Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Kesaksian Dokter Indonesia soal Serangan Brutal di Gaza

Kesaksian Dokter Indonesia soal Serangan Brutal di Gaza

Ahlulbait Indonesia – Langkah dr. Wahyu Bimantoro terasa berat saat menapakkan kaki di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (17/4) lalu. Bukan semata karena lelah fisik, melainkan karena kenangan kelam yang dibawanya dari tanah yang hancur-lebur: Gaza. Ia baru saja menyelesaikan misi kemanusiaan selama lebih dari sebulan di salah satu wilayah paling mematikan di dunia saat ini.

Dokter spesialis anestesi asal Indonesia itu tergabung dalam Emergency Medical Team (EMT) MER-C ke-8 yang bertugas di Rumah Sakit Indonesia, Gaza. Saat kembali ke tanah air, ia disambut hangat oleh kerabat dan rekan sejawat. Namun di balik senyum yang tersungging, tersimpan kisah getir yang sulit terucap.

Menurutnya, situasi Gaza sejak 18 Maret benar-benar mencekam. Serangan udara Israel kembali menggila setelah gencatan senjata dilanggar. Bom bisa menghantam hingga 20 sampai 30 kali dalam sehari. Wilayah sekitar rumah sakit tempat ia bertugas menjadi salah satu titik serangan paling intens.

Meski teror begitu dekat, dr. Wahyu dan tim medis tetap bertahan. “Alhamdulillah kami semua selamat, tapi tidak mudah. Setiap hari adalah perjuangan antara hidup dan mati,” ujarnya, dikutip dari Merdeka.com, Rabu (30/4).

Baca juga : Kemen PPPA Soroti Empat Isu Krusial untuk Perkuat Perempuan dan Anak Lewat Program RBI

Yang paling menghantam nuraninya adalah penderitaan warga Gaza yang disaksikannya secara langsung. Anak-anak kelaparan, orang tua kehilangan harapan, dan tenaga medis hampir tumbang karena kelelahan serta minimnya logistik. Ia bahkan menyaksikan sendiri para dokter dan jurnalis yang gugur saat menjalankan tugas.

Menurutnya, kekejaman yang melanda Gaza sudah melampaui batas kemanusiaan. Bukan hanya bom dan peluru, tetapi blokade terhadap bantuan kemanusiaan turut memperparah krisis. Makanan dan obat-obatan tertahan. Fasilitas vital seperti pabrik air bersih tak lagi berfungsi.

Ia berharap dunia tidak membiarkan Gaza berjuang sendiri. “Perang ini sudah berlangsung lebih dari setahun. Ini bukan lagi perang 40 hari seperti dulu. Ini panjang, brutal, dan rakyat Gaza sangat menderita,” tegasnya. Ia juga menyerukan agar jalur bantuan segera dibuka dan gencatan senjata ditegakkan kembali.

“Jangan lupakan Gaza,” pesannya penuh harap. “Mereka sangat membutuhkan kita. Mereka lapar, sakit, dan kehilangan harapan. Tapi mereka terus bertahan. Kini giliran kita menunjukkan kepedulian.” []

Baca juga : Membangun Persahabatan dan Misi Damai: ABI dan Ponpes Darut Taqrib Temui MUI Jepara