Ikuti Kami Di Medsos

Internasional

Lompatan AI Iran dan Pelajaran Penting bagi Indonesia

Ahlulbait Indonesia, 10 Desember 2025 — Percepatan pengembangan kecerdasan buatan di Iran, seperti dilaporkan The Times of Israel, seharusnya menjadi alarm keras bagi Indonesia. Negara yang selama bertahun-tahun terjerat sanksi internasional itu justru melesat dalam membangun ekosistem AI nasional. Yang menarik bukan teknologinya, tetapi keberanian politiknya, bahwa Iran tidak menunggu akses dari luar tetapi mereka membangunnya sendiri. Tidak meminta ruang, mereka menciptakan ruangnya.

Indonesia, yang memiliki kondisi jauh lebih menguntungkan, justru berjalan lambat.

Kedaulatan Teknologi Bisa Dicapai Negara Mana Pun

Terisolasi secara ekonomi dan politik, Iran tetap mampu menyatukan pemerintah, lembaga riset, dan militer untuk membentuk infrastruktur AI nasional. Mereka menerbitkan dokumen strategis, membentuk lembaga khusus, dan mengembangkan aplikasi dari medis hingga sistem pertahanan. Keberhasilan ini bukan pujian terhadap model politik Iran, perbandingan ini semata-mata menunjukkan satu hal bahwa keputusan strategis yang tegas dapat mempercepat pembangunan teknologi, bahkan dalam keterbatasan.

Ini kontras dengan Indonesia, yang memiliki populasi 278 juta jiwa dan salah satu pasar digital terbesar di dunia, tetapi belum menempatkan AI pada level prioritas geopolitik.

Indonesia Terjebak dalam Ketergantungan Teknologi

Fakta-faktanya jelas.

1. Hampir seluruh layanan AI yang digunakan di Indonesia berbasis infrastruktur asing.
2. Tidak ada model bahasa nasional berskala besar yang dikembangkan negara.
3. Kebocoran data terjadi berulang, lebih dari 81 juta data BPJS bocor pada 2021, disusul berbagai insiden besar lainnya.
4. Roadmap AI 2045 ada, tetapi implementasinya tersendat dan tampak seremonial.

Ketergantungan seperti ini berbahaya. Dalam ekosistem digital modern, keterlambatan bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masalah kedaulatan.

Ancaman Bukan Teori

Laporan Microsoft, Google, dan OpenAI menunjukkan aktor yang berafiliasi dengan Iran telah memanfaatkan AI untuk operasi siber, phishing canggih, dan disinformasi lintas negara. Ini menegaskan bahwa AI memperluas potensi serangan kecepatan tinggi, tanpa batas geografis.

Asia Tenggara pun tidak kebal. Serangan siber terhadap infrastruktur energi di Malaysia dan Singapura dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa kawasan ini sudah masuk radar operasi digital global. Indonesia dengan sistem digital yang luas tetapi lemah, berada di posisi rawan.

Jika Iran, meski dibatasi sanksi dapat memanfaatkan AI untuk memperkuat kemampuan sibernya, maka Indonesia perlu jujur menilai posisi diri sendiri.

Indonesia Bisa Memimpin Asia Tenggara, Tetapi Belum Bergerak

Indonesia sebenarnya memiliki modal yang tidak dimiliki banyak negara:

1. Bahasa nasional tunggal dengan penutur ratusan juta,
2. Pasar digital terbesar di kawasan,
3. Ekosistem startup paling dinamis di Asia Tenggara,
4. Talenta muda yang melimpah.

Modal ini cukup untuk membangun model bahasa nasional, pusat riset AI publik, dan infrastruktur data yang kuat. Negara-negara tetangga sudah melangkah, bahkan Singapura menggelontorkan investasi besar untuk AI Hub, Vietnam memperluas laboratorium komputasi awannya, Thailand menargetkan model bahasa Thai skala besar.

Indonesia berisiko menjadi penonton dalam perlombaan yang akan menentukan struktur ekonomi dan politik kawasan.

Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Pemerintah bukan tidak bergerak, tetapi kecepatannya tidak sebanding dengan dinamika global. Jika Indonesia ingin mengamankan masa depannya, beberapa langkah strategis harus segera diprioritaskan:

1. Membangun model bahasa nasional berbasis data Indonesia melalui kolaborasi pemerintah, BUMN, dan universitas.
2. Mewajibkan data strategis disimpan di dalam negeri dengan standar keamanan yang ketat.
3. Mendirikan lembaga khusus AI nasional untuk memastikan koordinasi lintas kementerian.
4. Mengembangkan kapasitas keamanan siber berbasis AI untuk melindungi infrastruktur energi, transportasi, dan layanan publik.

Ini bukan daftar keinginan, tetapi ini adalah  kebutuhan strategis.

Pertanyaan yang Harus Dijawab Indonesia

Dunia bergerak ke era di mana kecerdasan buatan bukan lagi soal teknologi, tetapi sumber daya strategis setara energi dan pertahanan. Iran bergerak karena terdesak. Indonesia seharusnya bergerak karena memiliki peluang.

Pertanyaannya sederhana dan harus dijawab dengan jujur. Apakah Indonesia siap membangun kecerdasan buatannya sendiri, atau rela menjadi konsumen selamanya dalam ekosistem digital yang ditentukan negara lain? [MT]

Sumber: Kayhan

Continue Reading