Ikuti Kami Di Medsos

Khutbah

Pidato Ustadz Abdullah Beik: Merayakan Maulid Nabi dan Kelahiran Imam Ja’far As-Shadiq

Pidato Ustadz Abdullah Beik: Merayakan Maulid Nabi dan Kelahiran Imam Ja'far As-Shadiq

Ahlulbait Indonesia – Pada momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus memperingati hari kelahiran Imam Ja’far As-Shadiq, yang bertepatan dengan Rabu, 17 Rabiul Awal 1447 H (10 September 2025), Ustadz Abdullah Beik, Sekretaris Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), menyampaikan pidato berisi pesan-pesan mendasar mengenai kepedulian sosial-ekonomi, relevansi keteladanan Rasulullah SAW dalam konteks kehidupan modern, serta urgensi persatuan sebagai fondasi untuk menghadapi tantangan umat.

Naskah pidato ini merupakan transkrip resmi yang telah disusun oleh Media ABI. Setelah mengawali dengan pembacaan shalawat kepada Rasulullah SAW beserta keluarga beliau, Ustadz Abdullah Beik memulai sambutannya dengan penuh khidmat.

Bismillahirrahmanirrahim.

Kaum muslimin dan muslimat di mana saja berada, khususnya para pengurus Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI) yang saya muliakan.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk sekali lagi memasuki bulan Rabiul Awal dalam keadaan sehat wal afiat. Bulan yang dikenal sebagai bulan Maulid, di mana kaum muslimin Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat, departemen, musala, masjid, hingga rumah-rumah penduduk memperingati dan merayakan hari kelahiran (milad) Rasulullah SAW, junjungan kita, nabi besar yang diutus Allah sebagai nabi dan rasul terakhir.

Inilah suatu hal yang positif. Para pecinta dan pengikut Ahlul Bait a.s., sesuai dengan penukilan sejarah, juga menyebutkan bahwa pada tanggal 17 Rabiul Awal lahir salah seorang cucu Rasulullah a.s., yang menjadi salah satu Imam dari dua belas Imam yang diyakini oleh para pecinta dan pengikut Ahlul Bait, yaitu Al-Imam Ja’far As-Shadiq a.s. Di kalangan kaum muslimin Ahlus Sunnah, beliau juga diyakini sebagai salah seorang tokoh, pemimpin, dan rujukan dalam agama Islam yang dibawa oleh kakeknya, Rasulullah a.s.

Meneladani Sifat Mulia Nabi 

Tentu, memperingati dan merayakan Maulid Rasulullah, Maulid junjungan besar Nabi Muhammad SAW, merupakan momentum untuk meneladani berbagai sifat mulia dan nilai luhur yang beliau junjung tinggi, praktikkan, dan tekankan sebagai ajaran suci yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, di antara berbagai nilai mulia yang sepatutnya menjadi perhatian pada peringatan Maulid tahun 2025 ini, selain sifat-sifat mulia, akhlak terpuji dalam tutur kata dan tindakan, serta hal-hal positif yang telah disebutkan Al-Qur’an tentang Nabi Muhammad SAW, terdapat satu sifat yang sangat menonjol, bahkan dinyatakan Al-Qur’an sebagai tujuan Allah SWT mengutus beliau.

Dalam firman-Nya: “Wa mā arsalnāka illā raḥmatan lil-‘ālamīn.”

(“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”)

Kasih sayang (rahmat) yang merupakan manifestasi Allah SWT dan perwujudan nilai-nilai mulia-Nya, dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, hendaknya menjadi fokus para penceramah Maulid di mana pun mereka berada.

Kasih sayang Nabi itulah yang melahirkan berbagai sifat mulia, baik bagi mereka yang hidup sezaman dengan beliau maupun generasi berikutnya hingga akhir zaman. Dari situlah lahir sifat mulia lain yang patut menjadi perhatian dan teladan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para pemimpin, pejabat, dan setiap orang yang memikul tanggung jawab.

Nabi memiliki sifat peduli yang sangat besar terhadap umatnya, baik untuk keselamatan mereka dari bahaya dunia maupun akhirat. Itulah sebabnya, dalam banyak ayat Al-Qur’an, digambarkan betapa sedihnya Nabi ketika mendakwahkan Islam, mengajak kaum muslimin dan orang-orang di sekitarnya, namun banyak yang tidak mendengar, acuh, bahkan meninggalkan beliau dan ajarannya. Kesedihan itu terkadang membuat Nabi berada dalam kondisi gundah gulana, sebagaimana digambarkan Al-Qur’an.

Salah satu ayat bahkan menyebutkan: “Fala’allaka bākhi’un nafsaka allā yakūnū mu’minīn.”

(“Maka boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu karena kesedihan setelah mereka tidak beriman.”)

Meskipun mustahil Nabi melakukan bunuh diri, ayat ini menggambarkan betapa mendalam kesedihan beliau hingga memengaruhi kondisi fisiknya.

Baca juga : Pesan Pemimpin Revolusi Islam kepada Jamaah Haji Baitullah Al-Haram

Kemudian turunlah ayat: “Thāhā. Mā anzalnā ‘alaikal-Qur’āna litasyqā.”

(“Wahai Nabi, Wahai Thaha (panggilan penuh kasih Allah), Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini agar engkau bersusah payah.”)

