Kegiatan ABI
#PODCAST | Hizbullah dan Wacana Pelucutan Senjata: Realita atau Ilusi?
Jakarta, 14 September 2025 – Di tengah turbulensi geopolitik Timur Tengah yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, Hizbullah kembali menjadi sorotan dunia. Meningkatnya tekanan internasional, eskalasi ketegangan regional, serta krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Lebanon, telah menghidupkan kembali wacana lama: pelucutan senjata Hizbullah.
Apakah pelucutan ini merupakan langkah realistis menuju stabilitas kawasan? Ataukah justru sebuah ilusi yang terus diproduksi oleh manuver politik dan kepentingan global?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi inti perbincangan dalam episode terbaru Podcast ABI, yang tayang pada Sabtu, 13 September 2025, bertajuk “Hizb#llah dan Wacana Pelucutan Senj4t4: Realita atau Ilusi?”. Episode ini menghadirkan Hasan Zakaria, seorang pengamat Timur Tengah dengan rekam jejak yang kredibel, dipandu oleh Billy Joe sebagai host. Berikut laporan redaksional dari perbincangan tersebut:
Latar Historis: Dari Agresi ke Perlawanan
Mengawali diskusi, Billy Joe mengangkat pertanyaan kunci: Wacana pelucutan senjata Hizbullah kembali mengemuka. Namun ini bukan yang pertama. Bagaimana posisi Hizbullah dalam konteks sejarah dan dinamika saat ini?
Menanggapi hal itu, Hasan Zakaria menegaskan bahwa untuk memahami posisi Hizbullah saat ini, penting menelusuri akar sejarahnya. Hizbullah, kata dia, lahir dari konteks perlawanan terhadap agresi Israel ke Lebanon pada tahun 1982. Ketika militer Lebanon tidak mampu membendung serangan tersebut, rakyat sipil pun mengambil peran aktif dalam mempertahankan tanah air mereka. Dari situ, Hizbullah tumbuh sebagai kekuatan milisi perlawanan.
Momentum penting terjadi pada tahun 2000, saat Hizbullah berhasil memaksa Israel mundur dari wilayah Lebanon. Kemenangan ini bukan hanya bersifat militer, tetapi juga simbol kedaulatan. Hizbullah pun memperoleh legitimasi sosial sebagai penjaga kehormatan nasional.
Pasca-kemenangan tersebut, tekanan terhadap Hizbullah tidak berhenti. Berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB, seperti Resolusi 1559 (2004), 1680 dan 1701 (2006), menyerukan pelucutan senjata. Namun, menurut Zakaria, penting dicatat bahwa senjata Hizbullah tidak pernah digunakan untuk melawan pemerintah Lebanon. Senjata itu, tegasnya, berfungsi sebagai alat pertahanan terhadap agresi eksternal—terutama dari Israel.
Ia mengutip Perang 33 Hari pada tahun 2006 sebagai bukti nyata. Saat itu, Hizbullah tak hanya mampu bertahan dari serangan Israel, tetapi juga melancarkan serangan balasan hingga menyasar Tel Aviv dan Haifa.
Dilema Ekonomi dan Ancaman Kedaulatan
Zakaria juga menyoroti tawaran bantuan ekonomi dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Prancis kepada Lebanon, dengan syarat pelucutan senjata Hizbullah. Dalam situasi krisis ekonomi yang mencekik, tawaran semacam ini tentu menggoda.
Namun, ia mempertanyakan: Apa jaminannya bahwa setelah pelucutan senjata, Israel tidak akan kembali menyerang? Menurutnya, sejarah mencatat bahwa Israel telah berulang kali melanggar perjanjian dengan Lebanon. Maka, menyerahkan alat pertahanan tanpa jaminan keamanan justru membuka ruang lebih luas bagi intervensi militer.
“Jika pelucutan benar-benar terjadi,” katanya, “bukan tidak mungkin Lebanon akan bernasib seperti Gaza atau Suriah, negara yang rapuh, terperangkap dalam konflik dan ketergantungan asing.”
Baca juga : Proyek Pisang ABI Jatim: Menanam Harapan, Memanen Kemandirian
Perkembangan terbaru di lapangan menunjukkan wacana pembentukan zona penyangga di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel, yang akan dijaga oleh pasukan internasional, bukan militer Lebanon. Zakaria melihat hal ini sebagai reproduksi dari pola lama yang diterapkan di Gaza atau bahkan Afghanistan, di mana kekuatan asing hadir justru memperpanjang konflik.
“Jika ini terjadi,” ungkapnya, “maka Hizbullah bukan hanya berhadapan dengan Israel, tetapi juga dengan entitas asing di tanah mereka sendiri. Ini bisa menciptakan babak baru dalam eskalasi yang sangat sensitif.”
Infrastruktur Sosial dan Simbol Perlawanan
Zakaria juga mengingatkan publik untuk tidak memandang Hizbullah semata-mata sebagai kelompok bersenjata. Kelompok ini, menurutnya, juga aktif dalam membangun infrastruktur sosial: sekolah, rumah sakit, koperasi rakyat, hingga bantuan energi di masa krisis.
Saat negara dalam kondisi lumpuh, Hizbullah mengambil peran yang seharusnya dijalankan pemerintah. Pengiriman bahan bakar dari Iran saat krisis energi menjadi contoh konkret dukungan mereka terhadap masyarakat.
“Dukungan masyarakat terhadap Hizbullah bukan hasil indoktrinasi,” ujarnya, “tetapi karena keberadaan mereka terasa nyata di tengah kehidupan rakyat.”
Kolonialisme Gaya Baru dan Fragmentasi Internal
Zakaria mengidentifikasi pola tekanan baru terhadap Hizbullah: bukan hanya melalui senjata, tetapi juga tekanan ekonomi, penguasaan narasi media, dan korupsi moral. Ini, menurutnya, adalah bentuk kolonialisme gaya baru yang bertujuan melemahkan kekuatan perlawanan dari dalam.
Ia juga menyinggung pembunuhan tokoh-tokoh penting, seperti mantan Perdana Menteri Rafik Hariri, sebagai bagian dari skenario fragmentasi internal yang telah berulang kali terjadi dalam sejarah dunia Arab.
Menutup diskusi, Zakaria mengutip pernyataan Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei:
“Harga perlawanan jauh lebih ringan daripada harga penyerahan diri.”
Baginya, pelucutan Hizbullah bukan semata-mata isu domestik Lebanon, melainkan bagian dari strategi global untuk membungkam Poros Perlawanan di kawasan: dari Palestina hingga Yaman, dari Irak hingga Iran.
“Selama Hizbullah tetap eksis dan solid,” pungkasnya, “jaringan perlawanan masih akan hidup, baik secara logistik maupun ideologis. Dan selama itu pula, harapan rakyat tertindas akan kemerdekaan sejati tetap menyala.”
Penutup
Billy Joe mengakhiri podcast dengan ucapan terima kasih kepada Hasan Zakaria atas penjelasan yang mendalam dan perspektif yang mencerahkan. Ia berharap, diskusi ini dapat membantu masyarakat melihat isu ini secara lebih jernih, adil, dan kontekstual.
Untuk mendalami lebih lanjut, simak episode penuh dan analisis eksklusif hanya di Chanel Podcast ABI. Temukan sudut pandang yang tajam, berimbang, dan menyeluruh terkait isu-isu strategis di kawasan Timur Tengah dan dunia Islam. []
Baca juga : Musda ABI Lumajang: Mohammad Khusairi Kembali Pimpin, Tekankan Spirit Kepedulian dan Kemanfaatan
