Nasional
Ketahanan Bencana Masih Lemah, Guru Besar UMS: Indonesia Harus Berbenah

Ahlulbait Indonesia – Meskipun Indonesia telah berpengalaman menghadapi bencana selama lebih dari satu abad, risiko bencana di Tanah Air tetap tinggi. Idealnya, semakin banyak pengalaman, semakin kecil risiko yang dihadapi. Namun, kenyataan menunjukkan hal yang sebaliknya.
“Faktanya, risiko bencana di Indonesia masih sangat tinggi,” ujar Muzakar Isa dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Selasa (25/2), sebagaimana dilansir dari Tempo.co.
Muzakar menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. Sejak 1815 hingga Januari 2025, tercatat 49.300 kejadian bencana alam. Berbagai strategi dan program mitigasi telah diterapkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan, tetapi masih terdapat celah yang perlu diperbaiki.
Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa ketahanan bencana harus disesuaikan dengan kondisi geografis. Wilayah pesisir, khususnya di Jawa Tengah, lebih rentan terhadap banjir dibandingkan dengan daerah non-pesisir.
“Kajian di pesisir utara menunjukkan bahwa eksposur, kondisi fisik, dan kepadatan populasi sangat berpengaruh terhadap tingkat kerentanan,” ungkapnya.
Sementara itu, penelitian di daerah non-pesisir seperti Kabupaten Klaten, yang dialiri Sungai Bengawan Solo, menunjukkan bahwa pertemuan aliran sungai besar sering memicu banjir parah. Oleh karena itu, strategi mitigasi di kedua wilayah ini harus dirancang secara berbeda dan lebih spesifik.
Baca juga : Menlu RI di Dewan HAM PBB: Hentikan Genosida di Palestina, Akhiri Standar Ganda
Kelembagaan Masih Jadi Titik Lemah
Selain faktor geografis, kelembagaan menjadi aspek krusial yang masih lemah dalam pengurangan risiko bencana. Muzakar menyoroti bahwa kurangnya regulasi yang jelas serta koordinasi yang efektif sering kali membuat respons terhadap bencana tidak optimal.
“Contohnya saat erupsi Gunung Merapi di Boyolali, banyak orang datang hanya untuk menonton atau bahkan berswafoto. Fenomena ini menunjukkan lemahnya regulasi dan koordinasi kelembagaan dalam situasi darurat,” tegasnya.
Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya memperkuat sistem kelembagaan dalam manajemen bencana, baik dalam perencanaan mitigasi maupun respons cepat saat bencana terjadi. Dengan sistem yang lebih solid, risiko bencana dapat ditekan, dan masyarakat lebih siap menghadapi berbagai ancaman.
UMS Kukuhkan Dua Guru Besar Baru
Dalam Sidang Terbuka Senat UMS hari ini, selain Muzakar Isa, Jati Waskito juga dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Kepemimpinan Organisasi. Dalam orasi ilmiahnya, Jati menyoroti pentingnya perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia dalam meningkatkan efektivitas kerja.
Rektor UMS, Sofyan Anif, menyatakan bahwa dengan pengukuhan ini, jumlah Guru Besar di UMS kini mencapai 59 orang. Ia juga menegaskan komitmen UMS untuk terus berkembang menuju status World Class University (WCU).
“Mudah-mudahan pada 2029, UMS dapat menjadi Leading World Class University dengan target 25 persen profesor. Saat ini, kami sudah berada di jalur yang tepat,” ujarnya optimistis.[]
Baca juga : Desakan Pembentukan UU Geologi untuk Mitigasi Bencana dan Tata Ruang