Akhlak
Pentingnya Ilmu dan Hikmah
Menapaki Jalan Cahaya, Menyemaikan Makna Kehidupan
Ahlulbait Indonesia – Dalam perjalanan sejarah peradaban, ilmu dan hikmah senantiasa menjadi fondasi utama yang mengantarkan umat manusia menuju kemajuan dan kebesaran. Dalam pandangan Islam, ilmu bukanlah tumpukan informasi atau kecakapan intelektual, melainkan cahaya yang menerangi hati, membimbing akal, dan menuntun langkah menuju kesempurnaan insani.
Imam Ali bin Abi Thalib a.s., sosok agung yang dikenal sebagai gerbang ilmu Nabi Muhammad saw., pernah ditanya tentang hakikat khair (kebaikan). Beliau menjawab dengan kata-kata yang maknanya melampaui batas ruang dan waktu:
“Kebaikan bukanlah ketika engkau memiliki lebih banyak kekayaan dan anak-anak. Kebaikan adalah ketika ilmumu bertambah. Ilmu lebih utama daripada harta. Ilmu adalah penyelamat, sementara kekayaan bisa habis karena digunakan. Ilmu justru bertambah ketika disebarkan.
Ilmu adalah satu-satunya kepercayaan sejati manusia, dan manusia wajib senantiasa mengikutinya.
Setiap orang, selama hidupnya, harus menempuh jalan kepatuhan. Ilmu adalah pemimpin, sedangkan harta hanyalah yang dipimpin.”
Pernyataan ini mengandung pelajaran yang dalam: bahwa nilai sejati seseorang tidak diukur dari apa yang ia miliki, melainkan dari sejauh mana ia memahami, menghidupi, dan membagikan pengetahuan. Dalam dunia yang sering terjebak dalam kilau materialisme, pesan ini hadir bak oase yang menghidupkan kesadaran.
Senada dengan itu, cucu beliau, Imam Ali Zainal Abidin a.s., menyampaikan:
“Andaikan manusia mengetahui keuntungan yang diberikan oleh ilmu, niscaya mereka akan mengejarnya, meskipun harus mengalirkan darah dari hati dan menyelam ke dasar samudra. Artinya, mereka akan terus menuntut ilmu hingga ajal menjemput.”
Dari para Imam Ahlul Bait, kita belajar bahwa ilmu bukan semata alat mencari penghidupan, tetapi jalan untuk menghidupkan jiwa. Ia membimbing manusia memahami jati dirinya, mengenal Tuhannya, dan menata dunia dalam keadilan dan keluhuran.
Baca juga : Dari Taqiyah ke Izzah: Seruan Jiwa Pecinta Ahlul Bait
Ilmu: Jalan Kesadaran dan Pengabdian
Ilmu yang sejati tidak berdiri sendiri; ia berpijak pada akhlak, disinari oleh hikmah, dan diarahkan untuk kebaikan bersama. Ia melahirkan ketulusan dalam memahami dan keberpihakan terhadap kemanusiaan. Imam Ali a.s. pernah menegaskan, “Ilmu adalah pemimpin,” dan dengan itu, ia menempatkan ilmu sebagai kompas kehidupan—bukan harta, bukan nafsu, bukan popularitas.
Tanpa ilmu, arah hidup menjadi kabur. Dengan ilmu, langkah menemukan maknanya.
Sebuah Seruan Hening: Menjadi Penuntut Ilmu Sejati
Di era ketika informasi mengalir deras, namun kebijaksanaan sering terpinggirkan, kita diingatkan untuk melampaui sekadar mengetahui untuk benar-benar mengerti, merenungi, dan mengamalkan. Gelar atau status bukanlah tujuan akhir, melainkan nilai yang tumbuh dalam kesadaran dan ketekunan.
Peradaban tidak dibangun semata oleh kekuatan, tetapi oleh kejernihan akal dan keluhuran hati.
Di tengah perubahan zaman, ilmu dan hikmah tetap menjadi pelita yang memandu agar langkah tetap berpijak pada nilai, dan tidak tersesat di tengah arus dunia yang cepat dan bising.
Belajar bukan sekadar kewajiban, tetapi cara hidup yang penuh makna.
Ia tumbuh dalam kesabaran, berakar pada kerendahan hati, dan mekar dalam ketulusan. Selama jiwa masih merindukan makna, selama akal masih ingin mengerti, ilmu akan selalu menjadi bekal yang tak tergantikan.
Warisan terbaik bukanlah harta, melainkan ilmu yang tumbuh bersama manfaat dan memberi arah.
Ia tidak lekang oleh waktu, tidak musnah oleh kematian. Ilmu hidup dalam laku, bersemayam dalam amal, dan mengalir dalam jejak kebaikan yang terus menyala, bahkan setelah kita tiada.
Maka di antara hening dan riuhnya kehidupan, semoga kita senantiasa diberi kesempatan untuk belajar, memahami, dan berbagi. Bukan demi pengakuan, tetapi demi menjadikan hidup lebih utuh, lebih bernilai dan lebih berpihak pada cahaya. []
Diolah dari: Ghulam Reza Sultani, Hari yang Bersih
Baca juga : Ada Banyak Jalan Menuju Tuhan, Namun Lewat ABI Paling Indah
