14 Manusia Suci
Sayyidah Zainab Mendeklarasikan Pengorbanan Imam Husain
Ahlulbait Indonesia – Adalah garis hidup Sayyidah Zainab a.s. untuk mendeklarasikan kepada dunia tentang pengorbanan Imam Husain a.s. dan keluarga Rasulullah SAW demi tegaknya kebenaran dan kelestarian ajaran Islam. Dengan keberanian yang melampaui batas manusia biasa, beliau berdiri di hadapan kekuasaan tiran seperti Ibn Ziyad dan Yazid, mengungkap kejahatan mereka dengan tegas dan tanpa rasa takut. Jika bukan karena keteguhan dan peran beliau, tragedi Karbala mungkin akan terkubur dalam sunyi, terlupakan dari sejarah umat.
Sayyidah Zainab a.s. menanggung penderitaan fisik, batin, dan kehilangan yang luar biasa, namun tetap berdiri teguh. Beliau tidak hanya menjadi saksi tragedi Karbala, tetapi juga pewaris dan penjaga misi kenabian. Beliau adalah suara yang tidak dibungkam, cahaya yang tidak padam. Kesedihan beliau adalah ratapan nurani manusia, namun keteguhannya adalah pancaran kekuatan Ilahiah yang tertanam dalam jiwa yang sepenuhnya berserah kepada Allah SWT. Beliau tidak menentang takdir, melainkan menunaikannya dengan ridha dan ketegasan yang agung, menjadikan luka sebagai ladang kesadaran dan penderitaan sebagai jembatan menuju kebangkitan umat.
Semangat Sayyidah Zainab a.s. adalah semangat kemanusiaan yang tercerahkan oleh nilai-nilai Ilahi. Beliau adalah simbol kekuatan perempuan mukminah yang tidak hanya tabah dalam menghadapi musibah, tetapi juga tajam dalam membaca realitas, tangguh dalam beraksi, dan teguh dalam menegakkan prinsip. Ketegasan beliau dalam menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa lalim bukan hanya cermin keberanian, tetapi juga kebijaksanaan, kecerdasan spiritual, dan kesadaran historis yang melampaui zamannya.
Baca juga : Prinsip Imam Husain Untuk Tidak Berdiam Diri Terhadap Kezaliman
Hari ini, ketika dunia diguncang oleh berbagai bentuk kezaliman, ketimpangan, pengaburan kebenaran, dan pembungkaman suara nurani, warisan Sayyidah Zainab a.s. menjadi sangat relevan. Dunia membutuhkan lebih banyak sosok yang berani, cerdas, tegar, dan teguh pada prinsip kebenaran. Namun bukan hanya sosok-sosok besar. Dalam setiap diri manusia, tersimpan potensi untuk menjadi “Zainab” dalam zamannya—jika keberanian digali dari nurani, jika akal digunakan untuk mencerahkan, dan jika jiwa dibimbing oleh nilai-nilai Ilahi.
Kita dipanggil untuk menjalankan warisan beliau, bukan sekadar dengan mengenang, tetapi dengan bertindak.
Menjadi suara bagi yang bisu, artinya berani bersuara bagi mereka yang ditindas, yang dimarjinalkan, yang dibungkam oleh kekuasaan dan struktur sosial yang tidak adil.
Menjadi cahaya di tengah kegelapan, artinya menghadirkan kesadaran, pengetahuan, dan keteladanan moral di tengah budaya kebodohan, manipulasi, dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai suci.
Menjadi keberanian di hadapan kezaliman, artinya tidak tunduk kepada ancaman, tidak goyah di bawah tekanan, dan tetap berpegang pada kebenaran meskipun harus menanggung risiko besar.
Kekuatan seperti ini tidak lahir dari luar diri, tetapi tumbuh dari dalam—dari kemurnian niat, kejernihan hati, dan kesadaran akan tanggung jawab kita sebagai hamba Tuhan dan khalifah di bumi. Dalam setiap manusia, tersimpan kemampuan untuk menolak ketidakadilan, untuk menyembuhkan luka sosial, untuk memimpin dengan nilai, dan untuk melawan dengan cinta dan kebenaran.
Maka mari kita jalani warisan Sayyidah Zainab a.s. dengan sepenuh hati dan kesadaran. Jadikan setiap langkah kita bagian dari perjuangan suci itu di rumah, di sekolah, di ruang publik, di media, dalam dakwah, dalam budaya, dalam dunia politik dan kebijakan, dan bahkan dimana dan kapan saja. Warisan beliau adalah jalan kehidupan yang menuntut keberanian berpikir, kekuatan spiritual, dan kesetiaan tanpa syarat pada kebenaran. []
Sumber:
M.H. Bilgrami, Sayyidah Zainab: Cucu Baginda Nabi Muhammad SAW
Baca juga : Kemuliaan Ahlul Bait: Dari Syam ke Madinah
