Kisah Hikmah Nabi Ya’kub
“Sesungguhnya Ya’qub mempunyai sebuah alat pengeras suara yang setiap harinya beliau gunakan untuk memanggil kaumnya yang daya jangkaunya mencapai jarak enam kilometer, dia berkata, ‘Hai kaumku! Siapa saja yang ingin makan siang, datang ke rumah Ya’qub.’ Ketika sore tiba, dia akan menyeru lagi, ‘Hai kaumku! Siapa pun yang ingin mendapatkan makan malam, datanglah ke rumah Ya’qub.” Imam Ja’far Shadiq as
Ya’qub adalah putra Ishaq, putra Ibrahim. Ibunya adalah Rafiqah, putri Betwael, saudara Ibrahim. Dia menikah dengan kemenakannya, Layya yang telah melahirkan banyak anak untuknya. Setelah kematian Layya, dia menikahi saudarinya, Rahil (Rachel). Yusuf dan Bunyamin adalah anak dari hasil perkawinannya dengan Rahil (Rachel).
Menurut Imam Muhammad Baqir as, Ya’qub dulunya hidup dan tinggal di Kan’an, tetapi meninggal di Mesir. Setelah meninggal, jenazahnya dikembalikan ke Kan’an dan dikuburkan di sana.
Menurut kitab Nasikh al-Tawarikh, Ya’qub dan saudara kembarnya, Isa, meninggal dunia di hari yang sama dan dikuburkan oleh putranya Yusuf as. Kuburan keduanya saling berdekatan. Peristiwa itu terjadi 3630 tahun setelah turunnya Adam ke bumi.
Rumahnya
Dari Imam Ja’far Shadiq as yang berkata, “Sesungguhnya Ya’qub mempunyai sebuah alat pengeras suara yang setiap harinya beliau gunakan untuk memanggil kaumnya yang daya jangkaunya mencapai jarak enam kilometer, dia berkata, ‘Hai kaumku! Siapa saja yang ingin makan siang, datang ke rumah Ya’qub.’ Ketika sore tiba, dia akan menyeru lagi, ‘Hai kaumku! Siapa pun yang ingin mendapatkan makan malam, datanglah ke rumah Ya’qub!”
Kebaikan untuk Kebaikan
Ishaq berkata kepada Ya’qub, ”Sesungguhnya Allah telah menjadikanmu sebagai seorang nabi, menjadikan anak keturunanmu para nabi, dan menjadikan kebaikan dan keberkahan di dalam dirimu.”
Ishaq pun memerintahkannya agar dia berjalan menuju Faddan, yang merupakan sebuah tempat di negeri Syam. Ya’qub pun berjalan menuju Faddan.
Tatkala Ya’qub memasukinya (F addan), dia melihat seorang perempuan bersama kambing gembalaannya sedang berdiri di atas bibir sumur hendak memberi minum dombanya. Di atas bibir sumur itu terdapat sebuah batu besar yang tidak akan terangkat kecuali oleh beberapa orang pria tangguh, maka Ya’qub pun menanyainya, ”Siapakah engkau?’
Perempuan itu menjawab, ”Saya adalah putri Laban.”
Laban adalah paman (dari ibu) Ya’qub, maka Ya’qub pun segera mengangkat batu besar yang menyumbat bibir sumur itu dengan mudah dan memberi minum gembalaannya lalu berjalan menuju kediaman pamannya. Pamannya pun menikahkannya dengan putrinya tersebut.
Kecintaan Ya’qub Pada Yusuf
Setelah Yusuf berpakaian, mengikat sabuk (ikat Pinggangmya dengan ketat, lalu mengambil tongkatnya, dia pergi meninggalkan rumah bersama saudara-saudaranya. Kemudian Ya’qub mengambil kantung makanan yang sama yang biasa digunakan Ibrahim memasukan bekal makanan Ishaq. Ya’qub pun membawa di dalamnya bekal makanan untuk Yusuf dan keluar untuk membawa makanan mereka. Mereka pun berkata, ”Wahai Nabi Allah! Kembalilah ke rumah.”
Ya’qub berkata, ”Wahai putra-putraku! Aku wasiatkan agar kalian takut kepada Allah dan menjaga kekasihku, Yusuf. Aku memohon kepada Allah agar kalian memberi makan Yusuf ketika dia lapar dan air ketika dia haus. Jaga dan lindungi dia dengan baik. Janganlah kalian menghinanya, berlemah lembut serta sayangilah dia.”
