Hakikat Seorang Ibu
Di satu sisi, menjadi seorang ibu berarti bersedia memikul tanggungjawab penting dan besar. Sementara di sisi lain, berarti memasuki dunia keluarga dan masyarakat. Nilai keibuan jauh lebih utama ketimbang nilai-nilai lainnya. Dan Allah ‘Azza wa Jalla mewujudkannya dalam sosok perempuan. Keibuan menyertakan tanggung jawab terbesar untuk menghasilkan pribadi-pribadi utama, ulama, serta orang-orang bijak dan terdidik.
Apakah Keibuan Itu?
Masalah keibuan bukan hanya milik masyarakat manusia, melainkan juga hewan, kendati dengan kaidah yang berbeda. Kaidah keibuan pada dunia hewan adalah naluri semata-mata sehingga menjadikannya bernilai jauh Iebih rendah dibandingkan dengan kaidah keibuan dalam dunia manusia. Dalam sebuah keluarga, masalah keibuan (manusiawi) juga berbeda-beda. Itu disebabkan antara lain oleh beragamnya corak kebudayaan, status sosial, serta kesiapan masing-masing keluarga dalam menerima dan melindungi si kecil.
Demikian pula dalam sebuah masyarakat atau bahkan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, harapan semacam ini juga amat beragam lantaran adanya perbedaan tingkat pendidikan, kedalaman perasaan cinta, dan tipe kebudayaan.
Namun, di balik segenap perbedaan tersebut, ternyata terdapat pula sejumlah kesamaan, setidaknya yang berkenaan dengan perasaan cinta yang bersifat fitriah serta kesiapan kaum perempuan untuk menjalankan peran keibuan. Allah Swt telah menempatkan kecintaan naluriah kepada si kecil ke dalam kalbu seorang ibu. Cinta semacam ini nampak jelas tercermin di wajah seorang perempuan yang masih muda dan berusie baligh, yang kemudian mencapai puncak kesempurnaannya pada saat ia mengandung.
Hakikat Ibu
Sosok ibu akan mengandung si kecil dalam perutnya selama kurang lebih sembilan bulan. Setelah itu, ia harus bersusah payah mendidik, mengawasi, dan melindunginya, tanpa mengharap imbalan material atau moril apapun. Seorang ibu harus terjaga di malam hari demi memenuhi keperluan anaknya. Semua itu dilakukan bukan dengan harapan agar anaknya itu menolong dirinya kelak ketika tua dan sudah beruban. Ia rela menempatkan dirinya dalam kurun waktu yang lama dalam berbagai situasi yang berbahaya, bahkan seringkali mematikan, demi buah hatinya itu. Dirinya tidak menginginkan apapun bagi anaknya selain kebajikan, kebahagiaan, dan keceriaan. Sosok ibu tak lain dari jelmaan salah satu malaikat langit di muka bumi yang memiliki sifat-sifat ketinggian, kesucian, dan keagungan.
Ali Qaimi, Buaian Seorang Ibu antara Surga dan Neraka