Kajian Islam
Adakah Puasa Wajib untuk Bulan Rajab?
Ahlulbait Indonesia, 23, Desember 2025 – 1 Rajab 1447 H bertepatan dengan Senin, 22 Desember 2025. Setiap kali bulan Rajab tiba, satu pertanyaan lama kembali mengemuka, baik di ruang-ruang pengajian maupun di media sosial: adakah puasa di bulan Rajab yang diwajibkan atau memiliki keutamaan pahala tertentu yang berbeda dari bulan-bulan lainnya?
Makna Rajab dalam Tradisi Islam
Rajab merupakan salah satu bulan istimewa dalam kalender Islam. Secara etimologis, kata Rajab berasal dari at-tarjīb, yang bermakna penghormatan atau pemuliaan (at-ta‘dhīm). Penamaan ini diyakini berkaitan dengan tradisi masyarakat Arab sejak masa pra-Islam yang telah mengkhususkan bulan ini dengan berbagai bentuk penghormatan.
Dalam tradisi Islam, Rajab menempati posisi penting sebagai pembuka rangkaian tiga bulan mulia, yaitu Rajab, Sya‘ban, dan Ramadhan. Ketiganya adalah bulan untuk fase berjenjang dalam proses penyucian diri dan pendalaman spiritual seorang mukmin.
Rajab, Sya‘ban, dan Ramadhan: Rangkaian Bulan Mulia
Sejumlah hadis menyinggung keutamaan tiga bulan tersebut. Di antaranya disebutkan: “Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya‘ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Hadis ini diriwayatkan dalam Musnad al-Firdaus dari Anas bin Malik.
Masuknya bulan Rajab menandai semakin dekatnya kedatangan Ramadhan. Agar bulan suci tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dengan peningkatan kualitas dan konsistensi ibadah, persiapan spiritual idealnya dimulai sejak jauh hari, terutama sejak memasuki bulan Rajab.
Rajab sebagai Bulan Haram
Rajab juga termasuk salah satu dari empat bulan haram, bulan-bulan yang dimuliakan, bersama Dzulqa‘dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dengan demikian, keutamaan Rajab terletak pada statusnya sebagai bulan haram yang dimuliakan, bukan pada adanya bentuk puasa tertentu yang ditetapkan secara khusus dan eksklusif dengan keutamaan pahala tertentu.
Hukum Puasa Rajab dan Sya‘ban dalam Mazhab Ahlul Bait a.s.
Lantas, bagaimana hukum puasa di bulan Rajab dan Sya‘ban dalam perspektif Fikih Mazhab Ahlul Bait a.s.?
Merujuk pada penjelasan yang dimuat dalam Safinah, situs resmi Dewan Syura Ahlulbait Indonesia, puasa di bulan Rajab dan Sya‘ban dalam Fikih Mazhab Ahlul Bait a.s. berstatus sunnah. Anjuran ini mencakup puasa penuh selama dua bulan berturut-turut maupun puasa pada sebagian harinya. Bahkan, sangat dianjurkan untuk berpuasa setidaknya satu hari di bulan Rajab dan satu hari di bulan Sya‘ban. Apabila hal tersebut belum memungkinkan, maka berpuasa minimal satu hari di salah satu dari kedua bulan itu tetap bernilai ibadah.
Rajab sebagai Ruang Pembentukan Kesadaran Spiritual
Namun, pemaknaan Rajab tidak berhenti pada dimensi hukum dan anjuran ibadah semata. Di atas fondasi Fikih tersebut, tradisi spiritual Islam menempatkan Rajab sebagai ruang pembentukan kesadaran batin dan penguatan relasi dengan Allah Swt.
Pesan-Pesan Spiritual Sayyid Ali Khamenei tentang Bulan Rajab
Sejalan dengan spirit itu, Pemimpin Revolusi Islam, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa bulan Rajab merupakan peluang berharga untuk mendekatkan diri kepada nilai-nilai ketuhanan, membangun diri, dan menata hubungan dengan Allah Yang Mahasuci. Rajab dan Sya‘ban, menurut beliau, adalah masa penyucian diri agar manusia dapat memasuki Ramadhan dengan kesiapan spiritual yang utuh dan kesadaran penuh saat duduk di hadapan jamuan Ilahi.
Beliau juga mengingatkan pentingnya mengenali kualitas hari demi hari di bulan Rajab. Kesadaran spiritual yang terjaga memungkinkan seseorang meraih rida, rahmat, perhatian, dan bimbingan Allah, sebuah perolehan yang melampaui seluruh kenikmatan duniawi. Doa-doa yang dibaca secara rutin di bulan ini pun dipandang sebagai sarana pendidikan ruhani yang, apabila direnungi, akan menyingkap karunia-karunia spiritual teragung dari Allah.
Rajab sebagai Bulan Penyucian dan Penguatan Jiwa
Dalam pandangan beliau, Rajab adalah bulan penjernihan hati dan penyucian ruh. Setiap doa, iktikaf, dan salat yang dilakukan di dalamnya menjadi sarana untuk memoles batin dan memperkokoh fondasi spiritual. Karena itu, keberkahan Rajab tidak semestinya dibatasi hanya pada peringatan hari-hari kelahiran para imam, melainkan harus dimaknai sebagai momentum penguatan hubungan dan ikatan hati dengan Allah Swt.
Rajab sebagai Peluang Penghambaan
Lebih jauh, bulan Rajab dipahami sebagai peluang untuk menghamba secara autentik. Seluruh aspek kehidupan, dari awal hingga akhir, sejatinya dapat diarahkan sebagai jalan penghambaan yang benar dan sumber kebahagiaan sejati. Doa-doa Rajab sendiri menegaskan posisinya sebagai pengantar menuju Sya‘ban dan Ramadhan, tiga bulan yang, dalam satu tahun, menjadi kesempatan paling penting untuk penyucian diri.
Bulan Berkah dan Kesempatan Berharga
Rajab adalah bulan yang diberkahi; bulan tawasul, zikir, ketundukan, permohonan, serta penguatan bagi hati-hati yang rapuh dan membutuhkan rahmat serta karunia Allah Swt. Rajab menjadi kesempatan berharga bagi kaum beriman untuk mematri kembali hubungan moral dan spiritual dengan Tuhan, sebab hati yang lalai berisiko terperosok dalam kubangan kesesatan.
Para Imam yang Dilahirkan di Bulan Rajab
Sebagai catatan, beberapa imam Ahlul Bait a.s. dilahirkan pada bulan Rajab, di antaranya: Imam Muhammad al-Baqir a.s. (1 Rajab), Imam Ali al-Hadi a.s. (2 Rajab), Imam Muhammad al-Jawad a.s. (10 Rajab), dan Imam Ali bin Abi Thalib a.s. (13 Rajab).
Rajab sebagai Awal Perjalanan Ruhani
Dengan seluruh keutamaannya, Rajab hadir bukan sebagai bulan ritual semata, melainkan sebagai fase awal pembentukan kesadaran spiritual. Rajab adalah undangan serius untuk menata niat, membersihkan batin, dan menyiapkan diri, sebelum seorang hamba melangkah memasuki puncak perjalanan ruhani di bulan Ramadhan. []
Sumber: Safinah