Mereka berkata, ”Kami semua adalah putra-putra Anda dan dia adalah saudara kami, tapi Anda lebih mencintainya dan berpilih kasih dibandingkan kami semua.”
Ya’qub berkata,. ”Baiklah putra-putraku, Allah adalah saksiku atas kalian. Karena aku takut kalian akan melenyapkannya (membunuhnya).”
Kemudian Ya’qub mendatangi Yusuf, memeluknya, mendekapnya ke dadanya erat-erat, dan lalu menciumi matanya lalu berkata, “Aku memercayakan dan menitipkan dirimu kepada Allah!” Kemudian Ya’qub kembali ke rumah.
Ratapan Duka Citanya
Ketika Ya’qub mendengar laporan tentang Yusuf dari para putranya, dia langsung memalingkan wajahnya dari mereka sambil berkata, ”Celakalah aku karena aku telah lalai menjaga dan mengawasi putraku Yusuf.”
Dari semenjak kejadian itu, Ya’qub terus menangisi Yusuf hingga matanya menjadi buta dan mengalami duka cita yang mendalam karena kehilangan putra terkasihnya itu. Putra-putranya pun berkata kepadanya, ”Demi Allah! Jika Anda terus-terusan menangis dan menyebut-nyebut nama Yusuf yang telah tiada itu, niscaya Anda akan jatuh sakit atau Anda akan mati.”
Ya’qub menjawab, ”Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya (QS. Yusuf [12]: 86).”
Berita Gembira untuk Ya’qub
Dari Abu Abdillah as, dia berkata, ”Seorang Arab Badui datang menemui Yusuf untuk membeli makanan darinya maka dia pun menjualnya. Tatkala dia hendak beristirahat, Yusuf as berkata kepadanya, ‘Di manakah rumah Anda?’ Arab Badui berkata, ‘Rumahku ada di wilayah ini dan itu.’ Yusuf berkata kepadanya, ’Apabila Anda lewat di Wilayah yang demikian dan demikian, maka berhentilah dan berserulah, ‘Wahai Ya’qub! Wahai Ya’qub! Maka akan ada seorang lelaki yang agung, ganteng lagi berwibawa akan keluar menemuimu, maka katakan kepadanya, ‘Aku telah bertemu dengan seorang lelaki di Mesir dan dia menyampaikan salam hormat untuk Anda, ‘Sesungguhnya orang yang telah Anda titipkan keselamatan jiwanya kepada Allah Azza wa Jalla itu belumlah dibunuh.’
Maka si Arab Badui ini berjalan pulang ke kampung halamannya hingga dia sampai pada tempat (wilayah) yang telah dijelaskan oleh Yusuf tadi maka dia berkata kepada kedua budaknya, ‘Kalian jagalah untaku.’ Kemudian dia berkata menyeru, ‘Wahai Ya’qub! Wahai Ya’qub!’
Tiba-tiba seorang lelaki buta, yang berbadan jangkung, dan tampan rupawan muncul dan berjalan sambil meraba ke dinding rumahnya dan mendekatinya. Si Badui berkata, ‘Apakah Anda Ya’qub?’ Ya’qub berkata, ‘Ya.’ Kemudian si Badui pun yang menyampaikan apa yang telah Yusuf katakan kepadanya itu. Maka Ya’qub jatuh pingsan atas berita yang sangat mengejutkannya tersebut.
Tak lama kemudian dia segera siuman kembali dari pingsannya dan berkata ke Arab Badui itu, ‘Wahai Arab Badui! Apakah Anda punya suatu permohonan kepada Allah Swt?
Badui berkata, ‘Ya. Aku adalah seorang yang kaya raya dan aku telah menikahi putra pamanku (sepupuku) tetapi dia belum melahirkan seorang anak pun untukku. Aku ingin Anda berdoa, mohonlah kepada Allah agar Dia memberiku seorang anak.’
Maka Ya’qub pun berwudu, mengerjakan dua rakaat salat kemudian berdoa kepada Allah Azza wa Jalla. Si Badui ini dikaruniai anak kembar empat atau ada yang mengatakan, ‘Kembar enam yang di dalam setiap kembarnya ada dua.”