Berbagai peristiwa dalam perjuangan dakwah Nabi dapat kita baca dalam ayat-ayat Al-Qur’an, hadis-hadis, dan catatan sejarah.

Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: “Perumpamaanku di tengah kalian adalah seperti seseorang yang duduk di depan pelita, di mana serangga-serangga kecil berterbangan mendekati api dan hampir terbakar. Aku berusaha menjauhkan mereka agar tidak terbakar.”

Artinya, Nabi berusaha menyelamatkan umatnya dari jerumusan ke dalam api neraka. Karenanya, dalam hadis lain disebutkan: “Tidak ada suatu amal yang mendekatkan kalian kepada surga kecuali telah kuterangkan, dan tidak ada amal yang menjerumuskan kalian ke neraka kecuali telah kuperingatkan.”

Itulah wujud kepedulian Nabi dari sisi ajaran, akidah, syariah, dan nilai-nilai akhlak yang diperjuangkannya.

Kepedulian Nabi dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi

Namun, kepedulian Nabi tidak berhenti di sana. Beliau juga memedulikan nasib umat dari segi ekonomi dan kehidupan sosial. Contohnya, ketika putrinya, Sayidah Fatimah Az-Zahra a.s., menghadapi kesulitan rumah tangga bersama suaminya, Imam Ali bin Abi Thalib, serta anak-anaknya, Imam Hasan, Imam Husein, dan putri-putri mereka, ada usulan agar Sayidah Fatimah meminta pembantu dari tawanan atau budak yang saat itu dapat melayani keluarga Rasulullah.

Namun, Rasulullah tidak menyetujuinya. Beliau berkata, “Aku tidak akan memberimu seorang pelayan sementara masih banyak kaum muslimin lain yang kesulitan.”

Sebagai gantinya, Rasulullah mengajarkan bacaan yang dikenal sebagai Tasbih Fatimah Azzahra a.s., yang menurut beliau lebih baik daripada seorang pelayan, karena dapat memudahkan segala pekerjaan dan kesulitan.

Keteladanan Nabi dalam Konteks Kekinian

Nabi juga mengajarkan bahwa hidup bermasyarakat haruslah dilandasi kepedulian, bukan hanya memikirkan diri sendiri. Ketika rumah Sayidah Fatimah dipasangi tabir (korden), Nabi enggan masuk, padahal hal itu wajar dalam rumah tangga. Ini adalah teladan kepemimpinan: beliau ingin merasakan kondisi masyarakat paling bawah dan mengajak keluarganya hidup sederhana seperti orang termiskin di masyarakatnya.

Ini sangat relevan dalam kehidupan kita sekarang, di mana kepedulian (khususnya dari para pemimpin) sangat jarang ditemui. Sebagian pemimpin justru menikmati kemewahan, menumpuk harta yang membuat banyak orang frustrasi dan sakit hati, sementara rakyat hidup dalam kesulitan.

Padahal, Islam mengajarkan kasih sayang dan kepedulian sebagaimana dicontohkan Nabi. Kondisi masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan. Karena itu, para penceramah, ustadz, mubaligh, dan ahli dakwah yang menyampaikan pesan Maulid Nabi Muhammad SAW hendaknya mengingatkan kaum muslimin, khususnya para pemangku jabatan, untuk meneladani kepedulian Nabi.

Dalam konteks internasional, kita juga harus peduli terhadap saudara-saudara kita di Palestina yang hingga kini belum merdeka, bahkan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum.

Maka, sudah saatnya para pemimpin (yang memegang amanah Allah SWT) dan kita semua yang masih memiliki kemampuan, menunjukkan kepedulian dan membantu semampu kita.

Persatuan sebagai Kunci Mengatasi Berbagai Problema Umat

Terakhir, penting untuk kita renungkan dan jadikan program bersama bahwa menyelesaikan problema masyarakat dan memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina memerlukan persatuan kaum muslimin, persatuan para pemimpin, dan persatuan ulama yang seharusnya menjadi teladan.

Kita harus bersatu tanpa memandang latar belakang, kondisi ekonomi, mazhab, pemikiran, organisasi, atau partai. Bersama-sama, kita harus menyelesaikan problema kehidupan di Indonesia dan dunia, khususnya keterpurukan kaum muslimin Palestina.

Dengan persatuan dan mengesampingkan perbedaan, insya Allah kita akan meraih janji Nabi Muhammad SAW: kejayaan umat, kemenangan Islam, dan terhindar dari segala problema kehidupan.

Dengan meneladani Nabi Muhammad SAW dan para Imam Ahlul Bait, insya Allah umat Islam Indonesia mampu mewujudkan kerja nyata dan program besar bersama kaum muslimin dunia dan masyarakat internasional yang mendukung kebebasan Palestina. Kita semua dapat berkontribusi dalam perjuangan mulia memerdekakan rakyat Palestina dari penjajahan Zionisme di abad modern ini.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita, menambah ilmu dan kesadaran kita, serta memampukan kita merealisasikan tugas-tugas ini dalam kehidupan sehari-hari.

Wabillahi taufiq wal hidayah. 

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Baca juga : Ayatullah Khamenei: Mengatasi Masalah Keadilan Sosial dengan Al-Qur’an