Kemendikbud: Pendidikan Indonesia Masih Alami Krisis
Kemendikbud: Pendidikan Indonesia Masih Alami Krisis
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, mengatakan pendidikan di Indonesia telah lama mengalami krisis.
Banyak murid di sekolah, tetapi banyak juga yang belum mampu mencapai level minimum dalam hal kompetensi dasar. Maka, saat ini Kemendikbud ingin menerapkan Kurikulum Merdeka, guna berfokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Dalam dua puluh tahun terakhir kita mengalami peningkatan signifikan dalam Angka Partisipasi Sekolah SMP, SMA, dan sederajat. Partisipasi sekolah di SD memang sudah universal sejak lama, tetapi di SMP dan SMA meningkat pesat,” ucap Anindito dalam acara Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar (FOKUS) di Gedung A Kemendikbud, Selasa (5/12), dilansir Kompas.com.
Di SMP sendiri hanya terdapat beberapa daerah yang mengalami persoalan akses. Sementara itu, di SMA meningkat dari 50 persen sampai hampir 75 persen.
“Kalau dulu satu dari dua remaja kita tidak ada di SMA, putus sekolah di SMA atau hanya sampai SMP. Sekarang, tiga dari empatnya ada di sekolah. Ini adalah peningkatan yang sangat besar,” tambahnya.
Hal ini juga memperlihatkan fokus anggaran pendidikan selama ini sangat besar untuk meningkatkan akses dan operasional pendidikan.
Baca juga : Kasus COVID-19 Meningkat, Begini Solusi Kemenkes
Meski demikian, bukan berarti tidak ada PR terkait akses pendidikan. Penyediaan akses pendidikan bagi kelompok-kelompok tertentu masih menjadi masalah, misalnya bagi anak-anak di daerah yang tertinggal atau anak-anak disabilitas.
“Jadi, PR-nya sangat targeted. Secara umum sudah berhasil diatasi,” ucapnya.
Selain itu, berdasarkan proyeksi dari Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap harapan lama sekolah, didapatkan hasil bahwa harapan lama sekolah semakin meningkat, rata-rata anak usia 7 tahun diproyeksikan bersekolah selama 13 tahun atau setara D1.
Namun, PR besar Indonesia menurutnya adalah meningkatkan kualitas.
“PR-nya ada di kualitas, memastikan bahwa setelah masuk di sekolah, mereka betul-betul belajar sesuatu yang bermanfaat. Ini yang masih jauh sekali,” katanya.
Kalau menurut Programme for International Student Assessment (PISA), hanya sepertiga murid Indonesia yang memenuhi benchmark internasional minimum. Lalu, berdasarkan Asesmen Nasional hanya separuh dari murid Indonesia yang berhasil mencapai kompetensi minimum.
“Ini adalah sebuah krisis yang tidak boleh kita biarkan terus terjadi,” tandasnya.
Baca juga : Menteri Bintang: Pentingnya Menciptakan Ruang Aman Perempuan