Bedah Buku Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, Upaya Lestarikan Pencak Silat di Tanah Air
Bedah buku Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi dan Halal bi Halal O’ong Maryono Pencak Silat Award (OMPSA), di gedung Kemendikbud RI, Senayan, Jakarta Pusat (26/7) dihadiri beberapa perguruan seni bela diri atau pencak silat khas Indonesia khususnya Betawi, seperti Seni Maen Pukul Gado-gado Betawi, Laskar Betawi Bekasi, dan Pencinta Seni Bela Diri Betawi aliran Rahmat Al-Husna Tanah Abang.
Sebagai informasi, OMPSA adalah sebuah program hibah kecil yang mendanai upaya-upaya penelitian, dokumentasi dan publikasi mengenai pencak silat yang telah dirintis sejak tahun 2014 oleh keluarga besar (Alm) tokoh pencak silat Guru O’ong Maryono dan dikelola oleh Yayasan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).
Buku Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi didasari penelitian sejarah dan antropologi mengenai aliran-aliran Betawi yang dilakukan oleh Bapak Gusman Natawijaya dan mendapatkan dukungan OMPSA dalam menyelesaikan penelitian, penyuntingan dan penerbitan awal tahun ini oleh Yayasan Obor. Dengan keyakinan bahwa hasil penelitian ini penting diketahui secara luas dalam rangka memperkenalkan dan melestarikan pencak silat, maka bedah buku tersebut sengaja digelar oleh Pendiri dan Direktur O’ong Maryono Pencak Silat Award (OMPSA), Rosalia “Lia” Sciortino Sumaryono.
Sebelum bedah buku dimulai, acara diawali dengan penampilan pentas seni pencak silat yang dibawakan para muda-mudi Betawi. Mereka menunjukkan kebolehan masing-masing dalam bertarung.
Tak ketinggalan, digelar pula pertunjukan budaya Betawi, “Palang Pintu” oleh B2PRO (Belantara Betawi Production). Dalam tradisi masyarakat Betawi, Palang Pintu merupakan bagian dari prosesi penyambutan tamu kehormatan, selain biasa juga dihelat dalam prosesi pernikahan.
Selain Rosalia S. Sumaryono sebagai moderator, turut hadir pula Dirjen Dikbud Hilmar Farid, Kartini Nurdin mewakili Penerbit Buku, Edi M. Nalapraya selaku tokoh Betawi yang sekaligus tokoh Pencak Silat, Dr. JJ Rizal, Sejarawan dan pendiri Komunitas Bambu, Prof. Dr. Yasmin Zakki Shahab, Ahli Antropologi UI, dan Henri Nurcahyo selaku Budayawan.
Rosalia menuturkan, banyak gaya dan aliran dalam pencak silat Betawi O’ong yang merefleksikan kehidupan sebelum dan sesudah Batavia. Meski Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi menurutnya masih perlu tambahan referensi, namun dengan mengalirnya dukungan banyak pihak akhirnya buku tersebut dapat dirilis juga.
Sebagai sesepuh Betawi, Edi M. Nalapraya dalam ungkapan singkatnya menuturkan bahwa pencak silat tak hanya ada di Indonesia, melainkan sudah menyebar di 50 negara. Selain ilmu beladiri, Nalapraya menyebutkan beberapa aspek yang ada dalam pencak silat seperti mental-spiritual, seni, dan olahraga. Di sisi lain, bukan hanya pintar berpencak-silat, orang Betawi menurutnya juga agamis dan toleran terhadap orang luar dan tidak pernah mempermasalahkan adat-istiadat yang berbeda dengan mereka.
Prof. Dr. Yasmin Zakki Shahab menyoroti pentingnya aspek budaya dalam pencak silat. Dia menyayangkan pencak silat belum dihargai secara layak di Indonesia. Padahal menurutnya, siapa lagi selain bangsa kita sendiri yang seharusnya mengembangkan pencak silat, baik sebagai sejenis beladiri khas Indonesia maupun sebagai atraksi budaya untuk menarik perhatian wisatawan? Untuk itulah dipandang penting adanya penerbitan buku-buku biografi berisi kisah para jawara silat, tak terkecuali para jawara silat asal Betawi.
Di sisi lain, Henry Nurcahyo menyayangkan bahwa di antara sekitar 300-an aliran silat di Indonesia, Silat Betawi Maen Pukul termasuk salah satu yang statusnya di ambang kepunahan. Tak dapat dipastikan apakah hal ini akibat masuknya seni bela diri dari luar sehingga remaja sekarang tidak tertarik pada seni beladiri bangsa sendiri atau hal itu akibat tidak adanya UU Kebudayaan.
Sementara sebagai sejarawan, selain memaparkan tentang dua sosok utama dalam pencak silat Betawi yaitu M.H. Thamrin dan Pitung, Dr. JJ Rizal juga menyebut beberapa basis nilai utama dalam pencak silat Indonesia seperti kemanusiaan, kejujuran, dan budi pekerti yang luhur serta sikap peka terhadap nasib wong cilik. Maka tak heran menurut Rizal, jika mayoritas ahli silat Betawi kebanyakan dari kalangan Ustaz dan Kiai. (Putra/Yudhi)