Internasional
Sayyid Abdul Malik Puji Perlawanan Gaza, Kecam AS dan Rezim Arab
Ahlulbait Indonesia – Pemimpin Ansarullah, Sayyid Abdul Malik Badreddine, memuji mendiang Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hasan Nasrallah sebagai “syahid Islam dan kemanusiaan” yang pernah menjadi benteng pertahanan kawasan saat perang 2006.
Dilansir Al-Manar, Kamis (25/9) dalam pesan televisi yang menyoroti perkembangan terbaru di Gaza dan Timur Tengah, Sayyid Abdul Malik menegaskan bahwa agresi zionis terhadap Gaza “mendekati tahun kedua” dan menandai genosida, kelaparan, serta pengepungan terhadap rakyat Palestina. Ia menuding Amerika Serikat sebagai penyokong utama kejahatan ini—mulai dari hak veto di Dewan Keamanan PBB hingga kunjungan ratusan anggota Kongres ke wilayah pendudukan.
Menurutnya, serangan udara zionis kian brutal: pemboman besar-besaran di Kota Gaza, pembatasan ketat di Yerusalem, serta aneksasi kilat di Tepi Barat, khususnya Al-Khalil. Meski demikian, perlawanan di Gaza, kata Sayyid Abdul Malik, justru menampilkan operasi-operasi berkualitas seperti serangan sniper, penyergapan, hingga rentetan roket yang dilancarkan Brigade Al-Qassam dan Al-Quds. “Keteguhan yang lahir dari iman,” ujarnya, “berdiri kontras dengan rezim-rezim Arab yang justru mendesak perlawanan untuk meletakkan senjata, sementara AS terus membanjiri zionis dengan senjata canggih.”
Soal Lebanon, ia mengecam serangan udara, pembantaian sipil, dan penghancuran rumah di sepanjang perbatasan yang menurutnya “melanggar kesepakatan dengan negara Lebanon.” Ia menilai sikap pemerintah Beirut lemah dan tunduk, memperingatkan bahwa menggantungkan harapan pada komunitas internasional adalah “taruhan yang kalah.” Sayyid Abdul Malik juga menyoroti persiapan Hizbullah menyambut peringatan syahid pertama Sayyid Hasan Nasrallah, seraya menegaskan bahwa Hizbullah “memainkan peran mendasar melindungi seluruh kawasan dari skema AS–zionis.”
Baca juga : Ali Larijani: Hizbullah, Benteng Perlawanan yang Menjadi Simbol Kekuatan Dunia Islam
Mengalihkan pandangan ke Suriah, ia menuduh faksi-faksi penguasa di sana melakukan koordinasi keamanan dengan zionis di bawah arahan Washington. Langkah ini, menurutnya, melayani proyek “Koridor Daud” menuju Eufrat dan mendorong minoritas Suriah mencari perlindungan ke pihak penjajah, yang kian memperluas rencana zionis.
Sayyid Abdul Malik juga menyoroti pernyataan terbaru AS yang, menurutnya, menempatkan zionis sebagai “mitra strategis istimewa” sambil merendahkan rezim Arab menjadi “sapi perah.” Ia menyebut upaya normalisasi Arab dengan zionis sebagai “mengejar fatamorgana,” karena konflik sebenarnya bukan soal perbatasan, melainkan dominasi dan kendali. “Siapa pun yang menerima realitas semu ini,” tegasnya, “telah mengorbankan martabat, kebebasan, dan jati diri.”
Ia mencatat gelombang solidaritas untuk Gaza memang muncul di negara-negara Arab seperti Bahrain, Lebanon, Tunisia, Maroko, dan Yaman, namun justru unjuk rasa besar terjadi di 19 negara Eropa dan Amerika. Sayyid Abdul Malik menyinggung keberangkatan “Armada Keteguhan” yang terdiri dari 43 kapal dari Spanyol, Italia, dan Tunisia—dengan rencana tambahan dari Yunani dan Mesir—untuk menembus blokade laut Gaza.
Menutup pernyataannya, Sayyid Abdul Malik menolak pengakuan Barat atas negara Palestina yang menurutnya hanya menjadikan rakyat Palestina “entitas tak bersenjata yang dirampas tanah dan rumahnya.” Ia menegaskan, “Harapan sejati ada pada keteguhan rakyat Palestina—itulah yang menjaga bukan hanya perjuangan mereka, tetapi juga martabat dan masa depan seluruh kawasan dan umat manusia.”[Bj]
Baca juga : Getah Pohon Liar Persia: Harapan Iran untuk Atasi Polusi Plastik Dunia
