Nasional
Laporan SETARA: Lonjakan Tajam Pelanggaran Kebebasan Beragama Sepanjang 2024

Jakarta, 25 Mei 2025 — Pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan sepanjang tahun 2024, menurut laporan tahunan SETARA Institute. Lembaga ini mencatat 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran, naik tajam dari 217 peristiwa dan 329 tindakan pada tahun sebelumnya.
Dalam laporan yang dirilis kepada Media Ahlulbait Indonesia (Media ABI), SETARA menyebut 2024 sebagai tahun “regresi di tengah transisi”, mengacu pada berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo dan dimulainya masa jabatan Presiden Prabowo Subianto. Alih-alih meninggalkan warisan toleransi yang kuat, Jokowi dinilai gagal memperbaiki ekosistem kebebasan beragama selama satu dekade kepemimpinannya.
Negara dan Ormas Berbagi Peran
Dari 402 tindakan pelanggaran yang tercatat, 159 dilakukan oleh aktor negara, termasuk pemerintah daerah, aparat kepolisian, dan kejaksaan. Sementara itu, 243 tindakan lainnya berasal dari aktor non-negara, seperti organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, kelompok warga, dan tokoh masyarakat.
SETARA mencatat peningkatan mencolok dalam pelanggaran oleh ormas keagamaan, yang dinilai sebagai cerminan menguatnya arus konservatisme dalam ruang publik.
Baca juga : Menteri Kebudayaan: Indonesia Konsisten Dukung Kemerdekaan Palestina
Tiga Fokus Utama Pelanggaran KBB
Laporan tahun ini menyoroti tiga isu utama yang mendominasi pelanggaran terhadap kebebasan beragama:
1. Intoleransi dan Diskriminasi
Sebanyak 73 tindakan intoleransi dilakukan oleh masyarakat, sementara 50 tindakan diskriminatif dilakukan oleh institusi negara. Angka ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2023 yang masing-masing hanya mencatat 26 dan 23 tindakan.
2. Pasal Penodaan Agama
Penggunaan pasal penodaan agama kembali marak, dengan 42 kasus tercatat pada 2024—nyaris dua kali lipat dari 15 kasus pada 2023. Dari jumlah tersebut, 14 berasal dari aparat negara, sementara 29 dilaporkan oleh warga.
3. Gangguan terhadap Pendirian Tempat Ibadah
Meskipun mengalami penurunan dari 65 menjadi 42 kasus, persoalan pendirian rumah ibadah dinilai masih belum terselesaikan secara struktural. Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 kembali disebut sebagai hambatan utama.
Jawa Barat dan Jawa Timur: Zona Merah KBB
Secara geografis, Jawa Barat menduduki posisi teratas dalam jumlah pelanggaran dengan 38 kasus, disusul Jawa Timur (34), DKI Jakarta (31), dan Sumatera Utara (29). Pola ini disebut konsisten dengan tren pelanggaran dalam beberapa tahun terakhir, menandakan kebutuhan akan intervensi kebijakan yang lebih tegas di daerah-daerah tersebut.
Ujian Awal bagi Pemerintahan Baru
Lonjakan pelanggaran di tahun politik 2024 dinilai sebagai tantangan awal bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. SETARA Institute menekankan bahwa komitmen terhadap kebhinekaan harus menjadi agenda prioritas nasional.
Lembaga ini mendorong reformasi regulasi, termasuk revisi terhadap PBM 2006 dan pemberlakuan moratorium atas penggunaan pasal penodaan agama. Pemerintah juga diimbau untuk menunjukkan kepemimpinan moral yang nyata dalam mempromosikan budaya toleransi dan inklusi.
“Jika pemerintahan ini ingin diingat sebagai pembaharu, maka perlindungan kebebasan beragama harus diposisikan setara dengan agenda pembangunan lainnya,” ujar Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute. []
Baca juga : Menag Nasaruddin Umar Tawarkan Indonesia Sebagai Model Dialog dan Toleransi Global