Diskusi Kitab Terorisme Seri II
Munculnya gerakan radikal dan ekstremis yang pada tahap tertentu mengantarkan pelakunya menjadi teroris, mendorong sebagian pihak mengkaji lebih dalam sebab-sebab seseorang menjadi teroris.
Salah satunya adalah Rumah Kitab (Rumah Kita Bersama), sebuah lembaga pengkajian dan pengembangan pemikiran-pemikiran Islam yang menggelar diskusi “Kitab Terorisme Seri II” di Wahid Institute, Jakarta (10/3) dengan mengajak peserta diskusi memahami perilaku terorisme melalui kitab rujukan para teroris tersebut.
Diskusi Seri II kali ini mengangkat tema “Al-Tarbiyah al-Jihadiyyah: Abdullah Azam dan Pengaruhnya terhadap Gerakan Terorisme di Dunia Islam dan Indonesia”. Hadir sebagai pembicara, Ulil Abshar Abdalla dan Mukti Ali (Peneliti Rumah Kitab) yang menjelaskan siapa Abdullah Azam dan pengaruhnya terhadap dunia Islam dan Indonesia.
Dalam makalahnya Mukti Ali menyebut beberapa kutipan dalam kitab karya Abdullah Azam, juga kesan dari salah seorang santri Ngruki, termasuk pelaku bom Bali Imam Samudra, di antaranya sebagai berikut:
“Meneguhkan kalimat tauhid di muka bumi dengan kekuatan senjata, tidak dengan membaca kitab dan tidak mengkaji kitab-kitab akidah..” (Al-Imam al-Asyahid Abdullah Azam, al-Tarbiyah Jihadiyah wa al-Bina).
“Bahkan, ustadz-ustadz mengatakan kalian itu baru sempurna Islamnya setelah membaca buku al-Tarbiyyah al-Jihadiyah wa al-Bina dan mengamalkannya..” (MH, alumnus Pondok Pesantren Cabang Ngruki Solo yang ada di Cirebon)
“Saya sangat terinspirasi dengan kitab Ayat al-Rahman fi Jihadi Afganistan, karya Imam al-Syahid Abdullah ‘Azam..” (Imam Samudra, Pelaku Bom Bali)
Siapa sebenarnya Abdullah Azam, yang pengaruhnya demikian besar?
Masih menurut pemaparan Mukti Ali, Abdullah Azam lahir di Palestina 1941. Di usia remaja ia melanjutkan kuliah S-1 Syariah di Damaskus-Suriah. Di Suriah, Azam bergabung dengan gerakan Islamisme Jihadis. Sedangkan S-2 dan S-3 Syari’ah Islamiyah, Jurusan Ushul Fikih ditempuhnya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Di Kairo, dia akrab dengan keluarga besar Sayyid Qutub dan aktif di Ikhwanul Muslimin (IM). Azam juga sempat menjadi dosen di Universitas Yordania. Di Yordania inilah dia dijuluki “Sayyid Qutub Yordania”.
Sementara itu Ulil menyebut, Abdullah Azam diusir dari Yordania karena ceramah-ceramahnya dianggap radikal.
“Lalu ditopang Saudi Arabia, …“dipakai” Amerika untuk menghancurkan rezim-rezim sosialis di Arab,” kata Ulil.
Di Saudi, menurut Mukti Ali, Abdullah Azam kemudian diberi tempat untuk mengajar sebagai Dosen.
“Di Saudi inilah Azam bersentuhan dengan paham Salafi-Wahabi dan bertemu dengan Osama bin Laden.”
Selain itu, Abdullah Azam juga menjadi Dosen Universitas Islam Internasional (Jami’ah al-Islamiyah Al-‘Alamiyah) Islamabad Pakistan. Kemudian bersama Arab Saudi, Amerika, dan solidaritas umat Islam lainnya, mendirikan Maktab al-Khadamat, tempat pelatihan militer dan indoktrinasi jihad Afganistan dan dunia Islam untuk para mujahid Afganistan. Dia juga bergabung dengan JI (Jamaah Islamiyah) Pakistan sebelum akhirnya bersama Osama bin Laden dan Ayman Al-Dzhawahiri mendirikan Al-Qaedah.
“Dia melakukan rekrutmen Jihadis Afganistan keliling dunia; ke Amerika juga Eropa dengan leluasa dan aman. Kenapa? Karena secara tidak langsung ia mendapat dukungan dan difasilitasi Amerika,’’ papar Ulil menguatkan pemaparan Mukti.
Menghasilkan ratusan karya buku, adalah salah satu faktor yang menjadikan Azam patut diperhitungkan. Mukti Ali menyebut ada lebih dari 250 judul telah ditulisnya, bahkan di antara kitabnya telah dijadikan bahan penyusunan kurikulum belajar di Pesantren Al-Mukmin Ngruki Solo dan pesantren cabangnya.
Mukti menambahkan bahwa di antara kuatnya pengaruh Abdullah Azam di Indonesia secara langsung adalah berkat upayanya pernah mengkader, melatih, dan membina Abu Bakar Ba’asyir, Abdullah Sungkar, Hambali, Nassir Abbas dan para veteran Afganistan saat melawan Uni Soviet. (Malik/Yudhi)