Pencarian Jati Diri di Antara Najaf dan Karbala
Peristiwa terbunuhnya Imam Husain a.s. cucunda Nabi Muhammad Saw di Karbala sudah 1378 tahun berlalu. Tepatnya pada 10 Muharram tahun 61 H. Rentang waktu yang demikian lama tak membuat nama Imam Husain a.s. hanyut ditelan masa. Justru sebaliknya, di zaman modern seperti sekarang, namanya semakin dikenang. Setiap tahun, puluhan juta orang dari berbagai penjuru dunia datang ke Karbala untuk menziarahi makamnya. Bahkan tercatat, semakin tahun jumlahnya semakin bertambah.
Tak terhitung jumlah pastinya. Namun, salah satu media berbahasa Arab menyebut, tahun ini jumlah peziarah lebih dari 20 juta orang dari sekitar 50 negara. Termasuk juga dari Indonesia, salah satunya tergabung dalam kafilah Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI).
Ziarah Arbain yang diikuti puluhan juta orang itu diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 20 Shafar, atau bertepatan 40 hari setelah terjadinya megatragedi pembunuhan terhadap Imam Husain a.s., keluarga, dan para sahabatnya pada tanggal 10 Muharram. Imam Husain a.s. mengorbankan diri dan keluarga serta para sahabat setianya untuk menegakkan ajaran Islam, dan menegakkan keadilan yang telah diinjak-injak oleh orang-orang zalim di zamannya. Tragisnya, pembunuhan terhadap Keluarga Suci Nabi Saw ini dilakukan oleh mereka yang juga mengaku sebagai umat Muhammad Saw. Karena itu perjalanan ziarah Arbain adalah perjalanan untuk mengenang Sayyidina Husain a.s. Sekaligus cara untuk menumbuhkan api cinta dan pembelaan terhadap agama suci Islam.
Di samping itu ziarah Arbain menjadi ladang introspeksi diri, khususnya untuk melenyapkan ego pribadi dan mengedepankan kepentingan umum.
Jalan kaki saat ziarah Arbain mengajarkan pada kita bahwa tidak ada yang instan untuk mendapatkan sebuah jawaban cinta. Butuh pengorbanan.
Arbain juga mengajarkan bahwa prosesi jalan kaki secara bersama mengingatkan bahwa keberhasilan tidak lepas dari dukungan orang lain. Dalam perjalanan, susah senang ditanggung bersama.
Arbain juga menyadarkan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial. Arbain merupakan perkumpulan agung. Perkumpulan manusia terbesar di dunia.
Jalan kaki Arbain menyadarkan kita akan proses kehidupan kelak. Semakin membawa banyak beban yang tidak bermanfaat semakin berat pula perjalanan. Semakin beratnya perjalanan maka akan semakin lama kita menggapai cinta-Nya.
Arbain adalah bentuk Cinta pada Sang Kekasih.
Perjalanan kaki arbain adalah penyatuan semua ras, etnis, pikiran, pemahaman, bahasa, menuju satu titik yakni berjumpa dengan sang pujaan hati untuk menyampaikan duka, ketulusan, keikhlasan dan kecintaan.
Peziarah Arbain sepatutnya bahkan wajib menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.
Peziarah Arbain adalah bentuk otentik dari Cinta yang ada di lubuk hati terdalam. Tanyakan kepada mereka, hal apa yang membuat mereka mau dengan rela dan tidak mengeluh ketika harus tidur di manapun tempat dengan fasilitas yang jauh dari nyaman.
Inilah Arbain…Inilah Ketika semua ras, bahasa, warna kulit, bentuk hidung yang pesek maupun mancung berkumpul di satu titik….Titik Cinta…..
Inilah bentuk penghormatan agung terhadap Kanjeng Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya.
Tepukan dada yang dilakukan peziarah Arbain adalah bentuk sikap dari kesiapan untuk bersama Al-Husain a.s. bagaimanapun kondisinya…
Lambaian tangan dan teriakan “Labbayka Ya Husain” adalah bentuk kesiapan, ketaatan untuk ditempatkan dan ditugaskan oleh Sang Pemimpin.
Arbain adalah seni menjalin kerjasama tim untuk menyusun langkah ke depan yang lebih solid.
Arbain adalah bentuk Kirab, bahkan bisa dibilang apel besar kesiapan para individu untuk melawan penindasan dan membela kebenaran.
Dan Arbain adalah cara jitu membungkam musuh-musuh Islam.
Kami Punya Al-Husain …. Di Arbain kami bersatu….