Kematian Lebih Manis dari Madu
Kematian Lebih Manis dari Madu
Pada akhir hayatnya, Imam Husain as harus bertempur melawan raja bengis Yazid dan pasukannya. Yazid ketika memerintah mengubah agama Islam yang telah diajarkan dengan susah-payah oleh Rasulullah saw. Kini tiba saatnya bagi seseorang untuk bangkit melawannya dan berkata kepadanya bahwa apa yang dilakukannya adalah keliru. Imam meninggalkan Madinah pada akhir bulan Rajab tahun 60 H dan bertolak ke Mekah untuk mencari tahu bagaimana sikap kaum Muslimin terhadap Yazid.
Kemudian, masyarakat Irak terus menulis surat untuk Imam Husain as untuk datang menolong mereka. Bahkan mereka berkata bahwa mereka akan adukan ke hadapan datuknya jika Imam Husain as mengabaikan mereka. Menanggapi surat mereka, Imam Husain as mengutus saudara sepupunya, Muslim, ke Kufah untuk melaporkan keadaan di sana. Sementara itu, Imam Husain as melanjutkan mempersiapkan diri untuk menunaikan ibadah haji. Lalu, Yazid mengirim beberapa orang ke Mekah untuk membunuh Imam as. Lantaran tidak ingin berperang di tanah suci, imam meninggalkan Mekah dan bertolak menuju Kufah.
Baca juga : Arbain, Puncak Kesempurnaan Asyura
Dalam perjalanan menuju Kufah, Imam Husain as dihentikan oleh Hurr, seorang komandan tempur pasukan Yazid, pada awal bulan Muharram tahun 61 H. Imam dipaksa untuk mendirikan tenda di tanah Karbala. Selama perjalanan, Imam Husain as disertai oleh keluarganya. Anggota keluarganya itu terdiri dari wanita-wanita dan anak-anak beliau. Ketika tiba saatnya untuk bertempur dengan pasukan Yazid, salah seorang keponakan Imam as yang bernama Qasim, sangat berhasrat untuk ikut bertempur. Qasim adalah putra Imam Hasan as, berusia 12 tahun. Ia senaniasa meminta Imam Husain as untuk membiarkannya bertempur melawan musuh-musuh Islam.
Imam berbalik kepadanya dan bertanya, “Putraku, menurutmu apakah kematian itu?”
Ia menjawab, “Mati di jalan Allah lebih manis dari madu!”
Ma’sumah Jaffer, Kisah-kisah Teladan dari Para Imam Maksum as
Baca juga : Munajat Imam Husain