Sempumalah Segala Kenikmatan
Diriwayatkan bahwa Ya’qub as telah berkata kepada sang pembawa berita gembira itu (Arab Badui) ketika dia datang mengabarinya tentang masih hidupnya Yusuf di negeri Mesir, “Bagaimana kabar Yusuf?” Badui berkata, ”Kini dia sudah menjadi raja (penguasa) Mesir.” Ya’qub berkata kepadanya, ‘Apa yang bisa kulakukan atas Wilayah dan kerajaannya itu?’ Di dalam agama apakah Anda dapati dia kemarin?’ Si Badui berkata, ‘Dia di dalam Islam.’ Kemudian Ya’qub berkata, ’Sekarang, selesailah tongkat kepemimpinanku (kenabian dan risalahku).
Suratnya Kepada Raja Mesir
Nabi Ya’qub as pun menulis dan mengirim surat kepada-Yusuf as yang berisi: Dari Ya’qub putra Ishaq yang disembelih (dikurbankan kepada Allah), putra Ibrahim kekasih Allah, kepada Raja Mesir.
Amma ba’d. Kita adalah sebuah keturunan yang senantiasa berada di dalam aneka derita dan kesengsaraan. Kakekku, Ibrahim nasibnya sangat menyedihkan dan mengalami kesengsaraan hidup. Karena dia telah dilemparkan ke dalam api unggun menyala-nyala. Bapakku, Ishaq diuji dengan penyembelihan.
Dan aku memiliki seorang putra dan dia adalah permata (cahaya) mataku. Aku telah kehilangan dirinya karena dia telah dimakan oleh serigala liar gurun pasir. Aku telah banyak menangis atasnya hingga mataku buta.
Dia memiliki seorang saudara dan kini pun aku telah kehilangan dirinya setelahnya karena dia dituduh mencuri oleh orang kepercayaan Anda, sedangkan kami sama sekali bukanlah keturunan pencuri dan kami pun tidak tahu mencuri. Lakukan suatu kebaikan untukku dengan membebaskan putraku yang Anda telah menuduhnya sebagai pencuri itu.
Periwayat menuturkan, ”Tatkala surat itu diberikan kepada Yusuf, dia pun membukanya dan membacanya, kemudian dia bangkit berdiri lalu memasuki rumahnya. Dia pun membacanya kembali dan terus menangis. Kemudian dia membasuh wajahnya lantas keluar menemui saudara-saudaranya, lalu membaca surat itu kembali. Yusuf pun berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya, kemudian dia masuk lagi ke dalam rumahnya lalu membacanya lagi dan dia pun menangis lagi, kemudian dia membasuh wajahnya dan kembali kepada saudara-saudaranya.’
Yusuf berkata, “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui ( akibat) Perbuatanmu itu?” (QS. Yusuf [12]: 89)
Akhirnya Yusuf pun memberi mereka baju gamisnya. Dan itu adalah gamis Ibrahim sang kekasih Allah Swt, sedangkan Ya’qub berada di kota Ramelah kala itu. Tatkala mereka keluar sambil membawa gamis itu dari Mesir, Ya’qub berkata,
Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka, ”Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal ( tentu kamu membenarkan aku). ” Anak-anaknya berkata, ”Demi Allah! Sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu. “ (QS. Yusuf [12]: 94-95)
Dan ketika Ya’qub berjumpa dengan Yusuf, mereka saling memeluk dan mulai menangis. Kemudian Yusuf berkata, “Wahai ayahku! Engkau telah banyak menangisi diriku hingga engkau pun kehilangan matamu (buta) Apakah ayah tidak tahu bahwa Hari Kiamat akan mengumpulkan kita kembali?”
Ya’qub. berkata, “Benar wahai putraku. Yang kutakutkan agamamu akan rusak dan dia akan menjadi pemisah antara aku dan engkau, wahai putraku.
Menasihati Anak-Anaknya
Menjelang ajal (kematian)nya, Ya’qub as memanggil dan mengumpulkan anak-anaknya dan berkata, “Apa yang akan kalian sembah setelahku?”
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ”Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, ”Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq; (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah [2]: 133)
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata), ”Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. al-Baqarah [2]: 132)
Melayani Baitul Maqdis
Sesungguhnya Ya’qub as adalah yang pertama kali memasuki Baitul Maqdis dan yang paling terakhir meninggalkannya. Karena dia harus menyalakan lilin penerang malam terlebih dahulu di dalamnya.
(Sumber – Buku: Akhlak Para Nabi; dari Nabi Adam Hingga Muhammad Saw / Taaj Langroodi)
Baca juga: Kisah Hikmah Nabi Luth a.s.