Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Pakar: Indonesia Terancam Efek Domino Dagang AS

Pakar: Indonesia Terancam Efek Domino Dagang AS

Ahlulbait Indonesia – Turunnya tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen mungkin terdengar seperti kabar baik di permukaan. Namun bagi Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, itu justru menjadi lonceng tanda bahaya jika Indonesia tidak segera merespons secara strategis dan hati-hati.

“Kesepakatan ini bukan akhir, tapi awal dari serangkaian pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia,” kata Hikmahanto dilansir Media Indonesia, Rabu(16/7).

Menurutnya, langkah pertama yang harus segera dilakukan adalah menuangkan kesepakatan tersebut ke dalam bentuk perjanjian bilateral resmi. Jika tidak, Indonesia bisa terjebak dalam konsekuensi hukum internasional. Pasalnya, negara-negara anggota WTO berhak menuntut perlakuan serupa berdasarkan prinsip most favored nation (MFN) sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat 1 GATT.

Prinsip itu menyatakan bahwa jika satu negara mendapatkan perlakuan khusus, maka seluruh anggota WTO juga harus diberi perlakuan yang sama—kecuali jika ada perjanjian bilateral yang sah secara hukum.

Baca juga : Pakar: Nol Serangan Teror Sejak 2023 Adalah Prestasi Kolektif Bangsa

Selain aspek hukum, Hikmahanto menyoroti pentingnya memperkuat daya saing pelaku usaha dalam negeri. Penurunan tarif akan membuka pasar domestik bagi produk-produk AS yang sudah dikenal kuat secara kualitas dan harga.

“Kalau pelaku usaha lokal—termasuk BUMN—tidak siap bersaing, maka target ambisius Presiden Prabowo untuk kemandirian energi dan pangan bisa terancam,” ujarnya.

Ancaman lain datang dari negara-negara besar lain seperti Tiongkok dan Uni Eropa. Hikmahanto menilai mereka tidak akan tinggal diam melihat dominasi AS di pasar Indonesia. Indonesia bisa menghadapi tekanan agar memberi konsesi serupa. Mengingat Indonesia adalah pasar strategis bernilai tinggi, negara-negara pesaing AS tentu tidak ingin kehilangan peluang begitu saja.

Pekerjaan rumah terakhir yang tak kalah penting, kata Hikmahanto, adalah mengantisipasi dampak terhadap tenaga kerja dalam negeri. Produk-produk AS yang masuk ke Indonesia tetap akan diproduksi di negara asalnya—bukan oleh tenaga kerja lokal.

“Artinya, Indonesia hanya akan menjadi pasar konsumsi tanpa mendapat manfaat dari penciptaan lapangan kerja,” tuturnya.

Baca juga : Prof. Hikmahanto Desak Pemerintah Tak Negosiasi soal Tarif 32% dari Trump: “Tak Perlu Mengemis!”

Continue Reading