Perbandingan Antara Imâmah dan Kenabian [2/6]
Pembahasan sebelumnya Imamah dalam Perspektif Mazhab Syiah dan Ahlussunnah [1/6]
Jika kenabian adalah bimbingan Ilahiah, maka imâmah adalah kepemimpinan Ilahiah. Tugas para nabi adalah memperjelas jalan bagi manusia yang harus ditempuh, sedang para imam bertugas membimbing manusia untuk menapaki jalan tersebut. Nabi Ibrahim as baru dapat menggapai kedudukan imâmah setelah beliau diutus (menjadi nabi) dan melalui berbagai ujian yang sangat berat.
“Dan ingatlah, ketika Ibrahim as diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), dan ia menunaikannya. Lalu Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu seorang imam bagi seluruh manusia” Ia berkata, “(dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman, “Janji-Ku ini tidak akan pernah mencakup orang-orang yang zalim”. (Al-Baqarah : 124)
Dari ayat di atas kita dapat memahami beberapa poin, yakni imâmah adalah maqâm Ilahiah dan maqâm ini tak dapat digapai oleh pribadi-pribadi non-ma’shûm, karena orang-orang yang tak ma’shûm seringkali mengerjakan dosa, berbuat zalim dan bertindak aniaya.
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa ketinggian maqâm imâmah tidak memiliki konsekuensi bahwa seorang imam memiliki kedudukan lebih tinggi dari seorang nabi, karena banyak para nabi, termasuk Nabi Islam yang mempunyai maqâm imâmah dan kenabian sekaligus.
Sumber Pokok Polemik Masalah Imâmah
Secara ringkas, polemik mendasar dalam konsep imâmah antara Syiah dan Ahlussunnah adalah:
1. Imam harus harus dipilih langsung oleh Tuhan.
2. Imam memiliki ilmu khusus dan terjaga dari kesalahan.
3. Imam harus terjaga dari dosa (ma’shûm).
Syiah meyakini ketiga premis di datas, sementara Ahlussunnah memandang bahwa ketiga premis tersebut bukanlah syarat dari seorang imam.
Dapat disimpulkan
- Menurut keyakinan Ahlussunnah, imâmah tidak lebih dari sebuah pemerintahan atas kaum muslimin. tugas imam (pemimpin) menurut mereka adalah tugas yang diemban oleh seorang pemimpin atas sebuah masyarakat sosial. Di dalam Islam, tidak terdapat metode khusus dalam menentukan seorang pemimpin. Bisa jadi seorang pemimpin sampai ke tampuk kepemimpinan melalui wasiat dari pemimpin sebelumnya, pemilihan secara mufakat, pilihan masyarakat atau kudeta.
- Menurut Akidah Syiah, imâmah adalah sebuah kepemimpinan universal yang mencakup seluruh segi kehidupan masyarakat Islam, baik di bidang duniawi maupun ukhrawi. Legalitas kepemimpinan ini hanya dapat diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, imâmah merupakan maqâm Ilahiah seperti kenabian.
- Menurut Syiah, seorang imam memiliki semua kedudukan yang dimiliki oleh seorang nabi selain kenabian itu sendiri. Semua perkataanya yang berhubungan dengan penjelasan hakikat dan kebenaran, undang-undang, hukum-hukum Islam dan pengetahuan Islami adalah hujjah yang senantiasa harus ditaati. Oleh karena itu, seorang imam memiliki segala ilmu berkenaan dengan hakikat agama sehingga ia tidak akan salah dalam menjelaskan hukum dan pengetahuan Islami dan ia senantiasa terjaga dari perbuatan dosa.
- Ayat ke-124 surah Al-Baqarah mengindikasikan imâmah adalah maqâm Ilahiah, dan hanya pribadi ma’shûm saja yang sanggup sampai kepada kedudukan ini.
- Polemik utama antara Syiah dan Ahlussunnah tentang masalah imâmah adalah: Pertama, pelantikan seorang imam adalah hak Tuhan. Kedua,Ilmu Ladunni seorang imam dan keterjagaannya dari segala macam kesalahan. Ketiga, kema’shûman seorang imam dari segala dosa.
Selanjutnya Urgensi Eksistensi Seorang Imam [3/6]
al-shia.org