata Syekh Qasim, seraya menelusuri akar historis gerakan perlawanan yang telah tumbuh sejak dekade 1960-an melalui kepemimpinan Imam Musa Sadr.
Mundurnya Israel “Tanpa Syarat”
Syekh Qasim mengungkapkan detail menarik mengenai penarikan pasukan Israel dari Lebanon Selatan. Menurutnya, sebelum 2000, Israel masih berupaya bernegosiasi dengan pemerintah Lebanon. Namun dalam apa yang disebutnya sebagai “pengakuan kekalahan tak bersyarat,” Israel memilih mundur sepihak di tengah malam, meninggalkan milisi lokal sekutunya tanpa perlindungan.
“Sejak saat itu, wilayah perbatasan Lebanon tidak lagi menjadi ladang konflik sektarian,” tegasnya, untuk merespons kritik terhadap peran Hizbullah dalam perpolitikan domestik Lebanon.
Baca juga : Sayyid Abdul Malik: Serangan Israel Memuncak, Dunia Arab Harus Bangkit
Transformasi dari Militer ke Politik
Sekretaris Jenderal Hizbullah menekankan evolusi organisasinya pasca-pembebasan. Menurut Syekh Qasim, perlawanan kini tidak lagi sekadar proyek militer melawan okupasi, melainkan telah menjadi “tiang utama negara Lebanon yang kuat.” Pernyataan ini mencerminkan upaya Hizbullah memposisikan diri sebagai entitas politik yang terintegrasi dalam struktur kenegaraan, sekaligus mempertahankan legitimasi militernya.
“Perlawanan kita bersifat defensif, bukan ekspansionis,” kata Syekh Qasim. “Kadang ia bersabar, kadang ia bertindak. Namun satu hal pasti: Perlawanan tidak pernah tunduk.”
Kritik terhadap Pemerintah dan AS
Syekh Qasim juga melontarkan kritik terhadap pemerintah Lebanon dan peran Amerika Serikat di kawasan. Ia menyebut AS sebagai “penjamin gencatan senjata” yang justru mendukung apa yang disebutnya agresi Israel di Gaza dan Lebanon. Dalam konteks tersebut, pemimpin Hizbullah memperingatkan jika negara gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya, organisasinya tidak akan berdiam diri. “Kami punya berbagai opsi. Kami akan bersabar, namun kami tidak akan membisu di hadapan kezaliman,” ujarnya.
Signifikansi Timing dan Pesan
Pidato yang disampaikan tepat pada peringatan 25 tahun pembebasan Lebanon Selatan ini bukan kebetulan. Momentum tersebut adalah penegasan kembali kontinuitas perlawanan, tidak hanya terhadap Israel, tetapi terhadap setiap bentuk intervensi eksternal yang dianggap mengancam kedaulatan Lebanon.
Pernyataan tersebut juga mencerminkan upaya Hizbullah mempertahankan relevansi politiknya di tengah tekanan internasional, dengan menawarkan paradigma bahwa perlawanan merupakan bentuk legitimasi, bukan pembangkangan terhadap otoritas negara.
Dengan legitimasi historis, sosial, dan religius, Hizbullah berupaya memposisikan diri tidak hanya sebagai aktor keamanan, tetapi sebagai penjaga martabat nasional Lebanon di saat pemerintah Lebanon lemah menghadapi tekanan geopolitik regional dan global.[]
Baca juga : Presiden Yaman Peringatkan Keras AS dan Rezim Zionis: Kami Siap Hadapi Agresi Baru