Ikuti Kami Di Medsos

14 Manusia Suci

Prinsip Imam Husain Untuk Tidak Berdiam Diri Terhadap Kezaliman

Prinsip Imam Husain Untuk Tidak Berdiam Diri Terhadap Kezaliman

Latar Belakang Historis dan Konteks Perlawanan Imam Husain

Ahlulbait Indonesia – Imam Husain bin Ali a.s. hidup dalam era di mana pemerintahan Bani Umayyah di bawah Yazid bin Muawiyah telah menyimpang jauh dari prinsip-prinsip Islam yang sejati. Sistem kekuasaan saat itu tidak hanya korup secara politik, tetapi juga melakukan distorsi terhadap hukum agama demi kepentingan penguasa. Yang halal diharamkan, dan yang haram dihalalkan, sebuah bentuk kezaliman sistemik yang menggerus sendi-sendi keadilan dalam masyarakat Islam.

Imam Husain menyadari bahwa diam di tengah kezaliman sama saja dengan membiarkan kebatilan merajalela. Beliau mengambil sikap tegas: menolak berbaiat kepada Yazid, bukan sekadar karena penolakan politik, melainkan sebagai bentuk penegasan bahwa kepemimpinan yang zalim tidak layak ditaati.

Makna Penolakan Baiat: Bukan Sekadar Politik, Tapi Perlawanan Ideologis

Beberapa pihak mungkin menganggap sikap Imam Husain sebagai pemberontakan politik biasa. Namun, jika ditelaah lebih dalam, penolakan beliau untuk berbaiat kepada Yazid adalah perlawanan terhadap:
1. Legitimasi Pemerintahan Tirani. Yazid mewarisi kekuasaan melalui nepotisme dan penindasan, bukan melalui prinsip syura atau keadilan Islam.
2. Deformasi Syariat Islam. Sistem hukum saat itu dimanipulasi untuk melanggengkan kekuasaan, bukan menegakkan keadilan.
3. Kebisuan Umat. Imam Husain ingin membangkitkan kesadaran umat bahwa berdiam diri terhadap kezaliman adalah dosa besar.

Dalam salah satu suratnya, Imam Husain berkata:
“Aku bangkit bukan untuk kesombongan atau kerusakan, melainkan untuk memperbaiki umat kakekku, Rasulullah. Aku ingin mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.”

Keputusan Menuju Kufah
Imam Husain menerima undangan rakyat Kufah karena melihat potensi perlawanan terhadap kezaliman Bani Umayyah. Namun, beliau juga menyadari risiko besar yang mengintai. Sikap ini menunjukkan dua hal:
1. Keberanian Menghadapi Ketidakpastian. Meski tahu ada ancaman, beliau tetap melangkah demi menegakkan kebenaran.
2. Ujian bagi Pengikut yang Lemah. Rakyat Kufah yang awalnya berjanji setia akhirnya mengkhianati Imam Husain, membuktikan bahwa perlawanan terhadap kezaliman membutuhkan keteguhan iman.

Baca juga : Kemuliaan Ahlul Bait: Dari Syam ke Madinah

Revolusi Karbala dan Titik Puncak Perlawanan
Peristiwa Karbala bukan sekadar tragedi kemanusiaan, melainkan revolusi abadi melawan kezaliman. Kesyahidan Imam Husain dan keluarga beliau adalah pengorbanan terbesar yang mengubah sejarah:
– Membangkitkan Kesadaran Umat. Pembantaian di Karbala membuka mata dunia akan kebrutalan rezim Yazid.
– Legasi Perlawanan Abadi. Pesan Imam Husain terus bergema: “Hidup mulia lebih baik daripada hidup dalam kehinaan.”
– Kemenangan Moral atas Kekuatan Fisik. Meski gugur, prinsip beliau tak pernah mati dan terus menginspirasi gerakan keadilan sepanjang masa.

Relevansi Prinsip Imam Husain di Masa Kini
Perlawanan Imam Husain bukan hanya kisah masa lalu, tapi menjadi panduan bagi siapa saja yang menolak kezaliman hari ini:
1. Menolak Diam di Hadapan Ketidakadilan. Baik dalam pemerintahan, sosial, atau kehidupan sehari-hari, kezaliman harus dilawan dengan cara yang benar.
2. Kritik terhadap Penguasa Zalim. Sebagaimana Imam Husain menentang Yazid, umat Islam harus kritis terhadap pemimpin yang menindas rakyat.
3. Kesadaran bahwa Kebenaran Harus Ditegakkan. Sekalipun konsekuensinya berat, kebenaran tidak boleh dikorbankan demi kepentingan pragmatis.

Imam Husain a.s. mengajarkan bahwa berdiam diri di tengah kezaliman berarti bersekutu dengan pelaku kezaliman. Perjuangan beliau di Karbala adalah simbol perlawanan abadi melawan tirani, korupsi moral, dan penyimpangan agama. Warisan terbesar Imam Husain bukan hanya kesyahidannya, tapi semangatnya yang terus hidup,”Setiap hari adalah Asyura, setiap tanah adalah Karbala.”[]

Sumber Referensi:
Murtadha Muthahhari, Stok Anarkisme (Kode Etik Amar Makruf Nahi Munkar)

Baca juga : Kita Telah Memasuki Bulan yang Penuh Duka