Nasional
BNPT Dorong Edukasi Melawan Radikalisasi Terorisme
BNPT Dorong Edukasi Melawan Radikalisasi Terorisme
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggarisbawahi perlunya pembangunan daya tangkal masyarakat terhadap ideologi radikal terorisme untuk menangkal penyebaran paham kekerasan. Dalam upaya ini, BNPT menjalin kerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Duta Damai Dunia Maya, dan Duta Damai Santri sebagai mitra strategis dalam program penanggulangan terorisme.
Kepala BNPT, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, menegaskan bahwa kolaborasi dengan seluruh pihak menjadi kunci penting untuk memperkuat ketahanan masyarakat melawan penyebaran ideologi radikal terorisme. Ia mengajak bersama-sama membangun daya cegah dan perlawanan terhadap upaya teroris yang berusaha mengubah dasar negara.
“Dengan kolaborasi FKPT, Duta Damai, dan Duta Santri seperti ini, kita dapat menumbuhkan daya tangkal, cegah, dan perlawanan untuk menghadapi terorisme yang ingin menggoyahkan dasar negara kita,” kata Rycko dalam kunjungannya ke Semarang, Jumat (9/2), dilansir Sindonews.
Rycko menyoroti domain kerja FKPT, Duta Damai, dan Duta Damai Santri sebagai ujung tombak yang dapat diperkuat dan diintensifkan, terutama dalam fokus pencegahan. Ia melihat sinergi ini dapat diwujudkan melalui seminar daring yang disiarkan langsung melalui media sosial yang dikelola oleh Duta Damai. Dalam seminar tersebut, FKPT dapat memberikan kajian untuk kontra radikalisasi, memberikan edukasi kepada publik, dan melakukan upaya pencegahan dini.
“Ini merupakan bentuk edukasi kepada publik dan upaya pencegahan dini. Edukasi merupakan kata kunci untuk memberantas sel-sel jaringan terorisme,” ungkapnya.
Baca juga : Kementerian Kominfo: 103 Ribu Konten Hoaks Terkait Pemilu 2024
Rycko optimistis bahwa dengan kolaborasi ini, Indonesia akan menjadi lebih aman, damai, dan lestari. Ia menekankan pentingnya edukasi sebagai kunci utama untuk memberantas sel-sel jaringan terorisme.
“Karena bahan baku utama radikal terorisme adalah intoleransi, oleh karena itu segala bentuk ancaman intoleransi harus diberi counternya. Karena tidak ada keagamaan yang mengajarkan kekerasan, dan orang yang terpapar itu adalah korban. Korban yang tertipu oleh yang salah menafsirkan dalam sudut pandang yang kecil. Dan ini adalah menjadi tanggung jawab kita bersama, tak hanya BNPT, namun masyarakat secara luas,” tegas Rycko.
Ia menjelaskan bahwa radikalisme terorisme menyerang keyakinan, bukan keinginan. Oleh karena itu, pelakunya memiliki kecenderungan keras kepala dan susah untuk diajak kembali kepada pemikiran yang moderat.
“Kita menghadapi tantangan lack of ideology education yang perlu diberantas dengan wawasan kebangsaan. Penerus bangsa perlu diberi ilmu pengetahuan yang massif, dan terstruktur didampingi nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan kebudayaan, kebangsaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945,” tambahnya.
Kepala BNPT mengutip hasil penelitian Setara Institute dari tahun 2016-2023 yang mencatat peningkatan proses radikalisasi yang masif, terutama menyasar tiga kelompok yang dianggap sangat rentan, yaitu remaja, perempuan, dan anak-anak.
“Ketiga kelompok ini sangat rentan karena strategi propaganda paham radikal terorisme berganti, dari awalnya menggunakan hard approach secara langsung, kini menjadi soft approach di berbagai platform media daring,” ujar mantan Kapolda Jateng dan Kapolda Sumut ini.
Baca juga : Wapres RI: Dunia Islam Harus Bersatu Atasi Persoalan Palestina