Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

BNPT: Ada Ancaman Radikalisme yang Mengakar di Balik Penangkapan Teroris

BNPT: Ada Ancaman Radikalisme yang Mengakar di Balik Penangkapan Teroris

BNPT: Ada Ancaman Radikalisme yang Mengakar di Balik Penangkapan Teroris

Penangkapan tiga tersangka teroris jaringan ISIS di Indonesia pada awal Agustus 2024 membuka tabir yang lebih gelap dari sekadar angka. Di balik berita ini, tersimpan kenyataan pahit bahwa radikalisme dan konsolidasi kelompok teroris di negeri ini semakin mengakar dan berkembang secara diam-diam.

“Penangkapan ini hanyalah puncak dari gunung es. Di bawah permukaan, terjadi peningkatan konsolidasi dan radikalisasi yang mengancam keamanan kita,” ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Rycko Amelza Dahniel, dilansir Metrotvnews, Senin (19/8).

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri berhasil meringkus HOK, seorang tersangka teroris di Batu, Malang, Jawa Timur pada 31 Juli 2024. Tak berselang lama, dua tersangka lainnya, RJ dan AM, ditangkap di Jakarta Barat pada 6 Agustus 2024. Meskipun tidak ada serangan teroris besar-besaran yang terjadi sepanjang 2023 hingga 2024, Rycko menegaskan bahwa ancaman tersebut masih nyata dan berbahaya.

Baca juga : Begini Kata Pakar Soal Gempa Megathrust

Peningkatan konsolidasi sel teror terlihat dari semakin banyaknya penangkapan dan penyitaan barang bukti yang mengindikasikan aktivitas teror. Rycko juga mengungkapkan, radikalisasi yang menyasar perempuan, anak, dan remaja menjadi perhatian serius. Pandemi COVID-19 yang memaksa anak-anak belajar secara online telah dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menyebarkan ideologi mereka melalui media sosial.

Radikalisasi online ini, menurut Rycko, melahirkan fenomena “lone wolf”, individu yang teradikalisasi secara mandiri dan bisa melakukan aksi teror tanpa bantuan jaringan. Tersangka HOK, misalnya, diduga kuat merencanakan bom bunuh diri di dua tempat ibadah di Batu, Malang, setelah terpapar ideologi radikal dari grup Telegram lintas negara.

Kasus RJ dan AM juga menunjukkan bahwa ancaman ini tidak bisa diabaikan. Kedua tersangka yang aktif di media sosial dan mendukung Daulah Islamiyah atau ISIS, terlibat dalam perakitan bom yang tujuannya belum sepenuhnya terungkap. Mereka juga giat menyebarkan propaganda ISIS melalui platform digital.

Baca juga : Mengejutkan, Indonesia Masih Impor Barang dari Zionis