Nirkekerasan Adalah Ruh Agama Islam
Akhir-akhir ini fitnah terbesar yang melanda agama Islam adalah Islam dipandang sebagai agama kekerasan. Hal ini makin diperburuk dengan munculnya banyak kelompok garis keras yang mengatasnamakan Islam dan menggadang-gadang kekerasan sebagai ideologinya, mengubur pesan-pesan perdamaian dalam ruh agama Islam. Mengapa ini bisa terjadi?
Dalam kuliah umum “Agama, Nirkekerasan dan Budaya Perdamaian” di Paramadina, Jakarta, Guru Besar Universitas Thammasat, Thailand, Prof. Chaiwat Satha-Anand berusaha menjawabnya.
“Di konflik Pattani, misalnya, kita melihat kekerasan atas nama agama. Yang paling membuat saya sedih adalah, saat melihat massa yang diam saja atas kekerasan itu,” ujar Chaiwat. “Saat itulah saya menyadari bahwa kita hidup dalam ilusi kedamaian.”
Padahal, menurut Chaiwat, paradigma nirkekerasan dalam Islam itu sangat terang benderang. “Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, seakan-akan ia telah memelihara seluruh umat manusia,” ujar Chaiwat, mengutip ayat Alquran.
“Begitu juga disebutkan bahwa apabila seseorang membunuh satu orang, sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Ini juga pada dasarnya menyebutkan watak Islam,” tambah Chaiwat.
Nirkekerasan, Senjata Efektif Perubahan
Lebih jauh, Prof. Chaiwat menegaskan bahwa nirkekerasan sangat efektif menjadi agen perubahan dibandingkan cara-cara kekerasan.
“Sebagai senjata untuk perubahan sosial dan perlawanan, aksi nirkekerasan itu jauh lebih efektif daripada penggunaan kekerasan dalam perubahan sosial,” ujar Chaiwat.
Selain itu, menurutnya perlawanan dengan tanpa kekerasan memiliki keunggulan tepat sasaran.
“Berbeda dengan aksi-aksi kekerasan yang menyasar semuanya tanpa kecuali, seperti kita lihat misalnya pada serangan drone, senjata, atau aksi-aksi kekerasan yang tidak pandang bulu, jika menggunakan nirkekerasan sebagai senjata perubahan, ia tepat sasaran, targeted dan discriminating dalam proses,” tambah Chaiwat. (Muhammad/Yudhi)